Wednesday, December 21, 2011
Kronologi Kerusuhan Mesuji di Sumsel Versi Polri
JAKARTA (Lampost.com): Mabes Polri memaparkan kerusuhan di Desa Sungai Sodong, Kecamatan Mesuji, Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan, di mana terdapat pembantaian. Dalam kasus antara warga Sungai Sodong dan PT Sumber Wangi Alam, 7 orang tewas.
"Korban di Desa Sodong ada 7 orang yaitu, 2 karyawan PT SWA, 2 masyarakat, 3 orang Pam Swakarsa. Dari 3 orang Pam Swakarsa inilah dua orang di antaranya digorok lehernya. Kejadian 21 April 2010 di Desa Sodong disebabkan warga melarang PT SWA panen," kata Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Saud Usman.
Hal itu dikatakan Saud dalam jumpa pers di Jalan Trunojoyo, Blok M, Jakarta Selatan, Rabu (21-12).
Saud memaparkan kronologi di Desa Sungai Sodong, Mesuji, OKI, Sumsel:
7 April 2011
Masyarakat menginformasikan ke pihak Polsek setempat terkait adanya penambahan petugas Pam Swakarsa di daerah tersebut, masyarakat merasa tidak aman. Masyarakat diberi penjelasan bahwa hal tersebut tidak akan berdampak apa-apa.
21 April 2011
Pukul 09.00 WIB
10 Karyawan PT SWA dikawal 24 orang Pam Swakarsa panen kelapa sawit
Pukul 11.00 WIB
Datang 2 orang masyarakat bernama Syaktu Macan dan Indra Syafii naik motor mendatangi karyawan dan melarang agar tidak panen. Pihak PT SWA mengatakan itu hak mereka. Saling ngotot, sehingga timbul keributan. Akibatnya 1 orang warga meninggal dunia, 1 warga luka, 1 karyawan meninggal.
Pukul 12.30 WIB
Datang massa Desa Sodong sebanyak 400 orang ke kebun dan menyerang 60 orang karyawan yang berkumpul di pos PT SWA. Massa membakar 87 rumah, 7 mobil tangki, 1 kendaraan roda dua, 4 mobil 2 truk, dan 1 eskavator.
Tidak ada petugas polisi di tempat kejadian karena jarak antara Polres dan lokasi kerusuhan yang jauh. Setelah itu baru petugas datang dan mengamankan lokasi.
Secara keseluruhan dampak dari kejadian ini adalah 2 orang masyarakat meninggal, 2 orang karyawan SWA meninggal, dan 3 orang Pam Swakarsa meninggal (2 orang di antaranya terpotong lehernya). (DTC/L-1)
Tuesday, December 20, 2011
Ada Kejanggalan dalan Tragedi Mesuji
JAKARTA – Ada kejanggalan dalam tragedi Mesuji karena baru sekarang menimbulkan kehebohan, padahal peristiwanya sudah terjadi sejak April 2011.
"Tragedi Mesuji terasa janggal karena tidak menimbulkan heboh setelah terjadinya peristiwa, baru heboh setelah warga dan keluarga korban bersusah payah mencari akses di Jakarta mengadukan nasibnya ke Komisi III DPR," kata anggota komisi III DPR Bambang Soesatyo di Jakarta, Selasa.
Karena itu, Bambang mendesak Menko Polhukam agar mempertanyakan sejumlah kejanggalan proses penanganan tragedi Mesuji kepada pejabat daerah dan pihak terkait di Jakarta.
"Kalau betul terjadi pelanggaran HAM berat di Mesuji pada April dan November 2011, mengapa Jakarta (Pemerintah Pusat) harus dibuat terkejut beberapa bulan kemudian," kata Bambang.
Lebih lanjut Bambang menjelaskan kemungkinan ada tiga hal kenapa peristiwa Mesuji tersebut tidak menimbulkan kehebohan pada saat peristiwa itu terjadi.
Pertama, skala kasusnya memang tidak sedramatis yang dilaporkan kepada Komisi III DPR. Kedua, adanya upaya menyederhanakan kasus. Dan ketiga, ada upaya menutup-nutupi tragedi ini.
Jika diasumsikan benar telah terjadi tragedi kemanusiaan atau pelanggaran HAM berat di Mesuji pada pekan kedua November 2011, dan tragedi itu baru menjadi cerita yang menghebohkan di Jakarta pada pertengahan Desember 2011, maka menurut Bambang, hal itu adalah rentang waktu sangat panjang untuk mengungkap sebuah tragedi kemanusiaan.
"Jelas tidak wajar. Maka, dalam konflik berdarah sengketa tanah 928 hektar di Mesuji, patut diduga ada pihak yang berusaha menutup-nutupi tragedi ini," kata Bambang.
Apalagi, tambahnya, warga setempat mengaku selalui dihantui rasa takut untuk melapor karena mendapat ancaman. (tk/ant)
"Tragedi Mesuji terasa janggal karena tidak menimbulkan heboh setelah terjadinya peristiwa, baru heboh setelah warga dan keluarga korban bersusah payah mencari akses di Jakarta mengadukan nasibnya ke Komisi III DPR," kata anggota komisi III DPR Bambang Soesatyo di Jakarta, Selasa.
Karena itu, Bambang mendesak Menko Polhukam agar mempertanyakan sejumlah kejanggalan proses penanganan tragedi Mesuji kepada pejabat daerah dan pihak terkait di Jakarta.
"Kalau betul terjadi pelanggaran HAM berat di Mesuji pada April dan November 2011, mengapa Jakarta (Pemerintah Pusat) harus dibuat terkejut beberapa bulan kemudian," kata Bambang.
Lebih lanjut Bambang menjelaskan kemungkinan ada tiga hal kenapa peristiwa Mesuji tersebut tidak menimbulkan kehebohan pada saat peristiwa itu terjadi.
Pertama, skala kasusnya memang tidak sedramatis yang dilaporkan kepada Komisi III DPR. Kedua, adanya upaya menyederhanakan kasus. Dan ketiga, ada upaya menutup-nutupi tragedi ini.
Jika diasumsikan benar telah terjadi tragedi kemanusiaan atau pelanggaran HAM berat di Mesuji pada pekan kedua November 2011, dan tragedi itu baru menjadi cerita yang menghebohkan di Jakarta pada pertengahan Desember 2011, maka menurut Bambang, hal itu adalah rentang waktu sangat panjang untuk mengungkap sebuah tragedi kemanusiaan.
"Jelas tidak wajar. Maka, dalam konflik berdarah sengketa tanah 928 hektar di Mesuji, patut diduga ada pihak yang berusaha menutup-nutupi tragedi ini," kata Bambang.
Apalagi, tambahnya, warga setempat mengaku selalui dihantui rasa takut untuk melapor karena mendapat ancaman. (tk/ant)
TRAGEDI MESUJI
Foto Tragedi Mesuji Lampung – Betapa menyedihkan, pembantaian terhadap manusia seperti yang terjadi di Mesuji, Lampung, masih muncul di negeri ini. Rangkaian insiden berdarah di wilayah itu, yang menewaskan sekitar 30 orang dalam tiga tahun terakhir, juga memperlihatkan kelemahan kita dalam mengatasi sengketa. Hukum seolah tidak berfungsi karena dijalankan oleh aparat yang cenderung membela yang kuat.
Kasus itu mencuat setelah wakil warga Mesuji datang ke Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat belum lama ini. Tak sekadar melaporkan kejadian di daerahnya, mereka juga memutar video yang merekam pembantaian terhadap penduduk. Dalam berbagai kejadian, tampak pula aparat keamanan. Hanya, tidak terlalu jelas apakah mereka terlibat dalam peristiwa itu atau justru datang untuk melerai konflik.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia sebetulnya telah menangani kasus itu. Di antaranya peristiwa pada April 2011 di Desa Sungai Sodong, Kecamatan Mesuji, Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. Kejadian ini menewaskan tujuh orang, yakni dua orang penduduk dan lima orang dari pengamanan swakarsa PT Sumber Wangi Alam.
Satu bentrokan yang telah diselidiki Komnas terjadi di lahan PT Silva Inhutani di Kecamatan Mesuji Timur, Kabupaten Mesuji, Lampung, pada November 2011. Seorang petani tewas dalam peristiwa ini. Tapi perlu dipastikan apakah video aksi sadistis yang kini beredar luas itu merupakan rekaman dari dua peristiwa tersebut.
Itu sebabnya, langkah pemerintah membentuk tim investigasi rekaman video itu perlu disokong. Jika benar gambar tersebut berasal dari peristiwa “dua” Mesuji itu, tugas tim investigasi akan lebih ringan karena sebelumnya telah ditelusuri oleh Komnas HAM. Tim ini tinggal mengecek lagi apakah semua rekomendasi yang diberikan Komisi itu telah dilaksanakan oleh para pejabat, baik di pusat maupun di daerah.
Penting pula dipastikan bahwa konflik antara penduduk dan perusahaan perkebunan telah diselesaikan. Begitu pula proses hukum terhadap para pelaku pembantaian seperti terekam dalam video itu. Munculnya pengaduan perwakilan penduduk Mesuji ke DPR mengindikasikan tidak adanya proses hukum yang adil terhadap para pelaku.
Dalam berbagai kasus, penduduk sering dikalahkan bila bersengketa dengan perusahaan perkebunan. Aparat keamanan dan pejabat cenderung membela kepentingan pengusaha. Ketidakadilan seperti itu pula yang memicu konflik berdarah. Apalagi pihak perkebunan akan selalu membela kepentingannya dengan segala cara, termasuk dengan menyewa banyak satpam, bahkan membentuk semacam pasukan.
Di Lampung dan Sumatera Selatan, konflik antara warga dan perusahaan perkebunan sudah demikian kronis dan struktural. Sepanjang 10 tahun terakhir terjadi 268 kasus pertikaian di sektor kehutanan dan perkebunan di Sumatera Selatan. Sengketa lahan di Lampung juga termasuk tinggi dan kebanyakan terjadi di wilayah perkebunan.
Konflik hanya akan berkurang bila penegak hukum dan pejabat di daerah memperhatikan kepentingan rakyat kecil. Tanpa keadilan, tragedi seperti di Mesuji bisa terulang. Apalagi jika penegak hukum tak berani menindak tegas pihak perkebunan.[source: Tempo]
Kasus itu mencuat setelah wakil warga Mesuji datang ke Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat belum lama ini. Tak sekadar melaporkan kejadian di daerahnya, mereka juga memutar video yang merekam pembantaian terhadap penduduk. Dalam berbagai kejadian, tampak pula aparat keamanan. Hanya, tidak terlalu jelas apakah mereka terlibat dalam peristiwa itu atau justru datang untuk melerai konflik.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia sebetulnya telah menangani kasus itu. Di antaranya peristiwa pada April 2011 di Desa Sungai Sodong, Kecamatan Mesuji, Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. Kejadian ini menewaskan tujuh orang, yakni dua orang penduduk dan lima orang dari pengamanan swakarsa PT Sumber Wangi Alam.
Satu bentrokan yang telah diselidiki Komnas terjadi di lahan PT Silva Inhutani di Kecamatan Mesuji Timur, Kabupaten Mesuji, Lampung, pada November 2011. Seorang petani tewas dalam peristiwa ini. Tapi perlu dipastikan apakah video aksi sadistis yang kini beredar luas itu merupakan rekaman dari dua peristiwa tersebut.
Itu sebabnya, langkah pemerintah membentuk tim investigasi rekaman video itu perlu disokong. Jika benar gambar tersebut berasal dari peristiwa “dua” Mesuji itu, tugas tim investigasi akan lebih ringan karena sebelumnya telah ditelusuri oleh Komnas HAM. Tim ini tinggal mengecek lagi apakah semua rekomendasi yang diberikan Komisi itu telah dilaksanakan oleh para pejabat, baik di pusat maupun di daerah.
Penting pula dipastikan bahwa konflik antara penduduk dan perusahaan perkebunan telah diselesaikan. Begitu pula proses hukum terhadap para pelaku pembantaian seperti terekam dalam video itu. Munculnya pengaduan perwakilan penduduk Mesuji ke DPR mengindikasikan tidak adanya proses hukum yang adil terhadap para pelaku.
Dalam berbagai kasus, penduduk sering dikalahkan bila bersengketa dengan perusahaan perkebunan. Aparat keamanan dan pejabat cenderung membela kepentingan pengusaha. Ketidakadilan seperti itu pula yang memicu konflik berdarah. Apalagi pihak perkebunan akan selalu membela kepentingannya dengan segala cara, termasuk dengan menyewa banyak satpam, bahkan membentuk semacam pasukan.
Di Lampung dan Sumatera Selatan, konflik antara warga dan perusahaan perkebunan sudah demikian kronis dan struktural. Sepanjang 10 tahun terakhir terjadi 268 kasus pertikaian di sektor kehutanan dan perkebunan di Sumatera Selatan. Sengketa lahan di Lampung juga termasuk tinggi dan kebanyakan terjadi di wilayah perkebunan.
Konflik hanya akan berkurang bila penegak hukum dan pejabat di daerah memperhatikan kepentingan rakyat kecil. Tanpa keadilan, tragedi seperti di Mesuji bisa terulang. Apalagi jika penegak hukum tak berani menindak tegas pihak perkebunan.[source: Tempo]
Thursday, December 1, 2011
AMUK MASSA : Pemilik Rumah Rusak Tak Kenal Pihak Bertikai
KALIANDA—Penjagaan ketat aparat polisi tak membuat warga Dusun Sukajaya, Desa Margocatur, Kalianda, Lampung Selatan, berani beraktivitas normal. Suasana dusun yang berjarak sekitar 15 km dari Kota Kalianda tersebut masih sunyi dan mencekam.
Warga tak menduga hiburan organ tunggal pada pernikahan di rumah Saidi (37) menjadi bencana. Kerusuhan antarkampung meledak setelah Wayan Anggi (15), warga Desa Sidomakmur, Kecamatan Way Panji, tewas, Minggu (27-11).
Pelajar kelas VIII SMP di Sidomulyo itu tewas setelah dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek (RSUDAM) Bandar Lampung. Dia dikeroyok sekelompok pemuda dan luka tusukan di dada kiri usai menonton organ tunggal, Jumat (25-11) malam.
Warga yang rumahnya dirusak tidak mengenal kedua kelompok yang tertikai itu. Mereka melihat remaja tergeletak di antara kerumunan penonton hiburan organ tunggal. "Namanya hiburan, ya pasti penontonnya dari mana-mana," ujar salah seorang warga.
Warga Dusun Sukajaya itu mengaku insiden penusukan tersebut spontan dilakukan sekelompok pemuda yang menenggak minum-minuman keras di pinggir jalan, tidak jauh dari lokasi hiburan organ tunggal. "Selama ini hubungan kami dengan warga Desa Sidomakmur baik. Walaupun beda kecamatan, kami bersebelahan desa," kata warga itu. (KRI/U-1)
Lampost Com : Kamis 1 Desember 2011
Rusuh Antarkampung, 37 Rumah Dirusak
MOTOR DIBAKAR. Sebuah sepeda motor warga Dusun Sukajaya, Desa Margacatur, Kecamatan Kalianda, hangus terbakar usai diserbu warga yang diduga dari Desa Sidomakmur, Way Panji, Lampung Selatan, Selasa (29-11), pukul 11.00. Kerusuhan itu membuat 9 rumah terbakar dan 37 rumah lainnya rusak.
KALIANDA (Lampost): Kerusuhan antarkampung meledak di Lampung Selatan, Selasa (29-11) siang. Sebanyak 37 rumah rusak dan 9 di antaranya ludes terbakar akibat amuk massa yang menuntut balas kematian pelajar SMP yang ditusuk tak jauh dari arena organ tunggal.
Perusakan rumah diduga dilakukan sekelompok massa dari Desa Sidomakmur, Kecamatan Way Panji, Lampung Selatan. Mereka menyerbu dan membakar puluhan rumah di Dusun Sukajaya, Desa Margocatur, Kecamatan Kalianda, Selasa (29-11), sekitar pukul 11.00.
Kerusuhan bermula ketika Wayan Anggi (15), pelajar kelas VIII SMP, warga Desa Sidomakmur, Kecamatan Way Panji, tewas akibat tusukan senjata tajam usai menonton organ tunggal di Dusun Sukajaya, Desa Margocatur, Jumat (25-11) malam.
Keterangan yang dihimpun Lampung Post menyebutkan saat itu Wayan Anggi bersama temannya mengendarai sepeda motor hendak kembali ke rumah usai menonton organ tunggal. Tak jauh dari lokasi hiburan, sepeda motor yang ditumpangi korban menyenggol sekelompok pemuda yang pesta minum keras di pinggir jalan.
Korban meminta maaf, tapi tidak digubris, malah mendapat bogem mentah dari sekelompok pemuda tersebut. Korban ditusuk senjata tajam dan mengenai dada depan. "Wayan dilarikan ke RSUDAM Bandar Lampung. Namun dua hari kemudian, korban meninggal dunia," kata Nyoman, warga RT 11 Desa Sidomakmur, Way Panji, Selasa (29-11).
