Friday, October 21, 2011
Pasangan Yudanegara-Putri Bungsu Sultan Jogja setelah Sehari Menikah
Pernikahan GKR Bendara, putri bungsu Sultan Hamengku Buwono X, dengan KPH Yudanegara Selasa lalu (18/10) telah menyita perhatian publik di negeri ini. Kemarin, usai prosesi pamitan, pasangan pengantin baru itu membeber rencananya pasca menikah di depan wartawan.
OLEG WIDOYOKO, Jogja
PERTANYAAN pertama yang dilontarkan wartawan kepada pasangan KPH Yudanegara-GKR Bendara: Ke mana mereka akan berbulan madu? Ternyata ada dua alternatif lokasi yang sudah mereka pilih. Yakni, Bangka Belitung dan Lombok.
"Sebagian besar teman saya menyarankan Lombok. Kata mereka pantainya sangat bagus dan cocok untuk kami," kata Achmad Ubaidillah, 30, nama asli KPH Yudanegara, kepada wartawan setelah mengikuti prosesi pamitan di Gedhong Keraton Jogjakarta kemarin (19/10).
Ketika ditanya soal momongan, pasangan yang telah berpacaran 4,5 tahun itu kompak menjawab dua anak cukup, seperti slogan keluarga berencana. "Laki-laki perempuan, sama saja," kata Nurastuti Wijareni, 30, nama asli GKR Bendara, sambil menggelayut manja di pundak suami.
Jeng Reni, panggilan akrab GKR Bendara, mengatakan, dirinya akan tetap meneruskan studi lebih tinggi. Rencananya, mulai Desember tahun ini peraih Bachelor of Art bidang hospitality itu mengambil program master di salah satu perguruan tinggi di Inggris. Lalu, suaminya akan menyusul Mei tahun depan mengambil jenjang S-3 jika mendapat izin dari kantornya.
Menurut ibunda Jeng Reni, GKR Hemas, pilihan untuk meneruskan S-2 sudah lama dipikirkan oleh putri bungsunya itu. Meski begitu, dia belum tahu persis universitas apa yang dipilih Jeng Reni.
Bagi Hemas, putri bungsunya sudah terbiasa hidup mandiri di negeri orang. Karena itu, dia yakin putrinya lancar menempuh pendidikan lebih lanjut. Apalagi, saat ini dia sudah lebih mandiri dan berstatus sebagai istri.
Dalam acara pamitan yang dihadiri keluarga besar pengantin laki-laki dan perempuan itu, Sultan Hamengku Buwono (HB) X memberikan nasihat kepada pasangan suami istri baru itu agar menjaga keharmonisan rumah tangga.
"Sebagai orang tua, kami telah melakukan kewajiban menikahkan kamu berdua. Dengan harapan kamu mendapat kebahagiaan lahir batin. Segala dinamika dalam berkeluarga harus kamu jalani dengan sadar dengan saling menghargai dan membangun dialog yang baik," ujar HB X dalam bahasa Indonesia.
Sultan sengaja memberikan pesan dalam bahasa Indonesia agar menantu dan besannya yang kurang memahami bahasa Jawa tidak perlu penerjemah lagi. "Pakai bahasa Indonesia saja agar tidak perlu diterjemahkan lagi," tambah Sultan.
Sebelum prosesi dimulai, GBPH Prabukusumo diutus Sultan menjemput Yudanegara dan rombongan di Kompleks Kasatriyan. Setelah diizinkan, kedua pasangan diikuti rombongan beranjak dari Bangsal Kasatriyan untuk menemui Sultan dan keluarga besarnya.
Terlihat wajah Yudanegara dan Bendara sangat segar meski sehari sebelumnya menyalami sekitar 4.000 tamu dalam upacara panggih dan resepsi. Saat itu Yudanegara memakai pakaian atela putih dengan blangkon, sedangkan Bendara berkebaya singkep merah muda. Mereka sempat melempar senyum dan melambaikan tangan kepada wartawan. Sampai di gedung Jene, mereka langsung duduk bersila menghadap Sultan dan GKR Hemas.
Sultan HB X yang menggunakan pakaian takwa bermotif bunga warna biru juga berpesan agar pengantin baru bisa membina bahtera rumah tangga dengan baik. Keterbukaan dan komunikasi harus dibangun untuk mencapai kebahagiaan lahir dan batin. Kekurangan yang ada pada masing-masing harus menjadi perekat hubungan.
Untuk membina keluarga yang harmonis harus bisa saling menjaga, menghormati, dan menghargai satu sama lain. "Menikahkan adalah kewajiban orang tua. Toh kalian juga memilih sendiri, tidak dijodohkan," ujar Sultan.
Ayah lima putri itu berpesar agar dinamika rumah tangga tidak membuat keduanya mudah emosi, apalagi menguasai satu sama lain. Perbedaan cara pandang merupakan hal lumrah dalam berumah tangga, namun harus diimbangi dengan keterbukaan dan kejujuran. "Kalian harus bisa menjaga integritas diri dan keluarga," jelasnya.
Sultan juga melontarkan falsafah Jawa bahwa kehilangan harta dan kekayaan tidak akan menghilangkan apa pun. Kematian hanya menghilangkan setengah dari yang dimiliki. Tetapi, kehilangan harga diri sama dengan kehilangan segala-galanya. Kehormatan diri sangat dipertaruhkan dalam kehidupan berumah tangga. "Perlu adanya integritas menjaga kehormatan dengan saling melindungi dan mengayomi," kata Sultan.
Sementara itu, ibunda Yudanegara, Hj Nurbaiti Helmi, berpesan agar pernikahan tersebut menjadi yang pertama dan terakhir untuk Ubai. "Nikah hanya sekali seumur hidup," ujar perempuan yang mengaku tidak pernah mimpi menjadi besan HB X itu. Menurut rencana, keluarga Yudanegara menggelar ngundhuh mantu di Jakarta pada 27 November mendatang. (tya/jpnn/c2/kum)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment