Sunday, February 19, 2017

Hubungan PKI dan Tan Malaka



Pemberontakan 1926, Tan Malaka & Pengkhianatan Itu



Ragil Nugroho

Tak perlu risau. Ini versi PKI.
Bagi sebagian orang, Tan Malaka ujud dari legenda kiri. Tokoh revolusioner militan dan misterius. Tapi, bagi Partai Komunis Indonesia (PKI) tak seperti itu. Tan Malaka tak lebih dari seorang pengkhianat.
Apa pangkalnya?
Tanggal 25 Desember 1925, PKI melakukan konferensi di Candi Prambanan. Ini unik, rapat partai komunis dilakukan di lingkungan candi sisa feodal. Mungkin tempat ini yang paling aman. PKI kala itu memang sedang main umpet-umpetan dengan kekuasaan penjajah. Dalam pertemuan, semua anggota Hoofd Bestuur (Komite Sentral) yang ada di Indonesia hadir. Ditambah anggota dari daerah. Hasilnya mengejutkan: PKI akan melakukan pemberontakan bersenjata terhadap kekuasaan Belanda.
Situasi sebelum pemberontakan memang mendidih. Pemogokan buruh terjadi di berbagai lokasi. Di Semarang, Surabaya, Jakarta dan Medan, buruh melumpuhkan pabrik. Sampai Mei 1925, tercatat 65 kali pemogokan dengan melibatkan tiga ribu anggota komunis. Surat kabar revolusiner seperti Api, Merdeka, Proletar, Halilintar, dan Guntur, semakin gencar menyerang pemerintahan. Pun, kaum tani tak ketinggalan.
Setahun bersiap, 12 Nopember 1926 pemberontakan pecah. Ini tercatatat sebagai pemberontakan pertama yang dipimpin oleh sebuah organisasi.
Jalannya pemberontakan cukup mencekam.
Paling awal terjadi di Batavia. Dari Kampung Karet, 200 orang menuju Jakarta Kota. Mereka begitu percaya diri. Massa yang lain muncul dari Mangga Dua. Sementara, serombongan orang dari Tanah Abang berpapasan dengan dua orang reserse Belanda. Terjadi duel. Dua reserse itu mengalami nasib sial: tewas. Rata-rata pemberontak membawa senjata berupa golok, pedang, tombak dan senjata api rampasan. Kantor telepon mereka duduki. Pos polisi diserbu. Sasaran bukan hanya milik pemerintah, tapi juga penguasa feodal. Di Meester-Conerlis, rumah Asisten Wedana diobrak-obrak. Setelah berlangsung dua hari, pemberontakan baru bisa dipadamkan.
Tak hanya di Batavia. Tangerang, Banten, Priangan, Solo, Banyumas, Pekalongan, Kediri dan Sumatra Barat juga terjadi hal serupa. Mereka seolah muncul begitu saja. Massa berbondong-bondong membawa senjata. Tak takut bermuka-muka dengan aparat kolonial.
Memang semuanya bisa dipatahkan. Tapi menghasilkan satu hal: keberanian. Pemberontakan tak pernah sia-sia. Selalu ada pelajaran yang bisa ditimba. Sajak di nisan Aliarcham—tokoh pemberontakan yang gugur di Digul— tepat memberikan lukisan:
Bagi kami kau tak hilang tanpa bekas, tidak
Hari ini tumbuh dari masamu
Tangan kami jang meneruskan
Kerdja agung djuang hidupmu
Kami tantjapkan kata mulia hidup penuh harapan
Suluh dinjalakan dalam malammu
Kami jang meneruskan kepada pelandjut angkatan
Benar: pemberontakan itu akan menjadi bahan bagi para pelanjut angkatan. Takkan hilang tanpa bekas.
Ada beberapa alasan sebagai penyebab kegagalan pemberontakan itu. Di sini satu saja yang disebut: pengkhiatan Tan Malaka. Buku Pemberontakan November 1926 yang ditulis Lembaga Sedjarah PKI, menuliskan: ‘Pengchianatan trotskis Tan Malaka, baik sebelum pemberontakan, selama pemberontakan dan sesudah pemberontakan merupakan faktor jang perlu diungkapkan….’ Ada dua kata kunci di situ: ‘pengchianatan’ dan ‘trotskis.’ Trotskis adalah para pengikut Leon Trotsky, salah satu tokoh revolusioner Rusia.