Kematian Wayan membuat suasana memanas. Berbagai informasi beredar, antara lain menyebutkan warga Desa Sidomakmur dibantu warga Desa Balinuraga dan Bali Agung, Kecamatan Palas, akan menyerbu tempat korban ditusuk. Informasi itu membuat jajaran Polres Lamsel dibantu Kodim 0421/Lamsel berjaga di sekitar Desa Margocatur sejak Senin (28-11).
Namun, hingga Selasa (29-11) pagi tak ada penyerangan. Tanpa diduga, kemarin, segerombolan massa yang menumpang 15 sepeda motor merangsek ke Dusun Sukajaya, Desa Margocatur. Sebagian berjalan kaki melalui jalan tikus. Massa yang menyimpan dendam itu pun mengamuk, membakar, dan merusak rumah warga di sekitar lokasi tempat hiburan organ tunggal tersebut.
Akibatnya, 9 rumah ludes terbakar dan 37 rumah lainnya rusak. Setelah insiden tersebut satu peleton Brimob dan satu peleton Samapta Polda Lampung diterjunkan ke Desa Margocatur, sekitar pukul 14.00.
Bupati Mediasi
Bupati Lampung Selatan Rycko Menoza S.Z.P, Kapolres Lamsel AKBP Harri Muharram Firmansyah, dan Dandim 0421/Lamsel Letkol Gustia Wardana, kemarin berupaya memediasi penyelesaian konflik yang nyaris menjurus ke suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) tersebut.
Kepala Desa Margocatur, Desa Canggu, dan Taji Malela diundang bersama Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) dan Pargali Lamsel.
Bupati Lamsel berjanji membantu korban pertikaian. "Kami akan membantu biaya pemakaman korban dan membantu membangun rumah yang terbakar bersama warga Desa Sidomakmur," kata Rycko.
Bupati meminta tokoh masyarakat dari dua belah pihak mengedepankan persatuan, sebab kepentingan golongan tidak akan menyelesaikan masalah.
Kapolda Lampung Brigjen Pol. Jodie Rooseto menginstruksikan jajarannya menjaga kedua dusun, desa, dan memberikan rasa aman agar tidak terjadi bentrok lagi. "Pelaku harus ditindak tegas," kata dia.
Di depan Bupati, tokoh masyarakat, dan aparat keamanan, Kabid Humas Polda Lampung AKBP Sulistyaningsih mengatakan kedua warga yang bentrok itu berjanji tidak akan saling serang, dan kerusakan dibantu oleh Pemkab Lamsel. (KRI/U-1)
tiser: Kami akan membantu biaya pemakaman korban dan membantu membangun rumah yang terbakar bersama warga Desa Sidomakmur.
KALIANDA (Lampost): Kerusuhan antarkampung meledak di Lampung Selatan, Selasa (29-11) siang. Sebanyak 37 rumah rusak dan 9 di antaranya ludes terbakar akibat amuk massa yang menuntut balas kematian pelajar SMP yang ditusuk tak jauh dari arena organ tunggal.
Perusakan rumah diduga dilakukan sekelompok massa dari Desa Sidomakmur, Kecamatan Way Panji, Lampung Selatan. Mereka menyerbu dan membakar puluhan rumah di Dusun Sukajaya, Desa Margocatur, Kecamatan Kalianda, Selasa (29-11), sekitar pukul 11.00.
Kerusuhan bermula ketika Wayan Anggi (15), pelajar kelas VIII SMP, warga Desa Sidomakmur, Kecamatan Way Panji, tewas akibat tusukan senjata tajam usai menonton organ tunggal di Dusun Sukajaya, Desa Margocatur, Jumat (25-11) malam.
Keterangan yang dihimpun Lampung Post menyebutkan saat itu Wayan Anggi bersama temannya mengendarai sepeda motor hendak kembali ke rumah usai menonton organ tunggal. Tak jauh dari lokasi hiburan, sepeda motor yang ditumpangi korban menyenggol sekelompok pemuda yang pesta minum keras di pinggir jalan.
Korban meminta maaf, tapi tidak digubris, malah mendapat bogem mentah dari sekelompok pemuda tersebut. Korban ditusuk senjata tajam dan mengenai dada depan. "Wayan dilarikan ke RSUDAM Bandar Lampung. Namun dua hari kemudian, korban meninggal dunia," kata Nyoman, warga RT 11 Desa Sidomakmur, Way Panji, Selasa (29-11).
Kematian Wayan membuat suasana memanas. Berbagai informasi beredar, antara lain menyebutkan warga Desa Sidomakmur dibantu warga Desa Balinuraga dan Bali Agung, Kecamatan Palas, akan menyerbu tempat korban ditusuk. Informasi itu membuat jajaran Polres Lamsel dibantu Kodim 0421/Lamsel berjaga di sekitar Desa Margocatur sejak Senin (28-11).
Namun, hingga Selasa (29-11) pagi tak ada penyerangan. Tanpa diduga, kemarin, segerombolan massa yang menumpang 15 sepeda motor merangsek ke Dusun Sukajaya, Desa Margocatur. Sebagian berjalan kaki melalui jalan tikus. Massa yang menyimpan dendam itu pun mengamuk, membakar, dan merusak rumah warga di sekitar lokasi tempat hiburan organ tunggal tersebut.
Akibatnya, 9 rumah ludes terbakar dan 37 rumah lainnya rusak. Setelah insiden tersebut satu peleton Brimob dan satu peleton Samapta Polda Lampung diterjunkan ke Desa Margocatur, sekitar pukul 14.00.
Bupati Mediasi
Bupati Lampung Selatan Rycko Menoza S.Z.P, Kapolres Lamsel AKBP Harri Muharram Firmansyah, dan Dandim 0421/Lamsel Letkol Gustia Wardana, kemarin berupaya memediasi penyelesaian konflik yang nyaris menjurus ke suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) tersebut.
Kepala Desa Margocatur, Desa Canggu, dan Taji Malela diundang bersama Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) dan Pargali Lamsel.
Bupati Lamsel berjanji membantu korban pertikaian. "Kami akan membantu biaya pemakaman korban dan membantu membangun rumah yang terbakar bersama warga Desa Sidomakmur," kata Rycko.
Bupati meminta tokoh masyarakat dari dua belah pihak mengedepankan persatuan, sebab kepentingan golongan tidak akan menyelesaikan masalah.
Kapolda Lampung Brigjen Pol. Jodie Rooseto menginstruksikan jajarannya menjaga kedua dusun, desa, dan memberikan rasa aman agar tidak terjadi bentrok lagi. "Pelaku harus ditindak tegas," kata dia.
Di depan Bupati, tokoh masyarakat, dan aparat keamanan, Kabid Humas Polda Lampung AKBP Sulistyaningsih mengatakan kedua warga yang bentrok itu berjanji tidak akan saling serang, dan kerusakan dibantu oleh Pemkab Lamsel. (KRI/U-1)
tiser: Kami akan membantu biaya pemakaman korban dan membantu membangun rumah yang terbakar bersama warga Desa Sidomakmur.
Tuesday, November 29, 2011
Pergoki Suami Ngobrol dengan Wanita Lain, Isteri Bakar Warung
LAMPUNG (Pos Kota) – Dibakar api cemburu dengan pemilik warung esek-esek, istri pelanggan nekat membakar warung esek-esek Kampung Wirabangun, di jalan lintas timur (jalintim), Kecamatan Simpangpematang, Kabupaten Mesuji, pada Sabtu (22/10) dini hari.
Kebakaran yang tidak sampai menimbulkan korban jiwa ini melalap habis bangunan berikut isinya. Kebakaran sempat menimbulkan kemacetan hingga 2 Km karena pengendara kendaraan berhentei di lokasi kebakaran di pinggir jalan raya tersebut.
Pengelola warung Mami Intan warga Tugu Gajah Unit IV, Simpangpenawar, Kabupaten Tulangbawang, meninggalkan warung dan naik bus karena khawatir jadi kemarahan warga sekitar.
Pembakaran tersebut dipicu kecemburuan Ny. Hasan. “Tiba-tiba istri Hasan datang ke warung karena melihat suaminya berada dalam warung bersama Intan langsung dia pergi mengambil satu derigen bensin lalu dengan cepat membakar warung tersebut. Suaminya ketakutan kabur demikian pula teman selingkuh suaminya langsung naik bus,” kata Joko warga setempat.
“Hati saya panas lihat suami. Katanya kerja, eh, malah bercanda dengan pemilik warung. Ya, saya lalu pergi beli bensin di kios milik Lina Pakpahan. Saya datangi warung itu dan siramkan bensin ke atap serta ruang tengah lalu menyulutnya hingga terbakar”, tutur Ny. Hasan yang membawa golok dan mengancam siapa saja yang mendekati akan dibacok .
Ny. Hasan yang saat itu membawa senjata tajam meninggalkan warung dengan santai menaiki sepeda motor menuju arah Palembang.
Sementara itu, Kepala Kampung Wirabangun, Hasan Basri, mengaku warung tersebut disewa Mami Rp.1,5 juta/tahun. “Warung itu baru ditempati pada awal September 2011. Sebelum api berkobar, warga sekitar ingin memadamkannya. Karena melihat pelaku menenteng senjata tajam, warga pun takut dan mengurungkan niatnya. Di dalam warung ada kompor gas sehingga tidak dapat dipadamkan lagi langsung meledak, ” kata Hasan.
Kapolsek Mesuji, AKP. Nelson F. Manik langsung mengamankan lokasi. Tidak lama berselang Danramil Mesuji Kapten Inf. Bagus Setiawan juga tiba di lokasi.
Kemudian, Kapolsek meminta bantuan truk tangki air milik salah satu perusahaan terdekat untuk memadamkan api. Sedangkan tiga aparat Polsek langsung mengejar pelaku ke kampungnya di wilayah Kabupaten OKI, Palembang.
“Pemicu kecemburu . Sempat terjadi cekcok mulut lalu isteri Hasan membakar warung . Warga tidak bisa mencegah karena takut dibacok,” kata Kapolsek.
Pemilik warung yang disewa Mami, Darmi, 37, terkejut mengetahui warungnya dibakar. Ia meminta ada pihak yang bertanggung jawab membangun kembali warung tersebut yang dulu dibangun dengan dana Rp. 25 juta. (Koesma/dms)
Sunday, November 13, 2011
BENTROK BSMI : Polda dan Komnas HAM Usut Penembakan
Gambar Ilustrasi
MESUJI (Lampost): Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyelidiki kerusuhan antara warga dan aparat keamanan PT Barat Selatan Makmur Investindo (BSMI) di Blok R 24, Kecamatan Tanjungraya, Mesuji, Kamis (10-11). Bentrokan itu
menelan korban tewas Jaelani (45), warga Kagungandalam, Kecamatan Mesuji, dan enam luka tembak.
Komisioner Komnas HAM Johny Nelson Simanjuntak yang bertolak tadi malam ke lokasi mengatakan informasi sementara yang diperoleh ada perlakuan buruk BSMI terhadap warga. "Ini persoalan segitiga. Warga berhadapan dengan BSMI. Kemudian warga berhadapan dengan aparat keamanan," kata Johny.
Dia mengatakan Komnas HAM akan menyelidiki pemicu penembakan yang mengakibatkan tewasnya warga. Menurut dia, polisi harus mengikuti prosedur dalam menangani aksi massa.
"Kenapa sampai polisi menembak? Kenapa polisi lebih membela kepentingan pemodal daripada warga, itu yang akan kami selidiki," ujar komisioner yang membidangi Subpemantauan dan Penyelidikan Pelanggaran HAM itu.
Penyelidikan penembakan juga dilakukan Polda Lampung. Wakapolda Lampung Kombes Pol. Rusman mengatakan pihaknya mengirimkan empat anggota Satuan Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam). Menurut Rusman, dugaan sementara peluru yang digunakan polisi berjenis karet, bukan peluru tajam atau timah yang menewaskan Jaelani.
"Mereka dikirim ke lokasi untuk menyelidiki apakah penembakan dilakukan sesuai dengan prosedur atau tidak. Nanti bisa diketahui ada atau tidak pelanggaran kode etik," kata Rusman.
Situasi mencekam pascabentrok membuat Polda Lampung menerjunkan 300 personel gabungan ke lokasi. Polda juga mengirimkan satu peleton pasukan antihuru-hara Brimob.
Bentrokan tersebut, menurut Rusman, karena ada perbedaan persepsi antara warga dan BSMI mengenai sengketa lahan. Warga beranggapan sengketa belum usai, tapi BSMI beranggapan sengketa selesai dan dimenangkan mereka. (KIS/MG7/U-1)
MESUJI (Lampost): Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyelidiki kerusuhan antara warga dan aparat keamanan PT Barat Selatan Makmur Investindo (BSMI) di Blok R 24, Kecamatan Tanjungraya, Mesuji, Kamis (10-11). Bentrokan itu
menelan korban tewas Jaelani (45), warga Kagungandalam, Kecamatan Mesuji, dan enam luka tembak.
Komisioner Komnas HAM Johny Nelson Simanjuntak yang bertolak tadi malam ke lokasi mengatakan informasi sementara yang diperoleh ada perlakuan buruk BSMI terhadap warga. "Ini persoalan segitiga. Warga berhadapan dengan BSMI. Kemudian warga berhadapan dengan aparat keamanan," kata Johny.
Dia mengatakan Komnas HAM akan menyelidiki pemicu penembakan yang mengakibatkan tewasnya warga. Menurut dia, polisi harus mengikuti prosedur dalam menangani aksi massa.
"Kenapa sampai polisi menembak? Kenapa polisi lebih membela kepentingan pemodal daripada warga, itu yang akan kami selidiki," ujar komisioner yang membidangi Subpemantauan dan Penyelidikan Pelanggaran HAM itu.
Penyelidikan penembakan juga dilakukan Polda Lampung. Wakapolda Lampung Kombes Pol. Rusman mengatakan pihaknya mengirimkan empat anggota Satuan Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam). Menurut Rusman, dugaan sementara peluru yang digunakan polisi berjenis karet, bukan peluru tajam atau timah yang menewaskan Jaelani.
"Mereka dikirim ke lokasi untuk menyelidiki apakah penembakan dilakukan sesuai dengan prosedur atau tidak. Nanti bisa diketahui ada atau tidak pelanggaran kode etik," kata Rusman.
Situasi mencekam pascabentrok membuat Polda Lampung menerjunkan 300 personel gabungan ke lokasi. Polda juga mengirimkan satu peleton pasukan antihuru-hara Brimob.
Bentrokan tersebut, menurut Rusman, karena ada perbedaan persepsi antara warga dan BSMI mengenai sengketa lahan. Warga beranggapan sengketa belum usai, tapi BSMI beranggapan sengketa selesai dan dimenangkan mereka. (KIS/MG7/U-1)
Warga Dan BSM Bentrok, 1 tewas
Harian Lampost : Jumat, 11 November 2011 05:21
WARGA BAKAR BSMI. Ratusan warga dari Kampung Sritanjung, Kagungandalam, dan Nipahkuning, Mesuji, membakar kantor dan pabrik perkebunan sawit milik PT BSMI di Kecamatan Pancajaya, Mesuji, Kamis (10-11). Korban luka tembak Rano Karno (kiri) dan Muslim (kanan)
MESUJI (Lampost): Bentrokan antara warga lima kampung dan aparat keamanan PT Barat Selatan Makmur Investindo (BSMI), Kecamatan Tanjungraya, Mesuji, menelan korban, satu tewas dan enam luka tembak. Bentrokan dipicu penangkapan di kebun sawit yang diklaim milik warga.
Bentrokan antara massa dari lima kampung, yakni Sritanjung, Kagungandalam, Nipahkuning, Pagardewa, dan Sungaimenang, dengan aparat keamanan BSMI terjadi di Blok R 24, wilayah yang diklaim milik warga, Kamis (10-11), pukul 11.00. Akibatnya, tujuh warga menderita luka tembak dan satu tewas dengan luka tembak di kepala.
Korban tewas Jaelani (45), warga Kagungandalam, Kecamatan Mesuji. Korban tewas dengan luka tembak di belakang kepala. Sedangkan satu korban, yakni Muslim, kritis dengan luka tembak di kaki kanan, tepatnya di betis sehingga mematahkan tulang kakinya.
Keduanya dibawa ke RSUD Menggala. Lima korban luka tembak lainnya dirawat di kampung masing-masing, yakni Rano Karno (25), Irun (16), Reli (18), Mat Tahan (16) dan Robin (15). Kelimanya warga Kampung Sritanjung.
Akibat penembakan tersebut, ratusan warga mengamuk, lalu membakar kantor dan pabrik pengolah crude palm oil (CPO) milik perusahaan tersebut. Tak hanya itu, warga juga membakar kompleks Divisi II PT BSMI di Sritanjung. Kerugian diperkirakan mencapai miliaran rupiah.
Di kompleks pabrik tidak satu pun bangunan utuh. Mulai kantor, guest house, mes karyawan, pabrik, dan pos satpam hangus terbakar. Begitu juga perkantoran di Divisi II.
Peristiwa tersebut, kata Rudin (48), warga Kampung Srintanjung, dipicu penangkapan Hendri, warga Sritanjung, yang panen bersama Gani. Saat tepergok aparat, Hen dan Gani lari. Namun, sepeda motornya diambil aparat.
