Lampost : Sabtu, 15 October 2011
BANDAR LAMPUNG—Ketika menjadi ajudan Penjabat Gubernur Lampung Tursandi Alwi, Achmad Ubaidillah bukanlah sosok menonjol dan dikenal banyak orang. Ubai, panggilan akrabnya, bekerja bersama Tursandi sejak tahun 2003, ketika mulai meniti karier sebagai PNS di Kementerian Dalam Negeri.
Tursandi Alwi menawarkannya menjadi ajudan, ketika mengetahui Ubai putra Lampung. "Saya dekat sekali dengan Pak Tursandi. Saya anggap orang tua sendiri," kata Ubai di kompleks Keraton Yogyakarta, Jumat (14-10).
Kedua orang tua Ubai berasal dari Lampung. Almarhum ayahnya, H. Jusami Ali Akbar, adalah pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan ibunya, Hj. Nurbaiti Helmi, pensiunan Kantor Kementerian Agama. Ubai lahir di Jakarta pada 26 Oktober 1981, dan bekerja di Sekretariat Wakil Presiden sebagai Kasubid Komunikasi Politik Bidang Media Cetak.
Kini, mekhanai Lampung itu menjadi buah bibir dan pusaran pemberitaan ketika Kerajaan Keraton Yogyakarta akan menggelar pernikahannya dengan Gusti Raden Ajeng (GRAj) Nurastuti Wijareni, putri Sri Sultan Hamengkubuwono X, mulai besok, Minggu (16-10) hingga Rabu (19-10).
Ubai pun kini bergelar Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Yudanegara. Namun, dia mengaku masih kesulitan membaca ijab kabul yang diucapkan dengan bahasa Jawa halus Keraton. "Saya kesulitan dengan intonasinya. Kalau membacanya saja gampang, seperti medok-medoknya itu. Apalagi itu kan bahasa Jawa halus," kata Ubai.
Ubai mengakui menjelang akad nikah, dia memanfaatkan waktu luang untuk belajar membaca ijab kabul agar lancar dan tidak menjadi masalah. "Saya masih belajar intonasinya. Jadi saya banyak bertanya pada Jeng Reni (calon istrinya) dan Kanjeng Ratu (GKR Hemas, ibu Reni, red)," kata Ubai.
Mulai besok, jalinan percintaan Ubai dan Reni selama tiga tahun akan berujung di pelaminan. Pesta rakyat disiapkan selama empat hari empat malam. Pada 17—18 Oktober, di benteng Vredeburg, seniman menyelenggarakan malam sastra.
Sepanjang pagi hingga siang, pentas tari dari berbagai daerah, seperti barongsai, reog ponorogo, angguk, dan tari Dayak disuguhkan. Pada 18 Oktober itu pula, panitia rakyat Mangayubagyo Pernikahan Agung Keraton Yogyakarta menggelar sekitar 200 angkringan di sepanjang Malioboro, mewarnai prosesi kirab manten dari Keraton Yogyakarta menuju Kepatihan. (U-1)
No comments:
Post a Comment