"Saat itu setang motor dikunci, lalu motor diseret dengan mobil dan dibuka paksa, tapi tidak berhasil. Banyak warga di lokasi melihat peristiwa itu dan mengambil kembali motor Hendri," ujar Rudin.
Tembak Jarak Dekat
Korban penembakan pertama, yakni Rano Karno, luka di lambung kiri hingga pergelangan tangan. "Begitu melihat aparat mengamuk dan membuang tembakan, saya buru-buru ke motor dan bermaksud melarikan diri. Tapi belum sempat lari, saya ditembaki dari jarak sekitar 10 meter," kata Reno ketika ditemui di rumahnya.
Dia mengaku aparat empat kali menembak ke arahnya. Rano dibawa ke kampung untuk pengobatan. Mengetahui ada yang tertembak, massa dari tiga kampung merengsek ke Kantor Divisi II perkebunan PT BSMI, pukul 13.00, menggunakan truk dan sepeda motor.
Di tempat itu massa membakar kantor, pos satpam, mes karyawan, dan ruang genset. Tidak puas, massa bergerak ke pabrik CPO milik perusahaan itu, pukul 16.00, yang berjarak 5 km dari Divisi II. Di pabrik, massa bentrok dengan aparat mengakibatkan enam warga luka tembak.
Situasi semakin tegang. Kapolres Tulangbawang AKBP Shobarmen menarik semua aparat di BSMI ke Polsek Simpangpematang yang berjarak 15 km. Bersamaan dengan itu, Penjabat Bupati Mesuji Albar Hasan Tanjung yang melihat ke lokasi ikut mundur ke Polsek Simpangpematang.
Di mapolsek, Albar mengatakan pihaknya ingin persoalan BSMI dan warga dapat diselesaikan. "Kami akan maraton menyelesaikan persoalan ini," kata Albar. (UAN/U-1)
WARGA BAKAR BSMI. Ratusan warga dari Kampung Sritanjung, Kagungandalam, dan Nipahkuning, Mesuji, membakar kantor dan pabrik perkebunan sawit milik PT BSMI di Kecamatan Pancajaya, Mesuji, Kamis (10-11). Korban luka tembak Rano Karno (kiri) dan Muslim (kanan)
MESUJI (Lampost): Bentrokan antara warga lima kampung dan aparat keamanan PT Barat Selatan Makmur Investindo (BSMI), Kecamatan Tanjungraya, Mesuji, menelan korban, satu tewas dan enam luka tembak. Bentrokan dipicu penangkapan di kebun sawit yang diklaim milik warga.
Bentrokan antara massa dari lima kampung, yakni Sritanjung, Kagungandalam, Nipahkuning, Pagardewa, dan Sungaimenang, dengan aparat keamanan BSMI terjadi di Blok R 24, wilayah yang diklaim milik warga, Kamis (10-11), pukul 11.00. Akibatnya, tujuh warga menderita luka tembak dan satu tewas dengan luka tembak di kepala.
Korban tewas Jaelani (45), warga Kagungandalam, Kecamatan Mesuji. Korban tewas dengan luka tembak di belakang kepala. Sedangkan satu korban, yakni Muslim, kritis dengan luka tembak di kaki kanan, tepatnya di betis sehingga mematahkan tulang kakinya.
Keduanya dibawa ke RSUD Menggala. Lima korban luka tembak lainnya dirawat di kampung masing-masing, yakni Rano Karno (25), Irun (16), Reli (18), Mat Tahan (16) dan Robin (15). Kelimanya warga Kampung Sritanjung.
Akibat penembakan tersebut, ratusan warga mengamuk, lalu membakar kantor dan pabrik pengolah crude palm oil (CPO) milik perusahaan tersebut. Tak hanya itu, warga juga membakar kompleks Divisi II PT BSMI di Sritanjung. Kerugian diperkirakan mencapai miliaran rupiah.
Di kompleks pabrik tidak satu pun bangunan utuh. Mulai kantor, guest house, mes karyawan, pabrik, dan pos satpam hangus terbakar. Begitu juga perkantoran di Divisi II.
Peristiwa tersebut, kata Rudin (48), warga Kampung Srintanjung, dipicu penangkapan Hendri, warga Sritanjung, yang panen bersama Gani. Saat tepergok aparat, Hen dan Gani lari. Namun, sepeda motornya diambil aparat.
"Saat itu setang motor dikunci, lalu motor diseret dengan mobil dan dibuka paksa, tapi tidak berhasil. Banyak warga di lokasi melihat peristiwa itu dan mengambil kembali motor Hendri," ujar Rudin.
Tembak Jarak Dekat
Korban penembakan pertama, yakni Rano Karno, luka di lambung kiri hingga pergelangan tangan. "Begitu melihat aparat mengamuk dan membuang tembakan, saya buru-buru ke motor dan bermaksud melarikan diri. Tapi belum sempat lari, saya ditembaki dari jarak sekitar 10 meter," kata Reno ketika ditemui di rumahnya.
Dia mengaku aparat empat kali menembak ke arahnya. Rano dibawa ke kampung untuk pengobatan. Mengetahui ada yang tertembak, massa dari tiga kampung merengsek ke Kantor Divisi II perkebunan PT BSMI, pukul 13.00, menggunakan truk dan sepeda motor.
Di tempat itu massa membakar kantor, pos satpam, mes karyawan, dan ruang genset. Tidak puas, massa bergerak ke pabrik CPO milik perusahaan itu, pukul 16.00, yang berjarak 5 km dari Divisi II. Di pabrik, massa bentrok dengan aparat mengakibatkan enam warga luka tembak.
Situasi semakin tegang. Kapolres Tulangbawang AKBP Shobarmen menarik semua aparat di BSMI ke Polsek Simpangpematang yang berjarak 15 km. Bersamaan dengan itu, Penjabat Bupati Mesuji Albar Hasan Tanjung yang melihat ke lokasi ikut mundur ke Polsek Simpangpematang.
Di mapolsek, Albar mengatakan pihaknya ingin persoalan BSMI dan warga dapat diselesaikan. "Kami akan maraton menyelesaikan persoalan ini," kata Albar. (UAN/U-1)
Friday, October 28, 2011
Penduduk Miskin Naik 2,7 Juta
Lampost : Kamis 27 Oktober 2011
JAKARTA (Lampost): Jumlah penduduk miskin di Indonesia meningkat sekitar 2,7 juta orang dalam kurun dua tahun atau sejak 2008 hingga 2010.
===========
Pada 2008 jumlah penduduk miskin di Indonesia sebanyak 40,4 juta orang dan pada 2010 menjadi 43,1 juta orang.
Demikian data yang dikeluarkan Perkumpulan Prakarsa, Rabu (26-10), di Jakarta. Data tersebut berbanding terbalik dengan data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS).
BPS mencatat jumlah penduduk miskin di Indonesia justru turun sekitar empat juta orang sejak 2008 hingga 2010, atau dari 35 juta orang menjadi 31 juta orang. "Melihat data tersebut bisa dikatakan pemerintah melakukan kebohongan dalam data statistik," ujar Direktur Eksekutif Perkumpulan Prakarsa, Setyo Budiantoro.
Setyo melanjutkan Indonesia menjadi satu-satunya negara di Asia Tenggara yang kemiskinannya meningkat. Bahkan, Indonesia dalam hal mengurangi angka kemiskinan, lebih buruk ketimbang Laos dan Kamboja. "Ini menunjukkan pemerintah gagal dalam memerangi kemiskinan," ujar Setyo.
Menurut Setyo, lemahnya akses atau pengucilan sosial ekonomi menjadi penyebab sulitnya masyarakat bawah untuk berkembang. Penguatan ekonomi rakyat tanpa memperbaiki akses pada aset-aset produksi tidak akan membuat ekonomi beranjak terlalu jauh.
Pada kesempatan itu, peneliti Perkumpulan Prakarsa, Luhur Fajar Martha, juga mengungkapkan selain angka kemiskinan yang semakin meningkat, kesenjangan sosial juga semakin melebar.
"Penguasa ekonomi kini makin terkonsentrasi pada kelompok superkaya yang jumlahnya sangat kecil," ujar Fajar.
Indikasi kesenjangan, antara lain terlihat dari data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Data LPS pada Juli 2011 menyebutkan jumlah dana pihak ketiga perbankan mencapai Rp2.400 triliun yang disimpan hampir 100 juta rekening nasabah. Namun, 40% atau sekitar Rp1.000 triliun dari jumlah tersebut dikuasai oleh 0,04% nasabah atau 40 ribu rekening.
Pemeringkatan Investasi
Sementara itu, ekonom Econit, Hendri Saparini, menilai wacana pemeringkatan investasi merupakan strategi instan. Menurut dia, yang harus dilakukan pemerintah adalah menyusun strategi industri komprehensif ketimbang sekadar memeringkat investasi.
Ia mencontohkan sektor pertambangan dan pertanian. Pemerintah semestinya membangun industri hilir yang mampu menyerap dan mengolah bahan mentah yang dihasilkan kedua sektor hingga menjadi barang jadi.
"Jadi bukan dengan rating, pemerintah harus punya strategi, tidak hanya dilihat manfaatnya saja. Tapi yang dibicarakan dalam invetasi adalah strategi industri yang komprehensif," kata dia. (MI/U-4)
Share this post
JAKARTA (Lampost): Jumlah penduduk miskin di Indonesia meningkat sekitar 2,7 juta orang dalam kurun dua tahun atau sejak 2008 hingga 2010.
===========
Pada 2008 jumlah penduduk miskin di Indonesia sebanyak 40,4 juta orang dan pada 2010 menjadi 43,1 juta orang.
Demikian data yang dikeluarkan Perkumpulan Prakarsa, Rabu (26-10), di Jakarta. Data tersebut berbanding terbalik dengan data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS).
BPS mencatat jumlah penduduk miskin di Indonesia justru turun sekitar empat juta orang sejak 2008 hingga 2010, atau dari 35 juta orang menjadi 31 juta orang. "Melihat data tersebut bisa dikatakan pemerintah melakukan kebohongan dalam data statistik," ujar Direktur Eksekutif Perkumpulan Prakarsa, Setyo Budiantoro.
Setyo melanjutkan Indonesia menjadi satu-satunya negara di Asia Tenggara yang kemiskinannya meningkat. Bahkan, Indonesia dalam hal mengurangi angka kemiskinan, lebih buruk ketimbang Laos dan Kamboja. "Ini menunjukkan pemerintah gagal dalam memerangi kemiskinan," ujar Setyo.
Menurut Setyo, lemahnya akses atau pengucilan sosial ekonomi menjadi penyebab sulitnya masyarakat bawah untuk berkembang. Penguatan ekonomi rakyat tanpa memperbaiki akses pada aset-aset produksi tidak akan membuat ekonomi beranjak terlalu jauh.
Pada kesempatan itu, peneliti Perkumpulan Prakarsa, Luhur Fajar Martha, juga mengungkapkan selain angka kemiskinan yang semakin meningkat, kesenjangan sosial juga semakin melebar.
"Penguasa ekonomi kini makin terkonsentrasi pada kelompok superkaya yang jumlahnya sangat kecil," ujar Fajar.
Indikasi kesenjangan, antara lain terlihat dari data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Data LPS pada Juli 2011 menyebutkan jumlah dana pihak ketiga perbankan mencapai Rp2.400 triliun yang disimpan hampir 100 juta rekening nasabah. Namun, 40% atau sekitar Rp1.000 triliun dari jumlah tersebut dikuasai oleh 0,04% nasabah atau 40 ribu rekening.
Pemeringkatan Investasi
Sementara itu, ekonom Econit, Hendri Saparini, menilai wacana pemeringkatan investasi merupakan strategi instan. Menurut dia, yang harus dilakukan pemerintah adalah menyusun strategi industri komprehensif ketimbang sekadar memeringkat investasi.
Ia mencontohkan sektor pertambangan dan pertanian. Pemerintah semestinya membangun industri hilir yang mampu menyerap dan mengolah bahan mentah yang dihasilkan kedua sektor hingga menjadi barang jadi.
"Jadi bukan dengan rating, pemerintah harus punya strategi, tidak hanya dilihat manfaatnya saja. Tapi yang dibicarakan dalam invetasi adalah strategi industri yang komprehensif," kata dia. (MI/U-4)
Share this post
Lahan Kota Baru Habiskan Rp6,5 M
BANDAR LAMPUNG (Lampost): Pemerintah Provinsi Lampung mengalokasikan dana Rp6,5 miliar untuk pembebasan lahan kota baru. Dana tersebut sebagai tali asih lahan seluas 1.300 hektare (ha) di Desa Purwotani, Jatiagung, Lampung Selatan.
Pembebasan ditargetkan selesai tahun ini. Kepala Biro Aset dan Perlengkapan Sekprov Lampung Ali Subaidi mengatakan 1 ha lahan garapan diberikan tali asih senilai Rp5 juta. Setelah masalah selesai, tahun depan Pemerintah Provinsi (Pemprov) berencana mulai membangun fisik seperti pusat pemerintahan dan badan jalan.
Gubernur Lampung Sjachroedin Z.P. menggandeng sejumlah investor untuk mewujudkan kota baru tersebut. Pemberian gelar adat kepada Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie (Ical) yang juga bos Bakrie Group, Senin (24-10), merupakan upaya menarik pengusaha asal Lampung itu menggarap kota baru.
"Kami tawarkan kepada investor yang mau terlibat. Khusus Bakrie Group, Pak Ical mempersilakan kami mengajukan proposal dan segera kami siapkan. Mereka bisa mengkaji kemungkinan terlibat di mana. Masak kampung halaman sendiri tidak dibantu," kata Gubernur usai menerima kunjungan direksi PT Pelindo II di ruang kerjanya, Rabu (26-10).
Selain menawarkan kepada Ical, kota baru bisa dibangun bersama beberapa investor. Menurut Sjachroedin, pusat bisnis di kota baru direncanakan terdiri dari berbagai kawasan, seperti kawasan pertokoan, kawasan wisata dan kuliner, kawasan pendidikan, dan kawasan permukiman. Saat ini masterplan pusat pemerintahan seluas 350 ha kota baru digarap PT Gubah Laras.
Masterplan pusat bisnis seluas 1.000 ha juga dirampungkan calon investor asal Malaysia, yakni PT Great Colour Investment Limited (GCI-L). Bahkan, GCI-L tengah menyusun detail engineering desain (DED) pembangunan di pusat bisnis.
Lahan Pengganti
Pada APBD 2011 dan APBD Perubahan 2011, Pemprov mengucurkan anggaran Rp20 miliar untuk kota baru yang terbagi untuk pembangunan jalan di sekitar kawasan pusat pemerintahan senilai Rp15 miliar dan untuk pembangunan jalan penghubung dari Bandar Lampung ke kawasan kota baru Rp5 miliar.
Hingga kini persoalan lahan kota baru masih diributkan Gerakan Petani Lampung dan Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND). Pasalnya, lahan lokasi kota baru dipakai untuk Gerakan Lampung Menghijau yang ditanami masyarakat selama bertahun-tahun.
Uang tali asih senilai Rp5 juta/hektare, menurut Ketua LMND Lampung Selatan Ahmad Jaylani, tidak cukup untuk mengganti tanaman petani. Hal ini diperkuat keluarnya surat perintah penghentian sementara pembangunan kota baru dari Menteri Kehutanan sampai ada kesepatan soal pergantian lahan.
Mengenai hal ini, Asisten II Sekprov Lampung Arinal Djunaidi mengatakan Pemprov memiliki lahan pengganti. "Bisa di mana saja. Tetapi untuk menghindari banyaknya kepentingan masuk, lahan pengganti itu belum bisa kami sampaikan," kata dia.
Menurut Arinal, tidak lama lagi tim dari pusat turun untuk meninjau lokasi lahan yang dibebaskan dan pengganti. Setelah semua proses lahan selesai, bagian-bagian proyek kota baru ditenderkan atau dilakukan penunjukan langsung. (LIN/WAH/TOR/U-1)
Friday, October 21, 2011
Pasangan Yudanegara-Putri Bungsu Sultan Jogja setelah Sehari Menikah
Pernikahan GKR Bendara, putri bungsu Sultan Hamengku Buwono X, dengan KPH Yudanegara Selasa lalu (18/10) telah menyita perhatian publik di negeri ini. Kemarin, usai prosesi pamitan, pasangan pengantin baru itu membeber rencananya pasca menikah di depan wartawan.
OLEG WIDOYOKO, Jogja
PERTANYAAN pertama yang dilontarkan wartawan kepada pasangan KPH Yudanegara-GKR Bendara: Ke mana mereka akan berbulan madu? Ternyata ada dua alternatif lokasi yang sudah mereka pilih. Yakni, Bangka Belitung dan Lombok.
"Sebagian besar teman saya menyarankan Lombok. Kata mereka pantainya sangat bagus dan cocok untuk kami," kata Achmad Ubaidillah, 30, nama asli KPH Yudanegara, kepada wartawan setelah mengikuti prosesi pamitan di Gedhong Keraton Jogjakarta kemarin (19/10).
Ketika ditanya soal momongan, pasangan yang telah berpacaran 4,5 tahun itu kompak menjawab dua anak cukup, seperti slogan keluarga berencana. "Laki-laki perempuan, sama saja," kata Nurastuti Wijareni, 30, nama asli GKR Bendara, sambil menggelayut manja di pundak suami.
Jeng Reni, panggilan akrab GKR Bendara, mengatakan, dirinya akan tetap meneruskan studi lebih tinggi. Rencananya, mulai Desember tahun ini peraih Bachelor of Art bidang hospitality itu mengambil program master di salah satu perguruan tinggi di Inggris. Lalu, suaminya akan menyusul Mei tahun depan mengambil jenjang S-3 jika mendapat izin dari kantornya.
Menurut ibunda Jeng Reni, GKR Hemas, pilihan untuk meneruskan S-2 sudah lama dipikirkan oleh putri bungsunya itu. Meski begitu, dia belum tahu persis universitas apa yang dipilih Jeng Reni.
Bagi Hemas, putri bungsunya sudah terbiasa hidup mandiri di negeri orang. Karena itu, dia yakin putrinya lancar menempuh pendidikan lebih lanjut. Apalagi, saat ini dia sudah lebih mandiri dan berstatus sebagai istri.
Dalam acara pamitan yang dihadiri keluarga besar pengantin laki-laki dan perempuan itu, Sultan Hamengku Buwono (HB) X memberikan nasihat kepada pasangan suami istri baru itu agar menjaga keharmonisan rumah tangga.
"Sebagai orang tua, kami telah melakukan kewajiban menikahkan kamu berdua. Dengan harapan kamu mendapat kebahagiaan lahir batin. Segala dinamika dalam berkeluarga harus kamu jalani dengan sadar dengan saling menghargai dan membangun dialog yang baik," ujar HB X dalam bahasa Indonesia.
Sultan sengaja memberikan pesan dalam bahasa Indonesia agar menantu dan besannya yang kurang memahami bahasa Jawa tidak perlu penerjemah lagi. "Pakai bahasa Indonesia saja agar tidak perlu diterjemahkan lagi," tambah Sultan.
Sebelum prosesi dimulai, GBPH Prabukusumo diutus Sultan menjemput Yudanegara dan rombongan di Kompleks Kasatriyan. Setelah diizinkan, kedua pasangan diikuti rombongan beranjak dari Bangsal Kasatriyan untuk menemui Sultan dan keluarga besarnya.
Terlihat wajah Yudanegara dan Bendara sangat segar meski sehari sebelumnya menyalami sekitar 4.000 tamu dalam upacara panggih dan resepsi. Saat itu Yudanegara memakai pakaian atela putih dengan blangkon, sedangkan Bendara berkebaya singkep merah muda. Mereka sempat melempar senyum dan melambaikan tangan kepada wartawan. Sampai di gedung Jene, mereka langsung duduk bersila menghadap Sultan dan GKR Hemas.
Sultan HB X yang menggunakan pakaian takwa bermotif bunga warna biru juga berpesan agar pengantin baru bisa membina bahtera rumah tangga dengan baik. Keterbukaan dan komunikasi harus dibangun untuk mencapai kebahagiaan lahir dan batin. Kekurangan yang ada pada masing-masing harus menjadi perekat hubungan.
Untuk membina keluarga yang harmonis harus bisa saling menjaga, menghormati, dan menghargai satu sama lain. "Menikahkan adalah kewajiban orang tua. Toh kalian juga memilih sendiri, tidak dijodohkan," ujar Sultan.
Ayah lima putri itu berpesar agar dinamika rumah tangga tidak membuat keduanya mudah emosi, apalagi menguasai satu sama lain. Perbedaan cara pandang merupakan hal lumrah dalam berumah tangga, namun harus diimbangi dengan keterbukaan dan kejujuran. "Kalian harus bisa menjaga integritas diri dan keluarga," jelasnya.
Sultan juga melontarkan falsafah Jawa bahwa kehilangan harta dan kekayaan tidak akan menghilangkan apa pun. Kematian hanya menghilangkan setengah dari yang dimiliki. Tetapi, kehilangan harga diri sama dengan kehilangan segala-galanya. Kehormatan diri sangat dipertaruhkan dalam kehidupan berumah tangga. "Perlu adanya integritas menjaga kehormatan dengan saling melindungi dan mengayomi," kata Sultan.
Sementara itu, ibunda Yudanegara, Hj Nurbaiti Helmi, berpesan agar pernikahan tersebut menjadi yang pertama dan terakhir untuk Ubai. "Nikah hanya sekali seumur hidup," ujar perempuan yang mengaku tidak pernah mimpi menjadi besan HB X itu. Menurut rencana, keluarga Yudanegara menggelar ngundhuh mantu di Jakarta pada 27 November mendatang. (tya/jpnn/c2/kum)
Thursday, October 20, 2011
Plangkahan Awali Prosesi Pernikahan Putri Sultan Hamengku Buwono X
Penasaran Mempelai Pria, Warga Menunggu di Regol Magangan
Putri bungsu Sri Sultan Hamengku Buwono X, GKR Bendara (kedua kiri) menyerahkan plangkah kepada kakak keempatnya GRAj Nur Abra Juwita (kanan) sebagai simbol meminta izin untuk menikah terlebih dahulu, di Keraton Kilen, Kompleks Keraton Jogjakarta, Jogjakarta, Minggu (16/10). Foto : Guntur Aga Tirtana/Radar Jogja/JPNN
Rangkaian prosesi pernikahan putri bungsu Sri Sultan Hamengku Buwono X GKR Bendara dimulai kemarin. Prosesi pertama adalah plangkahan dan ngabekten.
OLEG WIDOYOKO, Jogjakarta
UPACARA plangkahan dimulai sekitar pukul 09.30 WIB di Keraton Kilen. Lima putri Sultan HB X, GKR Pembayun, GKR Condrokirono, GKR Maduretno, GRAj Nurabra Juwita, dan GKR Bendoro, hadir terlebih dahulu. Dengan kebaya warna sama, mereka tiba di Keraton Kilen bersama istri-istri pengageng keraton.
Beberapa saat kemudian Sri Sultan HB X dan permaisuri GKR Hemas tiba dan memerintah calon pengantin putri menyerahkan uba rampe plangkahan kepada GRAj Nurabra Juwita. Plangkahan merupakan simbol kerelaan kakak yang akan dilewati adiknya yang bakal menikah terlebih dahulu. Di antara lima putri Sri Sultan, Nurabra Juwita dan Nurastuti Wijareni atau Jeng Reni (kini bergelar GKR Bendara) yang belum menikah. Nurabra adalah putri keempat, sedangkan Reni kelima.
Putri sulung GKR Pembayun menikah dengan KPH Wironegoro, GKR Condrokirono menikahi KRT Suryokusumo, dan GKR Maduretno menikah dengan KRT Purboningrat. Selasa besok, GKR Bendara akan menikah dengan KPH Yudanegara yang memiliki nama asli Achmad Ubaidillah.
Dalam uba rampe yang dibawa dengan menggunakan dua nampan dan satu bokor kuningan itu, terdapat pakaian sak pengadeg (bawahan hingga atasan), sepatu, tas, dan dompet. Selain itu, diserahkan satu paket pisang sanggan yang terdiri atas pisang raja dua tangkeb, suruh ayu, gambir, kembang telon, dan benang lawe.
Setelah penyerahan yang disaksikan langsung oleh Sri Sultan HB X, GKR Pembayun selaku cepeng damel keputren (koordinator Keputren) memberikan aba-aba agar GKR Bendara melakukan prosesi ngabekten (menyembah dan meminta restu) kepada Sri Sultan HB X dan Ratu Hemas. Dalam prosesi itu, GKR Bendara atau yang akrab disapa Jeng Reni melakukan laku ndhodhok (jalan jongkok) di atas karpet bertabur bunga melati untuk mencium lutut Sri Sultan, ayahnya. Hingga prosesi berakhir, Sri Sultan yang mengenakan surjan oranye-kuning tidak melontarkan sepatah kata pun.
Setelah upacara ngabekten, GKR Pembayun meminta pendamping calon pengantin putri BRAy Suryadiningrat dan BRAy Suryamentaram membawa putri dari Keraton Kilen ke Keputren. Setelah memasuki kompleks Keputren, GKR Bendara bersama GKR Hemas dan sesepuh keraton lain melakukan transit di Bangsal Sekarkedhaton.
Sedangkan calon pengantin pria menjalani prosesi nyantri setelah dijemput dari Dalem Mangkubumen menuju Bangsal Ksatriyan. Penjemputan dilakukan KRT Jatiningrat dan KRT Yudahadiningrat. Perjalanan dari Mangkubumen menuju regol Magangan menggunakan tiga kereta. Yaitu, Kyai Kuthakaraharja yang dinaiki Jatiningrat dan Yudahadiningrat, Puspaka Manik yang digunakan pengantin pria, dan Kyai Kus Gading dinaiki keluarga pengantin laki-laki.
Di Regol Magangan, ratusan warga Jogjakarta sudah menunggu. Warga yang rata-rata bermukim di sekitar keraton mengetahui pengantin pria akan tiba di situ sekitar pukul 11.00 dari pemberitaan media massa. "Mumpung liburan, sekalian melihat ke sini. Kepengin lihat Mas Ubai (panggilan KPH Yudanegara, Red) langsung," ujar Lutfhi Hasan, warga Pugeran yang datang bersama istri dan anaknya.
Setelah tiba di Magangan, Yudanegara yang juga Kasubid Komunikasi Politik Bidang Media Cetak Setwapres diantar menghadap KGPH Hadiwinoto selaku cepeng damel Ksatriyan di Bangsal Ksatriyan. Ubai dan keluarga beristirahat di Gedhong Srikaton dan kembali ke Ksatriyan untuk meneruskan prosesi nyantri.
Menurut GBPH Prabukusumo, tradisi nyantri dilakukan untuk semua calon mantu keraton, baik perempuan maupun laki-laki, sebagai sarana pengenalan kepada anggota keluarga keraton. Dahulu prosesi tersebut dilakukan selama 40 hari menjelang menikah, berbarengan dengan prosesi pingitan.
Namun, karena perkembangan zaman, sekarang dilakukan secukupnya, menjelang hari H pernikahan sebagai simbol adaptasi di lingkungan keraton. "Tujuannya, pengenalan kepada anggota keluarga keraton untuk mengakrabkan supaya keraton bisa mengenali calon mantu," ujar Prabukusumo di Bangsal Ksatriyan.
Sebelumnya, Nurabra Juwita mengatakan tidak meminta barang istimewa. Sebagian barang merupakan pilihan Jeng Reni dan Ubai serta orang tuanya. Meski begitu, ada juga yang dia pilih sendiri. "Tapi, gak ditentuin kok harus merek apa atau gimana," ujar Jeng Abra ?panggilan Nurabra Juwita.
Dia tidak mempermasalahkan adiknya menikah terlebih dahulu. Putri keempat Sri Sultan yang lahir 24 Desember 1983 itu juga menyatakan merestui pernikahan adiknya dan tidak meminta permohonan khusus. Meski demikian, Jeng Abra tetap harus menjalani upacara plangkahan sebagai ritual di keraton.
"Jodoh orang kan masing-masing, bukan kita yang ngatur. Kerena itu, bagi saya, tidak masalah adik saya duluan menikah. Saya ingin berkarir dulu," tutur Jeng Abra yang berkarir di Jakarta bidang IT.
Jeng Abra menuturkan, sebelum dilamar, adiknya melakukan pembicaraan pribadi dengan dirinya. Jeng Reni sempat menyatakan rasa sungkan karena harus menikah terlebih dahulu. Namun, sebagai kakak, dia justru tidak mempermasalahkan itu.
"Sebelumnya memang sempat ada pembicaraan tentang persoalan ini. Sebab, jika Reni menikah, berarti tinggal saya yang belum. Sebenarnya dia agak berat, tetapi saya mendorong. Ya memang melangkahi. Tapi, saya tidak masalah karena jodoh orang sendiri-sendiri," tuturnya.
Dia berpesan agar setelah menikah, Jeng Reni maupun Ubai tidak melupakan keluarga. "Saya tidak bisa memberikan pesan khusus. Kurang lebih sama dengan semua orang, yakni agar semua berjalan baik. Saya hanya mendoakan agar mereka bahagia dan paling penting adalah tidak melupakan keluarga," tandas Jeng Abra. (leg/tya/jpnn/c4/nw)
Putri bungsu Sri Sultan Hamengku Buwono X, GKR Bendara (kedua kiri) menyerahkan plangkah kepada kakak keempatnya GRAj Nur Abra Juwita (kanan) sebagai simbol meminta izin untuk menikah terlebih dahulu, di Keraton Kilen, Kompleks Keraton Jogjakarta, Jogjakarta, Minggu (16/10). Foto : Guntur Aga Tirtana/Radar Jogja/JPNN
Rangkaian prosesi pernikahan putri bungsu Sri Sultan Hamengku Buwono X GKR Bendara dimulai kemarin. Prosesi pertama adalah plangkahan dan ngabekten.
OLEG WIDOYOKO, Jogjakarta
UPACARA plangkahan dimulai sekitar pukul 09.30 WIB di Keraton Kilen. Lima putri Sultan HB X, GKR Pembayun, GKR Condrokirono, GKR Maduretno, GRAj Nurabra Juwita, dan GKR Bendoro, hadir terlebih dahulu. Dengan kebaya warna sama, mereka tiba di Keraton Kilen bersama istri-istri pengageng keraton.
Beberapa saat kemudian Sri Sultan HB X dan permaisuri GKR Hemas tiba dan memerintah calon pengantin putri menyerahkan uba rampe plangkahan kepada GRAj Nurabra Juwita. Plangkahan merupakan simbol kerelaan kakak yang akan dilewati adiknya yang bakal menikah terlebih dahulu. Di antara lima putri Sri Sultan, Nurabra Juwita dan Nurastuti Wijareni atau Jeng Reni (kini bergelar GKR Bendara) yang belum menikah. Nurabra adalah putri keempat, sedangkan Reni kelima.
Putri sulung GKR Pembayun menikah dengan KPH Wironegoro, GKR Condrokirono menikahi KRT Suryokusumo, dan GKR Maduretno menikah dengan KRT Purboningrat. Selasa besok, GKR Bendara akan menikah dengan KPH Yudanegara yang memiliki nama asli Achmad Ubaidillah.
Dalam uba rampe yang dibawa dengan menggunakan dua nampan dan satu bokor kuningan itu, terdapat pakaian sak pengadeg (bawahan hingga atasan), sepatu, tas, dan dompet. Selain itu, diserahkan satu paket pisang sanggan yang terdiri atas pisang raja dua tangkeb, suruh ayu, gambir, kembang telon, dan benang lawe.
Setelah penyerahan yang disaksikan langsung oleh Sri Sultan HB X, GKR Pembayun selaku cepeng damel keputren (koordinator Keputren) memberikan aba-aba agar GKR Bendara melakukan prosesi ngabekten (menyembah dan meminta restu) kepada Sri Sultan HB X dan Ratu Hemas. Dalam prosesi itu, GKR Bendara atau yang akrab disapa Jeng Reni melakukan laku ndhodhok (jalan jongkok) di atas karpet bertabur bunga melati untuk mencium lutut Sri Sultan, ayahnya. Hingga prosesi berakhir, Sri Sultan yang mengenakan surjan oranye-kuning tidak melontarkan sepatah kata pun.
Setelah upacara ngabekten, GKR Pembayun meminta pendamping calon pengantin putri BRAy Suryadiningrat dan BRAy Suryamentaram membawa putri dari Keraton Kilen ke Keputren. Setelah memasuki kompleks Keputren, GKR Bendara bersama GKR Hemas dan sesepuh keraton lain melakukan transit di Bangsal Sekarkedhaton.
Sedangkan calon pengantin pria menjalani prosesi nyantri setelah dijemput dari Dalem Mangkubumen menuju Bangsal Ksatriyan. Penjemputan dilakukan KRT Jatiningrat dan KRT Yudahadiningrat. Perjalanan dari Mangkubumen menuju regol Magangan menggunakan tiga kereta. Yaitu, Kyai Kuthakaraharja yang dinaiki Jatiningrat dan Yudahadiningrat, Puspaka Manik yang digunakan pengantin pria, dan Kyai Kus Gading dinaiki keluarga pengantin laki-laki.
Di Regol Magangan, ratusan warga Jogjakarta sudah menunggu. Warga yang rata-rata bermukim di sekitar keraton mengetahui pengantin pria akan tiba di situ sekitar pukul 11.00 dari pemberitaan media massa. "Mumpung liburan, sekalian melihat ke sini. Kepengin lihat Mas Ubai (panggilan KPH Yudanegara, Red) langsung," ujar Lutfhi Hasan, warga Pugeran yang datang bersama istri dan anaknya.
Setelah tiba di Magangan, Yudanegara yang juga Kasubid Komunikasi Politik Bidang Media Cetak Setwapres diantar menghadap KGPH Hadiwinoto selaku cepeng damel Ksatriyan di Bangsal Ksatriyan. Ubai dan keluarga beristirahat di Gedhong Srikaton dan kembali ke Ksatriyan untuk meneruskan prosesi nyantri.
Menurut GBPH Prabukusumo, tradisi nyantri dilakukan untuk semua calon mantu keraton, baik perempuan maupun laki-laki, sebagai sarana pengenalan kepada anggota keluarga keraton. Dahulu prosesi tersebut dilakukan selama 40 hari menjelang menikah, berbarengan dengan prosesi pingitan.
Namun, karena perkembangan zaman, sekarang dilakukan secukupnya, menjelang hari H pernikahan sebagai simbol adaptasi di lingkungan keraton. "Tujuannya, pengenalan kepada anggota keluarga keraton untuk mengakrabkan supaya keraton bisa mengenali calon mantu," ujar Prabukusumo di Bangsal Ksatriyan.
Sebelumnya, Nurabra Juwita mengatakan tidak meminta barang istimewa. Sebagian barang merupakan pilihan Jeng Reni dan Ubai serta orang tuanya. Meski begitu, ada juga yang dia pilih sendiri. "Tapi, gak ditentuin kok harus merek apa atau gimana," ujar Jeng Abra ?panggilan Nurabra Juwita.
Dia tidak mempermasalahkan adiknya menikah terlebih dahulu. Putri keempat Sri Sultan yang lahir 24 Desember 1983 itu juga menyatakan merestui pernikahan adiknya dan tidak meminta permohonan khusus. Meski demikian, Jeng Abra tetap harus menjalani upacara plangkahan sebagai ritual di keraton.
"Jodoh orang kan masing-masing, bukan kita yang ngatur. Kerena itu, bagi saya, tidak masalah adik saya duluan menikah. Saya ingin berkarir dulu," tutur Jeng Abra yang berkarir di Jakarta bidang IT.
Jeng Abra menuturkan, sebelum dilamar, adiknya melakukan pembicaraan pribadi dengan dirinya. Jeng Reni sempat menyatakan rasa sungkan karena harus menikah terlebih dahulu. Namun, sebagai kakak, dia justru tidak mempermasalahkan itu.
"Sebelumnya memang sempat ada pembicaraan tentang persoalan ini. Sebab, jika Reni menikah, berarti tinggal saya yang belum. Sebenarnya dia agak berat, tetapi saya mendorong. Ya memang melangkahi. Tapi, saya tidak masalah karena jodoh orang sendiri-sendiri," tuturnya.
Dia berpesan agar setelah menikah, Jeng Reni maupun Ubai tidak melupakan keluarga. "Saya tidak bisa memberikan pesan khusus. Kurang lebih sama dengan semua orang, yakni agar semua berjalan baik. Saya hanya mendoakan agar mereka bahagia dan paling penting adalah tidak melupakan keluarga," tandas Jeng Abra. (leg/tya/jpnn/c4/nw)
40 Raja Hadiri Pernikahan Keraton Jogja
JOGJAKARTA I SURYA Online - Puncak pesta pernikahan GKR Bendara dan KPH Yudanegara berlangsung sangat meriah di Bangsal Kencana, Keraton Jogjakarta, Selasa (18/10/2011). Puluhan petinggi negara, termasuk Presiden dan Wapres, 40 raja, dan ratusan pejabat hadir.
Segenap warga Jogjakarta tak ketinggalan menyaksikan pesta keraton itu, baik dengan memadati jalan-jalan yang dilalui prosesi, maupun menonton secara kolektif atau pribadi melalui layar televisi. Mereka semua turut merasakan kebahagiaan keluarga Sultan Hamengku Buwono X.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hadir di Bangsal Kencana sekitar pukul 09.50 WIB. Ia disambut Sri Sultan Hamengku Buwono X dan GKR Hemas diiringi alunan gending Monggang (gending khusus untuk tamu istimewa keraton). Presiden yang mengenakan jas dan dasi oranye dan Ibu Ani berkebaya oranye itu menghadiri upacara “panggih” (temu) pengantin.
Sebelumnya, Wapres Boediono bersama Ibu Herawati tiba pukul 09.40 WIB. RI-2 ini mengenakan jas berdasi biru, sedangkan sang istri berkebaya. Mereka juga disambut Sultan yang bersurjan motif kembang warna-warni dan GKR Hemas berkebaya oranye.
Prosesi “pangih” diawali dengan tari “edan-edanan” yang dibawakan tiga penari sebagai simbol tolak bala. Ini diiringi rombongan abdi dalem Keparak yang membawa kembar mayang dan pisang sanggan.
Selanjutnya, pengantin pria didampingi GBPH Suryodiningrat dan GBPH Suryomentaram datang di Bangsal Kencana dari Kasatriyan. Mereka diiringi KGPH Hadiwinoto, GBPH Prabukusumo, dan GBPH Yudhaningrat. KPH Yudanegara yang berbusana Paes Ageng dengan kuluk (topi) putih ini bersama para pendamping berdiri di emper Bangsal Kencana menunggu kehadiran pengantin putri GKR Bendara dari Sekar Kedhaton.
Beberapa saat kemudian pengantin putri yang berbusana Paes Ageng dengan sanggul dihias untaian melati dan bunga hadir didampingi BRAy Suryodiningrat dan BRAy Suryomentaram diiringi GKR Pembayun, GKR Condro Kirono, GKR Maduretno, dan GRAj Nur Abra Juwita.
Upacara “panggih” dimulai dengan lempar sirih. Pengantin putra dan putri saling melempar sirih sebagai simbol bersatunya hati. Prosesi dilanjutkan dengan pengantin putri membasuh kaki pengantin putra sebagai simbol kesetiaan seorang istri kepada suami.
Berikutnya adalah prosesi “pondongan”. Pengantin putra dibantu GBPH Suryodonindrat “memondong” pengantin putri sebagai wujud tanggung jawab suami kepada istri. Pasangan pengantin ini kemudian berjalan menuju pelaminan di Tratag Bangsal Prabayeksa diiringi Sultan dan GKR Hemas serta orang tua KPH Yudanegara untuk menerima ucapan selamat dari para tamu.
Presiden SBY dan Ibu Ani Yudhoyono yang pertama kali memberikan ucapan selamat kepada pengantin dan orang tuanya, dilanjutkan dengan foto bersama. Selanjutnya, Presiden SBY dan Ibu Ani meninggalkan keraton. Ucapan selamat selanjutnya disampaikan Wapres Boediono dan Ibu Herawati.
Bangsal Kencana yang digunakan untuk proses “panggih” tampak semarak dengan berbagai hiasan kain berwarna oranye, merah, dan putih serta janur hias di sejumlah sudut. Suasana bertambah semarak dan meriah dengan alunan gending dari gamelan yang ditabuh para wiyaga.
Selain Presiden dan Wapres, juga tampak hadir 20 menteri, 10 duta besar, mantan Wapres HM Jusuf Kalla, mantan Wapres Hamzah Haz, istri mantan Presiden Gus Dur Ny Sinta Nuriyah, Ketua DPR Marzuki Alie, sejumlah menteri, mantan menteri, anggota MPR, DPR, dan DPD.
Setelah “panggih”, prosesi pernikahan GKR Bendara dengan KPH Yudanegara dilanjutkan dengan kirab pengantin dan resepsi pernikahan di Kepatihan. Resepsi berlangsung meriah, apalagi di tengah tamu undangan, hadir sedikitnya 40 raja dari kerajaan-kerajaan Nusantara.
Koordinator Panitia Pernikahan KRT Yudahadiningrat mengatakan, yang hadir, antara lain, Raja Siak, Raja Kasunanan Cirebon, Raja Kasunanan Mangkunegaran, Raja Lombok, dan Raja Ternate bersama rombongan. Mereka melengkapi sekitar 2.515 undangan. Sebanyak 1.015 undangan mengikuti prosesi “panggih” di Bangsal Kencono dan sisanya hadir pada resepsi di Kepatihan.
Sebelum “panggih” dan resepsi kedua mempelai lebih dulu dikirab. Warga dan wisatawan menyaksikan arak-arakan pengantin di sepanjang Jalan Malioboro yang sudah dihias dengan 100 penjor janur kuning. Mempelai diarak dengan kereta Kyai Jong Wiyat, kereta tua peninggalan Sultan Hamengku Buwono VII 1881. Kereta itu berbentuk terbuka, sehingga pengantin bisa dilihat langsung oleh publik.
Indahnya Prosesi Pernikahan Kraton
VIVAnews - Prosesi pernikahan memang selalu menarik untuk disimak. Apalagi, pernikahan kerajaan yang digelar Keraton Yogyakarta. Berbagai upacara tradisional digelar menjelang akad nikah antara Kanjeng Pangeran Haryo Yudanegoro dan Gusti Kanjeng Ratu Bendara yang dilangsungkan hari ini, 18 Oktober 2011, di masjid Panepen Keraton Yogyakarta.
Pada 16 Oktober lalu, Pangeran Haryo menjalani tradisi nyantri. Dalam prosesi ini, ia dijemput oleh utusan Dalem Kraton dengan kereta kuda. Ia dijemput oleh Kanjeng Raden Temenggung (KRT) Jatiningrat atau Romo Tirun, KRT Hadiningrat, KRT Pujaningrat dan KRT Yudo Hadiningrat. Lihat foto prosesinya di sini.
Lalu, pada Senin, 17 Oktober kemarin, Pangeran Haryo dan GKR Bendara menjalani upacara siraman. Ritual ini digelar di dua tempat berbeda. Untuk mempelai pria, siraman digelar di bangsal Kesatrian. Sementara, siraman mempelai putri dilakukan Bangsal Sekar Kedhaton Kaputren.
Gusti Kanjeng Ratu Hemas sendiri, yang memimpin upacara ini. Siraman yang dalam bahasa Jawa berasal dari kata siram, berarti mandi, merupakan prosesi penuh makna dan penuh rasa haru.
Upacara ini dilakukan, dengan tujuan agar calon pengantin membersihkan diri, dan dalam keadaan suci dan murni, saat memasuki gerbang pernikahan. Anda bisa melihat sakral dan indahnya upacara siraman Pangeran Haryo Yudanegoro dan Gusti Kanjeng Ratu Bendara di sini.
Lalu, pada malam harinya, GKR Bendara menjalani prosesi malam Midodareni di Bangsal Sekar Kedaton, Keraton Yogyakarta. Ini merupakan malam terakhir masa lajang putri yang hanya ditemani saudara dan kerabat perempuannya menjelang hari pernikahan keesokan harinya. Intip cantiknya sang putri keraton saat Midodareni di sini.
• VIVAnews
Pernikahan Agung Keluarga Kesultanan Yogyakarta Hadiningrat Mengundang Perhatian Khalayak
Setelah prosesi panjang dan mengesankan selama tiga hari akhirnya puncak acara pernikahan agung Kesultanan Yogyakarta Hadiningrat berlangsung khidmat, lancar dan meriah, menarik perhatian khalayak. Gusti Raden Ajeng (GRAj) Nur Astuti Wijareni (putri bungsu Sultan Yogyakarta) dan Achmad Ubaidillah yang kini bergelar Kanjeng Pangeran, keduanya kini resmi dipersatukan dalam ikatan suci pernikahan.
Puncak acara dilangsungkan pada 18 Oktober dengan beberapa rangkaian acara. Dimulai dengan ijab qabul di Masjid Penenpen Keraton Yogyakarta sekitar pukul 07.30 pagi, akhirnya calon pengantin pria, Yudhanegara, tiba di Bangsal Srimanganti untuk menunggu kedatangan Sultan Hamengku Buwono X. Setelahnya, pukul 10.00 WIB prosesi panggih dimulai dihadiri langsung oleh Presiden SBY yang duduk berdampingan dengan Sultan, Wakil Presiden Boediono, juga beberapa menteri, duta besar, dan pejabat negara. Akad nikah menggunakan bahasa Jawa dipimpin Kanjeng Raden Pengulu Dipodiningrat.
Prosesi tersebut berlangsung di Bangsal Kencono Kraton Yogyakarta, acara Panggih dimulai dengan tari edan-edanan sebagai penolak bala. Berikutnya, kedua mempelai menjalani sejumlah ritual termasuk pondhongan atau mengangkat tubuh pengantin puteri yang berasal dari keluarga bangsawan.
Di sekitar keraton, khususnya dari Jalan Keraton Yogyakarta hingga kawasan Jalan Malioboro, hadir ribuan warga Yogyakarta dan wisatawan dalam juga asing menyaksikan Kirab Temanten.
Sekitar pukul 16.00, Kirab Temanten pun dimulai. Kereta kereta kuda yang dinaiki kedua mempelai maupun kerabat keraton lainnya berangkat dari Keraton Yogyakarta menuju Bangsal Kepatihan, tempat digelarnya acara resepsi pernikahan.
Kirab dimulai dari Pintu Gerbang Keben. Gusti Kanjeng Ratu Bendoro dan suaminya menggunakan busana paes ageng warna hitam dengan motif bordir jangan menir warna emas. 5 kereta kuda digunakan dalam kirab tersebut, salah satunya kereta Kyai Jongwiyat yang ditunggangi kedua mempelai. Ribuan warga Yogyakarta dan wisatawan yang memadati sepanjang jalan antara Keraton dan Malioboro mengarak kedua memplai dalam suasana yang meriah dan membahagiakan.
Resepsi penikahan yang belangsung di Bangsal Kepatihan menampilkan Tari Bedoyo Manten. Tarian sakral karya Sri Sultan Hamengku Buwono IX tersebut hanya boleh digelar saat pernikahan putri raja. Tariannya dibawakan enam penari putri Keraton yang masih gadis menceritakan perjalanan hubungan pasangan kekasih sampai keduanya menjadi suami istri.
Tamu resepsi akan dibagi dua lokasi. Sekitar seribu orang hadir saat proses Panggih di Bangsal Kencono pada pagi hari, sekitar pukul 10.00 WIB atau selepas Ijab Qabul. Sedangkan sisanya hadir di Kepatihan pada petang hingga malam hari.
Ucapan selamat kepada keluarga Kesultanan Yogyakarta Hadiningrat dan pasangan mempelai datang dari berbagai pihak termasuk dari Presiden Amerika Serikat, Slovakia, serta dari perwakilan Sabah, Malaysia. Mereka menyampaikannya melalui email kepada Sultan.
Menurut Kepala Dinas Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Tabzir, berdasarkan laporan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Yogyakarta, tingkat wisatawan yang mengginap di hotel-hotel meningkat dan sudah terjadi sejak sepekan menjelang pernikahan. Tingkat hunian hotel bahkan mencapai prestasi “full booked”. Wisman yang datang tersebut dari Eropa Barat dan Asia. Tidak hanya itu media asing pun tidak melewatkan kesempatan untuk meliput acara yang megah dan sakral ini.
Pernikahan Kerajaan Jogja Mengulang Tradisi Zaman HB VII
Pernikahan putri bungsu Sultan Hamengku Buwono X, Gusti Kanjeng Ratu Bendara atau Jeng Reni, pada 16-18 Oktober mendatang tampak istimewa dibanding pernikahan ketiga putri Sultan sebelumnya.
Pernikahan Jeng Reni dan Ubai, atau sapaan pengantin pria akan menggunakan tradisi pernikahan zaman Sultan Hamengku Buwono VII (1877-1920). Tradisi pernikahan zaman HB VII terletak pada prosesi menjelang resepsi. Pada hari ketiga hajatan atau 18 Oktober, kedua pengantin akan diarak dari Keraton Yogyakarta menuju Kepatihan (Komplek Kantor Gubernur) menggunakan kereta Kanjeng Kyai Jatayu. Inilah prosesi kirab kereta yang menjadi simbol mengenalkan kedua pengantin pada masyarakat Yogyakarta.
Kereta pengantin ini akan diiringi kereta lain yang membawa kerabat keraton dan prajurit keraton. Dan sesampainya di Kepatihan, pengantin akan disambut dengan tarian khas Jogja, tari Bedoyo Temanten dan Bedoyo Lawung Ageng. Saat proses kirab kereta ini berlangsung, Jalan Malioboro akan ditutup sementara. Namun begitu,seluruh masyarakat Yogyakarta diperbolehkan untuk melihat kedua pengantin. Prosesi kirab kereta ini sebelumnya tidak dilakukan oleh ketiga putri Sultan sebelumnya. Momen ini terbilang langka dan menjadi wujud pelestarian budaya Jogja. Tak hanya itu,moment ini diharapkan menjadi daya tarik wisatawan yang saat itu mengunjungi Jogja. Aura pernikahan kerajaan HB VII juga terlihat dari busana yang dikenakan pengantin. Pengantin menggunakan busana model HB VII dengan motif batik semen. Motif ini dirancang oleh perancang busana ternama, Afif Syakur, dan akan digunakan saat berdandan basahan atau paes ageng.
"Motif batik ini bercorak flora dan fauna yang menggambarkan makna seseorang yang berbudi mulia dan budi pekerti luhur. Motif semen juga bercerita tentang kehidupan manusia dari lahir hingga meninggal,"papar Afif di sela fitting baju pengantin di Keraton Kilen Yogyakarta, Kamis (13/10). Dirinya menambahkan, pengerjaan batik semen berwarna biru indigo dengan warna emas ini memerlukan waktu 9 bulan. Untuk pengantin putri ukuran kain mencapai 4,5 meter. Sementara itu, proses adat pernikahan Yogyakarta tetap dilakukan seperti sebelumnya. Diantaranya siraman, midodareni, plangkahan, ngabekten, ijab kabul, dan berbagai upacara adat lainnya.
Dalam prosesi ini, mempelai pria dijemput oleh utusan dalem Kraton dengan kereta kuda.
VIVAnews – Jelang akad nikah, pasangan “royal wedding” Kesultanan Yogyakarta harus menjalani sejumlah tradisi. Hari ini calon menantu Sultan Hamengku Buwono X, Pangeran Haryo Yudanegara atau Achmad Ubaidillah, menjalani tradisi nyantri.
Dalam tradisi nyantri, Ubay (panggilan Ubaidillah) akan menjalankan tradisi mondok. Tujuannya adalah untuk mengadaptasi dengan lingkungan Keluarga Kraton dan rumah.
Dalam prosesi ini, Ubay pun dijemput oleh utusan dalem Kraton dengan kereta kuda. Calon mempelai pria itu menempuh perjalanan dengan kereta kuda dari Dalem Mangkubumen menuju Kesatrian Magangan Kraton.
Tiga Kereta Kuda menjemput mempelai pria yang didampingi oleh utusan Dalem Kraton, Kanjeng Raden Temenggung (KRT) Jatiningrat atau Romo Tirun, KRT Hadiningrat, KRT Pujaningrat dan KRT Yudo Hadiningrat.
Seperti apa kemeriahan “royal wedding” ala Kesultanan Yogyakarta? Lihat sejumlah fotonya dalam galeri di tautan ini.
Calon Menantu Sultan: Keraton Yogya Demokratis & Kekeluargaan
Jakarta - Masuk menjadi bagian dari keluarga keraton tentu tidak mudah, terlebih bagi masyarakat biasa yang tidak punya embel-embel kebangsawanan. Namun, hal itu tidak berlaku bagi Achmad Ubaidillah, yang sebentar lagi menikahi putri Sri Sultan Hamengkubuwono X, Gusti Gusti Raden Ajeng (GRAj) Nurastuti Wijareni.
Memang, menurut pegawai Sekretriat Wakil Presiden (Setwapres) yang akrab disapa Ubai ini, dirinya sempat gugup ketika diperkenalkan Reni dengan keluarga keraton berikut adat-istiadat yang berlaku di dalam keraton. Apalagi, ia adalah satu-satunya calon menantu Sri Sultan yang berasal dari luar Jawa.
"Awalnya saya, waduh, yang saya lihat, kan, Jawa semua menantunya, Mas, sedangkan saya Sumatera. Tapi saya pikir, saya suka dengan Reni, saya cinta dengan Reni. Kalau kita sudah saling mencintai, semua itu bablas saja begitu, kan?" kata Ubai sambil tertawa saat berbincang-bicang dengan detikcom di Kantornya, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Jumat (27/5/2011) pekan lalu.
Menurut Ubai, semua ketakutannya hilang ketika mengetahui bahwa keluarga keraton ternyata sangat demokratis. Pemuda kelahiran Jakarta, 26 Oktober 1981, ini, memberi contoh, kedemokratisan keluarga Sri Sultan adalah ketika raja Jawa tersebut tidak memilih-milih latar belakang calon pendamping hidup bagi putri-putrinya.
"Kata Ngarso Dalem (Sri Sultan), 'Saya nggak memandang suku. Saya nggak memandang dari Papua, dari Kalimantan, terserah, asal anak saya senang, anak saya suka'. Nah, di situ saya merasa Sri Sultan bijaksana sekali," kata Ubai bercerita saat ia mengutarakan niat untuk melamar Reni pada tahun 2010 yang lalu di Kediaman Sultan, Jl Suwiryo, Menteng, Jakpus.
Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas pun, lanjut Ubai, juga mempunyai sikap yang sama dengan Sri Sultan pada waktu itu. Tanpa menanyakan macam-macam, GKR Hemas langsung menyetujui Reni dipinang oleh pemuda yang tidak mempunyai garis keturunan 'darah biru'.
"Pada waktu itu ada Kanjeng Ratu juga di Jakarta, saya bilang 'Saya sangat mencintai putrinya yang bungsu, Reni. Terus kanjeng ratu bilang 'Ya, sudah'. Kanjeng Ratu juga men-support malah. Maka ketemulah lamarannya kapan dan segala macem, yaitu bulan September 2010," tutur Ubai.
Selain demokratis, keramahan dan sifat kekeluargaan juga sangat kental di lingkungan keraton. Ubai mengaku banyak mendapat bantuan dari keluarga keraton untuk menyesuaikan dengan adat-istiadat yang berlaku di dalam keraton. Bahkan, di samping tentu saja Reni, GKR Hemas sendiri suka mengajarinya cara bertutur kata yang santun sesuai adat keraton.
"Kadang-kadang saya diajari Reni, kadang-kadang sama Kanjeng Ratu juga. Saya ngobrol kalau salah sama Kanjeng Ratu diperbaiki. Ya, apa ya, bagus lah buat pemula seperti saya," ungkap Ubai.
Sebagai orang dari luar keraton, Ubai merasa dirangkul oleh keluarga besar Sri Sultan. Hal itu membuatnya merasa nyaman menjalani hubungan dengan Reni selama 4 tahun ini. Ke depan, menjelang pesta penikahannya digelar, Ubai semakin tertantang untuk mendalami lebih jauh aturan-aturan keraton Yogyakarta.
"Itulah bagusnya keluarga keraton. Tidak pernah sombong, tidak pernah angkuh, dan merangkul sifatnya. Saya merasa nyaman, kekeluargaannya ada banget. Yang saya bayangkan itu sirna semua. Rasa takut ada, tapi setelah kita mendekat, sudah, cair suasananya," kata Ubai.
Pernikahan antara Reni dan Ubai akan digelar pada 16-19 Oktober 2011 mendatang di Keraton Yogyakarta. Sebelumnya, akan dilakukan upacara wisuda gelar calon pengantin pada 3 Juli di Bangsal Purworetno. Proses lamaran sendiri sudah dilangsungkan pada bulan September 2010 lalu. (Detik News)
Memang, menurut pegawai Sekretriat Wakil Presiden (Setwapres) yang akrab disapa Ubai ini, dirinya sempat gugup ketika diperkenalkan Reni dengan keluarga keraton berikut adat-istiadat yang berlaku di dalam keraton. Apalagi, ia adalah satu-satunya calon menantu Sri Sultan yang berasal dari luar Jawa.
"Awalnya saya, waduh, yang saya lihat, kan, Jawa semua menantunya, Mas, sedangkan saya Sumatera. Tapi saya pikir, saya suka dengan Reni, saya cinta dengan Reni. Kalau kita sudah saling mencintai, semua itu bablas saja begitu, kan?" kata Ubai sambil tertawa saat berbincang-bicang dengan detikcom di Kantornya, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Jumat (27/5/2011) pekan lalu.
Menurut Ubai, semua ketakutannya hilang ketika mengetahui bahwa keluarga keraton ternyata sangat demokratis. Pemuda kelahiran Jakarta, 26 Oktober 1981, ini, memberi contoh, kedemokratisan keluarga Sri Sultan adalah ketika raja Jawa tersebut tidak memilih-milih latar belakang calon pendamping hidup bagi putri-putrinya.
"Kata Ngarso Dalem (Sri Sultan), 'Saya nggak memandang suku. Saya nggak memandang dari Papua, dari Kalimantan, terserah, asal anak saya senang, anak saya suka'. Nah, di situ saya merasa Sri Sultan bijaksana sekali," kata Ubai bercerita saat ia mengutarakan niat untuk melamar Reni pada tahun 2010 yang lalu di Kediaman Sultan, Jl Suwiryo, Menteng, Jakpus.
Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas pun, lanjut Ubai, juga mempunyai sikap yang sama dengan Sri Sultan pada waktu itu. Tanpa menanyakan macam-macam, GKR Hemas langsung menyetujui Reni dipinang oleh pemuda yang tidak mempunyai garis keturunan 'darah biru'.
"Pada waktu itu ada Kanjeng Ratu juga di Jakarta, saya bilang 'Saya sangat mencintai putrinya yang bungsu, Reni. Terus kanjeng ratu bilang 'Ya, sudah'. Kanjeng Ratu juga men-support malah. Maka ketemulah lamarannya kapan dan segala macem, yaitu bulan September 2010," tutur Ubai.
Selain demokratis, keramahan dan sifat kekeluargaan juga sangat kental di lingkungan keraton. Ubai mengaku banyak mendapat bantuan dari keluarga keraton untuk menyesuaikan dengan adat-istiadat yang berlaku di dalam keraton. Bahkan, di samping tentu saja Reni, GKR Hemas sendiri suka mengajarinya cara bertutur kata yang santun sesuai adat keraton.
"Kadang-kadang saya diajari Reni, kadang-kadang sama Kanjeng Ratu juga. Saya ngobrol kalau salah sama Kanjeng Ratu diperbaiki. Ya, apa ya, bagus lah buat pemula seperti saya," ungkap Ubai.
Sebagai orang dari luar keraton, Ubai merasa dirangkul oleh keluarga besar Sri Sultan. Hal itu membuatnya merasa nyaman menjalani hubungan dengan Reni selama 4 tahun ini. Ke depan, menjelang pesta penikahannya digelar, Ubai semakin tertantang untuk mendalami lebih jauh aturan-aturan keraton Yogyakarta.
"Itulah bagusnya keluarga keraton. Tidak pernah sombong, tidak pernah angkuh, dan merangkul sifatnya. Saya merasa nyaman, kekeluargaannya ada banget. Yang saya bayangkan itu sirna semua. Rasa takut ada, tapi setelah kita mendekat, sudah, cair suasananya," kata Ubai.
Pernikahan antara Reni dan Ubai akan digelar pada 16-19 Oktober 2011 mendatang di Keraton Yogyakarta. Sebelumnya, akan dilakukan upacara wisuda gelar calon pengantin pada 3 Juli di Bangsal Purworetno. Proses lamaran sendiri sudah dilangsungkan pada bulan September 2010 lalu. (Detik News)
Sunday, October 16, 2011
Panitia Gelar Gladi Resik Penjemputan Pengantin Pria
Yogyakarta - Menjelang pelaksanaan pernikahan putri bungsu Sri Sultan Hamengku Buwono X, kesibukan panitia mulai terasa. Hari ini panitia melakukan gladi bersih penjemputan pengantin pria menggunakan kereta kuda.
Tiga buah kereta kuda untuk menjemput calon menantu Sultan adalah Kereta Kyai Kutho Kaharjo, Kyai Puspoko Manik dan Kyai Kus Gading. Ketiga kereta kuda buatan awal tahun 1900-an itu dikeluarkan dari Museum Kereta Keraton di Jalan Rotowijayan.
Masing-masing kereta kemudian ditarik dua ekor kuda. Sebanyak enam ekor kuda warna putih milik Yon Kavaleri Kuda Bandung dinaiki anggota TNI yang bertugas sebagai pengawal kereta kuda. Setelah semua siap dari museum, tiga kereta tersebut kemudian dibawa menuju Magangan.
Gladi bersih dimulai dari Regol Magangan atau pintu belakang Keraton Ngayogyakarto menuju Ndalem Mangkubumen. Mempelai pria, KPH Yudanegara (Achmad Ubaedillah) akan menaiki kereta Kyai Kutho Kaharjo. Sedangkan keluarga/kerabat besan Sultan akan naik Kyai Puspito Manik dan Kyai Kus Gading.
Saat gladi bersih dimulai, turut hadir adik Sultan GBPH Joyokusumo serta sejumlah panitia lainnya. Gladi bersih hari ini adalah menjemput calon pengantin pria dari Ndalem Mangkubumen menuju keraton untuk mengikuti prosesi Nyantri yang akan dimulai pada hari Minggu 16 Oktober. Prosesi penjemputan dipimpin langsung KRT H. Jatiningrat.
"Tiga kereta ini dipersiapkan untuk menjemput calon pengantin pria dan keluarga dari Ndalem Mangkubumen menuju keraton yang berjarak sekitar 1 Km. Gladi bersih untuk memastikan kesiapan termasuk mencocokkan waktu pelaksanaan," kata Ronny Guritno salah satu panitia pernikahan kepada detikcom, Jumat (14/10/2011)
Sumber : Detik News.
PERNIKAHAN KERAJAAN KERATON YOGYAKARTA : ‘Mekhanai’ Lampung itu Masih Sulit Berbahasa Jawa Halus
Lampost : Sabtu, 15 October 2011
BANDAR LAMPUNG—Ketika menjadi ajudan Penjabat Gubernur Lampung Tursandi Alwi, Achmad Ubaidillah bukanlah sosok menonjol dan dikenal banyak orang. Ubai, panggilan akrabnya, bekerja bersama Tursandi sejak tahun 2003, ketika mulai meniti karier sebagai PNS di Kementerian Dalam Negeri.
Tursandi Alwi menawarkannya menjadi ajudan, ketika mengetahui Ubai putra Lampung. "Saya dekat sekali dengan Pak Tursandi. Saya anggap orang tua sendiri," kata Ubai di kompleks Keraton Yogyakarta, Jumat (14-10).
Kedua orang tua Ubai berasal dari Lampung. Almarhum ayahnya, H. Jusami Ali Akbar, adalah pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan ibunya, Hj. Nurbaiti Helmi, pensiunan Kantor Kementerian Agama. Ubai lahir di Jakarta pada 26 Oktober 1981, dan bekerja di Sekretariat Wakil Presiden sebagai Kasubid Komunikasi Politik Bidang Media Cetak.
Kini, mekhanai Lampung itu menjadi buah bibir dan pusaran pemberitaan ketika Kerajaan Keraton Yogyakarta akan menggelar pernikahannya dengan Gusti Raden Ajeng (GRAj) Nurastuti Wijareni, putri Sri Sultan Hamengkubuwono X, mulai besok, Minggu (16-10) hingga Rabu (19-10).
Ubai pun kini bergelar Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Yudanegara. Namun, dia mengaku masih kesulitan membaca ijab kabul yang diucapkan dengan bahasa Jawa halus Keraton. "Saya kesulitan dengan intonasinya. Kalau membacanya saja gampang, seperti medok-medoknya itu. Apalagi itu kan bahasa Jawa halus," kata Ubai.
Ubai mengakui menjelang akad nikah, dia memanfaatkan waktu luang untuk belajar membaca ijab kabul agar lancar dan tidak menjadi masalah. "Saya masih belajar intonasinya. Jadi saya banyak bertanya pada Jeng Reni (calon istrinya) dan Kanjeng Ratu (GKR Hemas, ibu Reni, red)," kata Ubai.
Mulai besok, jalinan percintaan Ubai dan Reni selama tiga tahun akan berujung di pelaminan. Pesta rakyat disiapkan selama empat hari empat malam. Pada 17—18 Oktober, di benteng Vredeburg, seniman menyelenggarakan malam sastra.
Sepanjang pagi hingga siang, pentas tari dari berbagai daerah, seperti barongsai, reog ponorogo, angguk, dan tari Dayak disuguhkan. Pada 18 Oktober itu pula, panitia rakyat Mangayubagyo Pernikahan Agung Keraton Yogyakarta menggelar sekitar 200 angkringan di sepanjang Malioboro, mewarnai prosesi kirab manten dari Keraton Yogyakarta menuju Kepatihan. (U-1)
BANDAR LAMPUNG—Ketika menjadi ajudan Penjabat Gubernur Lampung Tursandi Alwi, Achmad Ubaidillah bukanlah sosok menonjol dan dikenal banyak orang. Ubai, panggilan akrabnya, bekerja bersama Tursandi sejak tahun 2003, ketika mulai meniti karier sebagai PNS di Kementerian Dalam Negeri.
Tursandi Alwi menawarkannya menjadi ajudan, ketika mengetahui Ubai putra Lampung. "Saya dekat sekali dengan Pak Tursandi. Saya anggap orang tua sendiri," kata Ubai di kompleks Keraton Yogyakarta, Jumat (14-10).
Kedua orang tua Ubai berasal dari Lampung. Almarhum ayahnya, H. Jusami Ali Akbar, adalah pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan ibunya, Hj. Nurbaiti Helmi, pensiunan Kantor Kementerian Agama. Ubai lahir di Jakarta pada 26 Oktober 1981, dan bekerja di Sekretariat Wakil Presiden sebagai Kasubid Komunikasi Politik Bidang Media Cetak.
Kini, mekhanai Lampung itu menjadi buah bibir dan pusaran pemberitaan ketika Kerajaan Keraton Yogyakarta akan menggelar pernikahannya dengan Gusti Raden Ajeng (GRAj) Nurastuti Wijareni, putri Sri Sultan Hamengkubuwono X, mulai besok, Minggu (16-10) hingga Rabu (19-10).
Ubai pun kini bergelar Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Yudanegara. Namun, dia mengaku masih kesulitan membaca ijab kabul yang diucapkan dengan bahasa Jawa halus Keraton. "Saya kesulitan dengan intonasinya. Kalau membacanya saja gampang, seperti medok-medoknya itu. Apalagi itu kan bahasa Jawa halus," kata Ubai.
Ubai mengakui menjelang akad nikah, dia memanfaatkan waktu luang untuk belajar membaca ijab kabul agar lancar dan tidak menjadi masalah. "Saya masih belajar intonasinya. Jadi saya banyak bertanya pada Jeng Reni (calon istrinya) dan Kanjeng Ratu (GKR Hemas, ibu Reni, red)," kata Ubai.
Mulai besok, jalinan percintaan Ubai dan Reni selama tiga tahun akan berujung di pelaminan. Pesta rakyat disiapkan selama empat hari empat malam. Pada 17—18 Oktober, di benteng Vredeburg, seniman menyelenggarakan malam sastra.
Sepanjang pagi hingga siang, pentas tari dari berbagai daerah, seperti barongsai, reog ponorogo, angguk, dan tari Dayak disuguhkan. Pada 18 Oktober itu pula, panitia rakyat Mangayubagyo Pernikahan Agung Keraton Yogyakarta menggelar sekitar 200 angkringan di sepanjang Malioboro, mewarnai prosesi kirab manten dari Keraton Yogyakarta menuju Kepatihan. (U-1)
Friday, October 7, 2011
KEMARAU : Rawa Terindah itu Menjadi ‘The Killing Fields’
MENGGALA—Kemarau panjang mengubah wajah kawasan rawa di Tulangbawang menjadi kering kerontang. Koloni burung rawa di Bawanglatak dan Bujungtenuk yang menjadi pemandangan indah di jalan lintas timur Sumatera tak terlihat lagi, berganti dengan koloni kerbau yang mencari rumput yang masih tersisa.
Kawasan seluas lebih dari 14 ribu hektare ini merupakan rawa terbaik dan terindah di Sumatera. Kedalaman air di lahan pasang-surut ini memang sering berubah. Dalam kondisi normal kedalamannya mencapai 3 meter—4 meter.
Pemkab Tulangbawang mempromosikan kawasan ini sebagai destinasi wisata air. Selain menyejukkan mata, kawasan ini juga menjadi tempat bergantung hidup ratusan keluarga nelayan. Puluhan ton ikan setiap hari dijaring dan menjadi komoditas perdagangan warga di sepanjang rawa.
Namun, kini semua berubah. Kawasan ini lebih layak disebut the killing fields (ladang pembantaian). Ya, kompetisi mendapat air dan ikan membuat yang kuat menjadi pemenang. Di rawa yang masih tersisa ikan, kompetisi mendapat ikan terjadi antara nelayan bermodal tipis dan nelayan bermodal besar.
Sejumlah nelayan kepada Lampung Post, Kamis (6-10), menyebutkan nelayan bermodal besar mampu meraup hasil Rp5 juta—Rp6 juta/hari karena memakai jaring waring bini. "Waring bini sangat merusak kelanjutan hidup ikan di rawa karena menjaring semua jenis ikan, baik kecil maupun besar. Banyak anak ikan mati tak terpungut di jaring," ujar seorang nelayan.
Nelayan kecil yang bermodal jaring tradisional tentu saja tersisih. Dalam kondisi normal, menurut Pauli, nelayan di Bawanglatak, dia bisa mendapat ikan 15—18 kg/hari. Namun, kini sangat sulit meskipun harus menyelusuri sungai kecil sampai ke pinggir sungai Way Tulangbawang sejauh belasan kilometer. "Kadang kami tidak mendapatkan ikan karena kalah cepat dengan nelayan jaring waring," kata Pauli.
Sebenarnya, Pemkab pada 2008 pernah melarang nelayan memakai waring. Namun, hingga kini belum ada operasi pelarangan jaring waring. Pengamatan Lampung Post, tak kurang dari 25 nelayan di wilayah ini masih menggunakan alat tangkap ikan waring.(UNA/U-1)
Thursday, September 29, 2011
Bandara Seray di Lambar Diujicoba
KRUI (Lampost.com): Bandara Seray yang terletak di Pekon Seray, Kecamatan Pesisir Tengah, Kabupaten Lampung Barat (Lambar) diujicoba, Rabu (28-9). Pendaratan yang menggunakan pesawat Susi Air berlangsung lancar. Pesawat Susi Air mendarat perdana tepat pukul 11.25 dan kedua mendarat sekitar pukul 13.00.
Pendaratan perdana ini menyita perhatian sekitar seribuan warga Pesisir Tengah yang berbondong-bondong mendatangi lokasi bandara.
Terik matahari yang menyengat tidak menyurutkan niat warga yang menunggu kedatangan pesawat yang ditumpangi anggota DPR RI Nazarudin Kiemas, Usmawarni Peter, Wakil Bupati Lambar Dimiati Amin, Oking Gandamiharja, Irvan Nuranda Jafar, dan beberapa penumpang lainnya di Pekon Seray. Sesaat setelah terlihat tanda-tanda pesawat akan mendarat, masyarakat yang awalnnya berada di sekitar lokasi dan di bawah taruf langsung berlarian menuju pinggir landasan pacu untuk menyaksikan dari dekat. Bahkan seruan petugas untuk menjauhi landasan pesawat seakan tidak dihiraukan pengunjung.
Bupati Lambar, Mukhlis Basri saat memberikan sambutan mengatakan setelah melalui proses panjang, mulai dari tahap perencanaan Lapter Seray tahun 2004, pembebasan lahan hingga rangkaian pembangunan, akhirnnya lapangan terbang (lapter) Seray secara resmi dilakukan ujicoba penerbangan menggunakan pesawat Susi Air dari Bandara Halim Perdanakusuma Jakarta menuju Seray. "Setelah semua tahapan kita lakukan, akhirnnya tepat di usia kabupaten yang ke-20, Lambar memiliki lapangan terbang Seray," kata dia.
Pada prinsipnnya, jelas Mukhlis, Lapter Seray merupakan bandara navigasi dan mitigasi bencana, karena di Kabupaten Lambar terdapat patahan Semangko sehingga menjadi salah satu daerah rawan bencana. Kendati sebagai bandara navigasi dan mitigasi bencana tetapi Lapter Seray juga akan difungsikan sebagai penerbangan umum yang dapat menggeliatkan perekonomian masyarakat Lambar. Apalagi berbagai potensi wisata yang dimiliki Lambar yang prospektif dan kini menjadi salah satu daerah tujuan wisata bagi wisatawan asing. Sehingga hal ini memungkinkan untuk pengoperasian Lapter Seray sebagai bandara umum.
Saat ini, kata Mukhlis dari total luas lapter sekitar 50 hektare, yang telah dibangun antara lain; panjang landasan (runway) 974 x 23 meter, Apron 90 m X 80 m, Taxi Way 98 m X 18 m, gedung adminstrasi dan jalan akses bandara sepanjang 1.800 m X 25 m. "Ke depan kita akan terus-menerus melakukan pembangunan. Sehingga bandara ini dapat difungsikan untuk pendaratan pesawat Boing 737," ujar dia.
Senada disampaikan anggota DPR RI Nazaruddin Kiemas, meskipun Lambar memiliki berbagai potensi wisata, tetapi selama ini masih terisolasi dari transportasi udara. Untuk menjangaunnya dari Jakarta membutuhkan waktu cukup lama. Ia berharap dengan ujicoba penerbangan akan memudahkan transportasi antardaerah yang berdampak pada kesejahteraan rakyat. "53 tahun silam, saya tinggal di Krui, karena saya putra Krui dan masih berjalan kaki, sekarang sudah pesawat yang mendarat di sini," kata dia
Apalagi Lapter Seray juga diupayakan untuk penerbangan pesawat kargo dan penumpang, sehingga hasil alam Lambar dapat didistribusikan melalui udara serta menjadi transportasi alternatif kunjungan wisawatan ke Lambar. "Kami akan coba memperjuangkan supaya Komisi V DPR dapat mengalokasikan anggaran untuk meneruskan penambahan landasan pacu dan infrastruktur pendukung dari APBN, supaya kapasitasnnya sama dengan bandara yang lain," terang dia.
Di tempat sama wisatawan asing yang berkunjung ke Lambar Daniel melalui juru bicara Sekretaris Dinas Pariwisata dan Kebudayaan setempat Guntur Panjaitan mengatakan, jika nantinnya Lapter Seray sudah dioperasikan untuk transportasi penumpang akan salah satu transportasi untuk wisatawan mengujungi wilayah Pesisir. Jika sudah dioperasikan, kami akan menginformasikan kepada wisatawan yang lain untuk berkunjung ke Lambar,” kata Guntur menirukan bahasa Daniel.(*/L-2)
Kepastian dan Keberlanjutan Kota Baru?
Syarief Makhya
Pengajar Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP Unila
Ketua Banleg DPRD Provinsi Lampung Farouq menyatakan untuk pembangunan Kota Baru diperlukan perda agar bisa menjamin kepastian hukum dan keberlanjutan pembangunan kota baru di masa depan. Jika tidak dipayungi perda, suatu saat nanti apabila terjadi pergantian gubernur, program ini kemudian tidak dilanjutkan sebagaimana terjadi pada program WFC (water front city). Wali kotanya ganti, programnya terhenti.
Jaminan kepastian hukum pembangunan kota baru sebenarnya sudah diakomodasi dalam Perda RTRW, perda RPJMD, dan perda RPJP. Jadi, isu utama untuk menjamin keberlanjutan program kota baru, bukan hanya masalah perlu tidaknya ada perda, karena perda bisa saja dicabut kepala daerah bersama DPRD dengan berbagai alasan. Yang harus dicermati dalam kecenderungan sekarang dalam mengelola pembangunan, selera, dan kepentingan politik kepala daerah jauh lebih kuat pengaruhnya dibanding jaminan kepastian hukum sebuah kebijakan atau sebuah program pembangunan.
Pada tataran ini, motivasi dan visi politik kepala daerah diterjemahkan menjadi visi daerah dengan cara merombak total desain pembangunan yang dirintis pendahulunya. Akibatnya, perencanaan pembangunan daerah menjadi tidak konsisten dan tak berkesinambungan sehingga kemudian muncul adagium ganti kepala daerah ganti kebijakan.
Sebab itu, sekalipun ada jaminan kepastian hukum tapi jika kebijakan itu, pada tataran implementasinya, masuk dalam kategori nonimplementation karena alasan kepentingan politik. Maka kebijakan tersebut tidak akan dilaksanakan sebagaimana terjadi pada kasus WFC.
Kebijakan dan program pembangunan yang dinilai orientasinya untuk kepentingan rakyat, prospektif untuk kepentingan pertumbuhan ekonomi, antisipatif, dan dari kapasitas pemerintahan memungkinkan untuk dilaksanakan bisa dinilai buruk oleh seorang kepala daerah karena tidak sesuai dengan selera politiknya.
Cara pandang membatalkan atau tidak melanjutkan program pembangunan karena tidak sejalan dengan selera kepentingan politik kepala daerah, jelas berimplikasi buruk terhadap persoalan pemanfaatan dan efisiensi anggaran. Bisa dibayangkan pembangunan kota baru yang sudah menelan biaya miliaran rupiah, gara-gara terjadi pergantian kepala daerah, menjadi tidak dilanjutkan atau dihentikan karena bukan bagian dari program politiknya.
Dengan cara pandang keberlanjutan pembangunan sangat tergantung selera politik kepala daerah, hampir dapat dipastikan tidak memberikan jaminan kepastian apakah sebuah program pembangunan akan dilanjutkan atau tidak. Tolok ukurnya sangat subjektif dan sarat kepentingan politik kepala daerah.
Oleh sebab itu, perlu ada alasan-alasan yang rasional untuk menilai apakah sebuah program pembangunan itu layak dilanjutkan atau tidak. Harus dipahami sebuah kebijakan mengandung risiko untuk gagal karena berbagai faktor. Tetapi, sepanjang kebijakan tersebut dari sudut pandang kapasitas implementasi memungkinkan untuk dilaksanakan, memiliki tujuan bernilai menguntungkan kepentingan publik, dan mampu mengatasi dan mengantisipasi perubahan yang akan terjadi di masa yang akan datang, maka tidak ada alasan untuk tidak dilanjutkan.
Namun, kelayakan implementasi dan keberlanjutan pembangunan sebuah program tentu harus memperoleh dukungan politik, tidak hanya dukungan politik formal dari DPRD, juga dukungan politik dari masyarakat.
Konsep yang akan dibangun kota baru adalah model pembangunan antisipatif. Pembangunan kota baru bukan hanya sebatas memindahkan kantor pemerintahan Pemprov Lampung, juga akan dibangun sebagai sebuah sistem perkotaan untuk membantu mengembangkan wilayah di sekitar kota dan mengurangi beban Bandar Lampung. Oleh sebab itu, di kota baru akan dibangun sarana dan prasarana permukiman, perkantoran, dan fasilitas-fasilitas pendukung lainnya.
Dengan demikian, pembangunan kota baru sesungguhnya memiliki prospek untuk pengembangan pusat pertumbuhan kota baru yang bisa mengatasi berbagai persoalan, seperti kemacetan lalu lintas, pengembangan pertumbuhan ekonomi baru, kepadatan penduduk, dsb.
Sampai sekarang sebenarnya tidak ada penolakan dari masyarakat terhadap rencana pengembangan kota baru tersebut, kecuali ada sebagaian kelompok masyarakat yang masih mempersoalkan status lahan yang sekarang masih dalam proses penyelesaian.
Dari aspek legal formal pun pembangunan kota baru sudah diakomodasi dalam Perda RTRW, Perda RPJMD, dan Perda RPJP. Persoalan yang tersisa, tinggal bagaimana pembangunan kota baru tersebut bisa terinstitusional sehingga tidak hanya menjadi agenda pemerintah, juga menjadi agenda publik.
Caranya dengan membangkitkan potensi dan memberdayakan peran stakeholder, seperti perguruan tinggi, pebisnis lokal, forum-forum warga, LSM, organisasi profesi, media, Kadin, dan organisasi semi pemerintahan, dan sebagainya dalam proses perencanaan pembangunan dan implementasinya. Sehingga terbangun pembangunan kota baru yang partisipatif, transparan, dan berkelanjutan. Dengan demikian, kota baru menjadi komitmen politik bersama antara kekuatan masyarakat dan pemda untuk dilaksanakan, sehingga tidak mudah digoyahkan jika terjadi pergantian gubernur.
Pengajar Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP Unila
Ketua Banleg DPRD Provinsi Lampung Farouq menyatakan untuk pembangunan Kota Baru diperlukan perda agar bisa menjamin kepastian hukum dan keberlanjutan pembangunan kota baru di masa depan. Jika tidak dipayungi perda, suatu saat nanti apabila terjadi pergantian gubernur, program ini kemudian tidak dilanjutkan sebagaimana terjadi pada program WFC (water front city). Wali kotanya ganti, programnya terhenti.
Jaminan kepastian hukum pembangunan kota baru sebenarnya sudah diakomodasi dalam Perda RTRW, perda RPJMD, dan perda RPJP. Jadi, isu utama untuk menjamin keberlanjutan program kota baru, bukan hanya masalah perlu tidaknya ada perda, karena perda bisa saja dicabut kepala daerah bersama DPRD dengan berbagai alasan. Yang harus dicermati dalam kecenderungan sekarang dalam mengelola pembangunan, selera, dan kepentingan politik kepala daerah jauh lebih kuat pengaruhnya dibanding jaminan kepastian hukum sebuah kebijakan atau sebuah program pembangunan.
Pada tataran ini, motivasi dan visi politik kepala daerah diterjemahkan menjadi visi daerah dengan cara merombak total desain pembangunan yang dirintis pendahulunya. Akibatnya, perencanaan pembangunan daerah menjadi tidak konsisten dan tak berkesinambungan sehingga kemudian muncul adagium ganti kepala daerah ganti kebijakan.
Sebab itu, sekalipun ada jaminan kepastian hukum tapi jika kebijakan itu, pada tataran implementasinya, masuk dalam kategori nonimplementation karena alasan kepentingan politik. Maka kebijakan tersebut tidak akan dilaksanakan sebagaimana terjadi pada kasus WFC.
Kebijakan dan program pembangunan yang dinilai orientasinya untuk kepentingan rakyat, prospektif untuk kepentingan pertumbuhan ekonomi, antisipatif, dan dari kapasitas pemerintahan memungkinkan untuk dilaksanakan bisa dinilai buruk oleh seorang kepala daerah karena tidak sesuai dengan selera politiknya.
Cara pandang membatalkan atau tidak melanjutkan program pembangunan karena tidak sejalan dengan selera kepentingan politik kepala daerah, jelas berimplikasi buruk terhadap persoalan pemanfaatan dan efisiensi anggaran. Bisa dibayangkan pembangunan kota baru yang sudah menelan biaya miliaran rupiah, gara-gara terjadi pergantian kepala daerah, menjadi tidak dilanjutkan atau dihentikan karena bukan bagian dari program politiknya.
Dengan cara pandang keberlanjutan pembangunan sangat tergantung selera politik kepala daerah, hampir dapat dipastikan tidak memberikan jaminan kepastian apakah sebuah program pembangunan akan dilanjutkan atau tidak. Tolok ukurnya sangat subjektif dan sarat kepentingan politik kepala daerah.
Oleh sebab itu, perlu ada alasan-alasan yang rasional untuk menilai apakah sebuah program pembangunan itu layak dilanjutkan atau tidak. Harus dipahami sebuah kebijakan mengandung risiko untuk gagal karena berbagai faktor. Tetapi, sepanjang kebijakan tersebut dari sudut pandang kapasitas implementasi memungkinkan untuk dilaksanakan, memiliki tujuan bernilai menguntungkan kepentingan publik, dan mampu mengatasi dan mengantisipasi perubahan yang akan terjadi di masa yang akan datang, maka tidak ada alasan untuk tidak dilanjutkan.
Namun, kelayakan implementasi dan keberlanjutan pembangunan sebuah program tentu harus memperoleh dukungan politik, tidak hanya dukungan politik formal dari DPRD, juga dukungan politik dari masyarakat.
Konsep yang akan dibangun kota baru adalah model pembangunan antisipatif. Pembangunan kota baru bukan hanya sebatas memindahkan kantor pemerintahan Pemprov Lampung, juga akan dibangun sebagai sebuah sistem perkotaan untuk membantu mengembangkan wilayah di sekitar kota dan mengurangi beban Bandar Lampung. Oleh sebab itu, di kota baru akan dibangun sarana dan prasarana permukiman, perkantoran, dan fasilitas-fasilitas pendukung lainnya.
Dengan demikian, pembangunan kota baru sesungguhnya memiliki prospek untuk pengembangan pusat pertumbuhan kota baru yang bisa mengatasi berbagai persoalan, seperti kemacetan lalu lintas, pengembangan pertumbuhan ekonomi baru, kepadatan penduduk, dsb.
Sampai sekarang sebenarnya tidak ada penolakan dari masyarakat terhadap rencana pengembangan kota baru tersebut, kecuali ada sebagaian kelompok masyarakat yang masih mempersoalkan status lahan yang sekarang masih dalam proses penyelesaian.
Dari aspek legal formal pun pembangunan kota baru sudah diakomodasi dalam Perda RTRW, Perda RPJMD, dan Perda RPJP. Persoalan yang tersisa, tinggal bagaimana pembangunan kota baru tersebut bisa terinstitusional sehingga tidak hanya menjadi agenda pemerintah, juga menjadi agenda publik.
Caranya dengan membangkitkan potensi dan memberdayakan peran stakeholder, seperti perguruan tinggi, pebisnis lokal, forum-forum warga, LSM, organisasi profesi, media, Kadin, dan organisasi semi pemerintahan, dan sebagainya dalam proses perencanaan pembangunan dan implementasinya. Sehingga terbangun pembangunan kota baru yang partisipatif, transparan, dan berkelanjutan. Dengan demikian, kota baru menjadi komitmen politik bersama antara kekuatan masyarakat dan pemda untuk dilaksanakan, sehingga tidak mudah digoyahkan jika terjadi pergantian gubernur.
Ini Dia Undangan Royal Wedding Putri Sultan HB X
YOGYAKARTA (Lampost.com): Tak lama lagi, putri bungsu Sri Sultan Hamengku Buwono X, GRAj Nurastuti Wijareni akan menikah dengan Achmad Ubaidillah yang kini bergelar Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Yudanegara. Pernikahan akan digelar Selasa 18 Oktober 2011.
Bagaimana undangan untuk pernikahan kerajaan ala Keraton Yogyakarta? Publik tentu penasaran. Kartu undangan untuk pernikahan sang Putri Sultan kali ini berwarna hijau. Hijau yang sangat identik dengan warna Keraton Ngayogyakarta.
Ukurannya lumayan besar yakni sekitar 18 x 30 cm dengan hardcover. Undangan dengan logo Keraton Yogyakarta dan emboss emas di bagian depan itu mirip seperti sebuah buku yang bisa dibuka.
Jika undangan dibuka bagian dalamnya, pada sisi kiri terdapat beberapa lembar yang berisi undangan dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Ada pula kartu parkir dan kartu makan untuk para pengemudi.
Sementara itu di sisi kanan, yang terbagi menjadi tiga bagian, terdapat sebuah block note sebagai souvenir, kartu pengganti buku tamu, dan dua pin yang harus dikenakan oleh para tamu saat mendatangi acara pernikahan.
Pin itu berupa emblem Keraton Yogyakarta berbahan logam dengan pita berwarna hijau muda. Karena tanda yang diberikan hanya dua, maka otomatis, undangan ini hanya berlaku untuk dua orang.
Berikut bunyi undangan lengkap pernikahan Putri Bungsu Sri Sultan Hamengku Buwono X:
Ngerso Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kangjeng Sultan Hamengku Buwono Senopati ing Ngalaga, Ngabdurrakhman Sayidin Panatagama, Kalifatullah. Ingkang Jumeneng Kamping X ing Ngayogyakarta Hadiningrat
saha
Gusti Kanjeng Ratu Hemas
Assalamu'alaikum warohmatullahi wabarraokatuh
Dengan hormat, mengundang kehadiran bapak, ibu dan saudara sekalian untuk memberi doa restu pernikahan putri kami
Gusti Kanjeng Ratu Bendara
(GRAJ Nurastuti Wijareni, B.A)
Menikah dengan
Kanjeng Pangeran Harya Yudanegara
(Achmad Ubaidillah, S.E., M.si)
Besok pada hari Selasa Wage
tanggal 20 Dulkaidah 1944
bertepatan tanggal 18 Oktober 2011
pada jam 19.00 WIB - 20.00 WIB
bertempat di Komplek Kepatuhan Danurejan, Jalan Malioboro, Yogyakarta
Besar harapan kami atas kehadiran bapak, ibu dan saudara sekalian, atas perhatian dan kehadirannya kami mengucapkan terima kasih. Wassalamu'alaikum warohmatullahi warbarrokatuh. (DTC/L-2)
Sunday, September 11, 2011
Kota Bandar Lampung Krisis Air
Utama Lampost : Senin, 12 September 2011
BANDAR LAMPUNG (Lampost): Kemarau sejak sebulan terakhir mulai terasa dampaknya. Warga Bandar Lampung dan sekitarnya dilanda krisis air bersih.
Masyarakat kesulitan mendapatkan air bersih karena debit air sumur menyusut, bahkan sebagian mulai mengering. Untuk memenuhi kebutuhan air bersih, warga terpaksa mengambil dari tempat lain atau membeli.
Krisis air dirasakan warga Kedaton, Sukarame, Way Kandis, Labuhanratu, Way Halim, dan Gunungterang.
Di Labuhanratu, warga menyerbu sumur gratis yang disediakan perorangan, seperti di Maruman Siger dan di depan masjid jalan Pagaralam (Gang PU). "Sumur di rumah kering, jadi terpaksa ngunjal dengan pikap atau becak," ujar Yanto, warga Labuhanratu, Minggu (11-9).
Di Kedaton, debit air sumur dengan kedalaman kurang dari 12 meter juga menyusut. Masyarakat terpaksa menghemat air atau meminta dari tetangga yang memiliki sumur lebih dalam. Di Gunungterang, warga terpaksa mandi di sungai karena sumur mereka hanya cukup untuk kebutuhan memasak dan mencuci.
Kesulitan air bersih juga dirasakan warga Desa Hajimena, Natar, Lampung Selatan. Banyak sumur yang mengering dan kalaupun air sumur masih ada, baru bisa diambil setelah delapan jam. Rumah Habiah Ilyas, misalnya. Di rumahnya, air sumur bisa disedot mesin setiap delapan jam. Padahal biasanya, air bisa disedot kapan saja karena sumber airnya melimpah.
Beberapa warga terpaksa membeli selang panjang untuk disambung ke sumur bor milik tetangganya. Afandi, misalnya. Warga Perumahan Puri Sejahtera, Natar, ini mesti membeli selang sepanjang 20 meter untuk meminta air kepada warga yang punya sumur bor.
Setiap pagi dan sore, air dialirkan melalui selang dari rumah si empunya air ke rumahnya. Hal itu sudah berlangsung satu bulan terakhir. Selain meminta kepada tetangga yang punya sumur bor, beberapa warga juga mencuci dan mengambil air di masjid sekitar. Namun, pengambilan air dibatasi oleh pengurus masjid. Sebab, dikhawatirkan kebutuhan air untuk jemaah yang hendak salat tidak tercukupi.
Pertanian
Di sektor pertanian, luas areal sawah yang gagal panen di Lampung sejak dua bulan terakhir mencapai 513 ha. Petambak tradisional dan nelayan pun banyak yang merugi akibat kemarau.
Kepala Stasiun Klimatologi Masgar Hariyanto mengatakan kemarau di Lampung mencapai puncaknya sejak awal Agustus ini. Curah hujan saat ini 50-100 mm/bulan. "Kemarau diprediksi mereda pada Oktober," kata dia.
Sementara itu, Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Lampung Bambang Nova Setyanto mengatakan suhu pada puncak kemarau mencapai 34—35 derajat Celsius. "Hujan masih akan turun walaupun dengan intensitas rendah, di bawah 150 mm/bulan," ujarnya.
Secara nasional, kemarau berkepanjangan membuat sebagian wilayah Indonesia dilanda kekeringan. Krisis air pun tak terhindarkan. Ribuan hektar areal persawahan siap panen terancam puso atau gagal panen. Tak sedikit lahan pertanian yang telantar. Di samping areal pertanian, kekeringan juga berdampak serius terhadap peternakan, sapi dan kerbau kesulitan pakan. Warga pun menjerit karena air bersih sulit didapat.
Di Tegal, Jawa Tengah, ratusan warga memanfaatkan air sumur yang keruh dan berbau untuk memasak dan kebutuhan lainnya. Warga yang mampu membeli air bersih dari sumur artesis milik warga setempat seharga Rp1.000 per jeriken berisi 20 liter. (AAN/TOR/U-1)
Kemarau, Warga Metro Kesulitan Air Bersih
METRO (Lampost): Sebagian warga di Metro mulai merasakan kesulitan air mengingat sudah sebulan setengah tak turun hujan di wilayah itu.
Sebagian warga kini hanya berharap dari sumur tetangga yang masih ada airnya, tapi itu pun terbatas. Hampir semua sumur warga di Metro mulai surut dan kekeringan.
Warga berharap ada bantuan dari Pemkot melalaui UPT PAM. "Sudah seminggu sumur kering, kami minta kepada tetangga dan saudara yang di rumahnya masih aman air," kata Ujang, warga Hadimulyo.
Kondisi yang sama dialami sejumlah warga yang tinggal di daerah Polos, Iringmulyo, Yosodadi, serta sebagian di Tejosari dan Tejoagung.
Warga sudah memilih membeli air dan sumur tetangga yang bisa dimanfaatkan. Beberapa masjid pun menjadi tempat warga meminta air, karena air di sana masih bisa dimanfaatkan.
Kondisi kesulitan air warga direspons Komisi II DPRD Metro. Anggota Komisi II Nasrianto mengatakan akan meminta pemerintah membantu menyuplai air melalaui PAM air bersih.
Sebab, air menjadi kebutuhan yang tidak bisa dihindari, mengingat kesulitan air bisa berimbas pada kesehatan. "Kami akan meminta Wali Kota untuk menginstruksikan UPT PAM menyuplai air ke masyarakat," kata dia di ruang kerajnya, Jumat (9-11).
Nasrianto mengaku sudah ada laporan dari masyarakat ke Dewan menyusul kondisi kesulitan air saat ini. Bahkan, warga di sekitar rumahnya di seputaran Hadimulyo pun sebagian besar sudah mengalami kekeringan.
Selain itu, kata dia, Komisi II juga akan mengusulkan ke Dinas Tata Kota untuk menyiapkan tempat-tempat penampungan air berupa tong atau bak air plastik yang diletakkan di seputar daerah kesulitan air. Dengan begitu, warga bisa mendapat air dari tong-tong yang disiapkan. (CAN/D-3)
Saturday, September 10, 2011
Abrasi Ancam Warga Pulau Legundi
gambar ilustrasi
Ruwa Jurai Lampost 10 September 2011/
PESAWARAN (Lampost): Pesisir pantai Pulau Legundi di Kecamatan Punduhpidada, Kabupaten Pesawaran, mulai mengalami abrasi atau penggerusan. Warga setempat meminta Pemkab setempat mengatasi abrasi karena dampaknya dapat merugikan masyarakat sekitar.
"Abrasi pantai ini sudah meluas sepanjang 25 meter dari bibir pantai sehingga akan semakin merugikan masyarakat yang berada di pesisir," ujar Pj. Kepala Desa Pulau Legundi, Zikri Hasis, di Pesawaran, Sabtu (10-9).
Menurut dia, masyarakat di daerah itu hanya bisa membuat tanggul seadanya menggunakan batu karang yang ada di sekitar pantai. "Masyarakat tidak mampu menanggulangi sepenuhnya karena nilai untuk penanggulangan cukup besar sehingga secara swadaya hanya bisa membuat tanggul," ujar Hasis.
Dia menjelaskan selama ini masyarakat belum pernah mengajukan langsung anggaran penanggulangan permasalahan tersebut. Namun, pihaknya melalui kaur pembangunan saat musrembang kecamatan sudah pernah melapor perihal abrasi pantai.
Akan tetapi, hingga kini pengajuan itu belum terealisasi, sehingga kondisi tersebut mengkhawatirkan warga setempat.
Hal senada diungkapkan warga lainnya, Ali Rahman. Dia mengatakan abrasi pantai di pesisir akan semakin meluas apabila tidak ditanggulangani dengan benar.
"Apalagi semakin meluasnya abrasi ini akan menimbulkan berbagai masalah yang di antaranya merusak bangunan puskemas milik pemerintah di daerah tersebut," kata Ketua BPD Pulau Legundi itu.
Ia berharap Pemkab setempat memberi solusi guna mengatasi abrasi pantai yang semakin meluas di pesisir wilayah kepulauan di daerah itu. "Terkait dengan abrasi tersebut, pihak masyarakat tidak dapat maksimal mengatasi permasalahan karena membutuhkan dana cukup besar," ujarnya.
Ali menambahkan selama ini yang bisa dilakukan hanya menutupinya dengan karang yang disusun di sekitar pantai, tapi itu tidak maksimal karena kekurangan dana. Upaya lain dengan penanaman mangrove atau bakau sudah pernah dilakukan, tetapi belum berhasil.
"Besar harapan kami pemerintah dapat turut andil menangani permasalahan tersebut sehingga tidak terjadi hal yang tidak diinginkan seperti bencana banjir saat pasang air laut," kata dia. (ANT/L-1)
Ruwa Jurai Lampost 10 September 2011/
PESAWARAN (Lampost): Pesisir pantai Pulau Legundi di Kecamatan Punduhpidada, Kabupaten Pesawaran, mulai mengalami abrasi atau penggerusan. Warga setempat meminta Pemkab setempat mengatasi abrasi karena dampaknya dapat merugikan masyarakat sekitar.
"Abrasi pantai ini sudah meluas sepanjang 25 meter dari bibir pantai sehingga akan semakin merugikan masyarakat yang berada di pesisir," ujar Pj. Kepala Desa Pulau Legundi, Zikri Hasis, di Pesawaran, Sabtu (10-9).
Menurut dia, masyarakat di daerah itu hanya bisa membuat tanggul seadanya menggunakan batu karang yang ada di sekitar pantai. "Masyarakat tidak mampu menanggulangi sepenuhnya karena nilai untuk penanggulangan cukup besar sehingga secara swadaya hanya bisa membuat tanggul," ujar Hasis.
Dia menjelaskan selama ini masyarakat belum pernah mengajukan langsung anggaran penanggulangan permasalahan tersebut. Namun, pihaknya melalui kaur pembangunan saat musrembang kecamatan sudah pernah melapor perihal abrasi pantai.
Akan tetapi, hingga kini pengajuan itu belum terealisasi, sehingga kondisi tersebut mengkhawatirkan warga setempat.
Hal senada diungkapkan warga lainnya, Ali Rahman. Dia mengatakan abrasi pantai di pesisir akan semakin meluas apabila tidak ditanggulangani dengan benar.
"Apalagi semakin meluasnya abrasi ini akan menimbulkan berbagai masalah yang di antaranya merusak bangunan puskemas milik pemerintah di daerah tersebut," kata Ketua BPD Pulau Legundi itu.
Ia berharap Pemkab setempat memberi solusi guna mengatasi abrasi pantai yang semakin meluas di pesisir wilayah kepulauan di daerah itu. "Terkait dengan abrasi tersebut, pihak masyarakat tidak dapat maksimal mengatasi permasalahan karena membutuhkan dana cukup besar," ujarnya.
Ali menambahkan selama ini yang bisa dilakukan hanya menutupinya dengan karang yang disusun di sekitar pantai, tapi itu tidak maksimal karena kekurangan dana. Upaya lain dengan penanaman mangrove atau bakau sudah pernah dilakukan, tetapi belum berhasil.
"Besar harapan kami pemerintah dapat turut andil menangani permasalahan tersebut sehingga tidak terjadi hal yang tidak diinginkan seperti bencana banjir saat pasang air laut," kata dia. (ANT/L-1)
Subscribe to:
Posts (Atom)