Saturday, February 18, 2017

TAN MALAKA

Nama lengkap Tan Malaka adalah Ibrahim Datuk tan Malaka . Pada tahun 1908, Tan Malaka sekolah di Kweekschool (sekolah guru) yang juga disebut sekolah raja di Bukittinggi. Lima tahun kemudian, beliau ke Belanda untuk memperdalam ilmu. Di Belanda, beliau berkenalan dengan paham Marxisme yang kemudian dijadikan dasar perjuangannya. OIeh karenaitu, pada tahun 1921 beliau diangkat menjadi ketua PKI. Namun, setahun kemudian beliau ditangkap dan diasingkan ke luar negeri selama dua puluh tahun. Dalam masa pengasingan, Tan Malaka menghadiri Kongres Komunis Internasional (Komitern) di Moskow pada bulan November 1922 dan mengkritik sikap Komitern yang berseberangan dengan golongan Islam. Tan Malaka menganggap bahwakekuatan Isläm harus diikutkan dalam perjuangan bangsa-bangsa terjajah.
 Meskipun kritikannya tajam, beliau diangkat menjadi wakil Komitern Asia Timur yang berkedudukan di Kanton, Cina. Sejak itu, beliau berpindah-pindah tempat dengan memakai berbagai nama samaran. Tan Malaka juga pernah tinggal di Manila dan Singapura. Keaktifan Tan Malaka di PKI terhenti karena peringatannya kepada pimpinan PKI untuk tidak memberontak kepada Belanda diabaikan. Beliau pulang ke indonesia pada tahun 1942 ketika Jepang sudah berkuasa. Pada bulan Maret 1946, beliau dan tokoh Persatuan Perjuangan (PP) yang didirikannya ditangkap dan dipenjara oleh Belanda karena dianggap mengganggu keamanan. Mereka dibebaskan menjelang pemberontakan PKI di Madiun pada bulan September1948. Sewaktu terjadi Agresi Militer II Belanda, Tan Malaka berjuang
di daerah Kediri. Kesalahpahaman di antara para tokoh pejuang membuat Panglima Militer Jawa Timur menangkap dan mengeksekusi Tan Malaka di wilayah Kediri.
  • Tempat/Tgl. Lahir: Suliki, Sumbar, 1897
  • Tempat/TgI. Wafat: Kediri, 21 Februari 1949
  • SK Presiden: Keppres No. 053/TK/Tahun 1963, TgI. 28 Maret 1963
  • Gelar: Pahlawan Nasional
Belum lama ini sebuah makam yang diduga kuat menjadi tempat peristirahatan terakhir tokoh yang juga dijuluki sebagai ‘Che Guevara dan Indonesia’ini telah ditemukan. Letaknya adalah di Desa Selopanggung, Kediri.
Sumber : Pahlawan Indonesia


Bupati Lampung Tengah Apresiasi Napak Tilas Tan Malaka


Bandarlampung - Bupati Lampung Tengah Mustafa mengapresiasi kunjungan sejumlah tokoh adat Tan Malaka Sumatera Barat yang sedang melakukan perjalanan napak tilas mengembalikan abu jasad Tan Malaka yang merupakan salah satu tokoh revolusioner Indonesia.

"Kehadiran mereka diharapkan menjadi ikatan persaudaraan yang berdampak pada semangat persatuan dan kesatuan bangsa," kata Mustafa dalam keterangan yang diterima di Bandarlampung, Ahad, 19 Februari 2017.

Mustafa mengajak masyarakat untuk bisa meneladani sosok Tan Malaka. Pemikiran-pemikirannya, ideologi yang dianut dan semangatnya dalam memperjuangkan hak-hak rakyat.

"Beliau adalah tokoh besar, kita sebagai generasi penerus bangsa harus bisa melanjutkan perjuangan-perjuangan beliau dalam membangun bangsa ini. Kita juga harus bisa meneladani semangat Tan Malaka dalam membela dan memperjuangkan hak-hak rakyat," ujar bupati.

Sumber : TEMPO.Co.

Monday, February 6, 2017

LAMPUNG UTARA RAWAN LONGSOR DARI CAHAYA NEGERI HINGGA BUKIT KEMUNING



JALUR LAMPUNG BARAT - LAMPUNG UTARA LUMPUH AKIBAT LNGSOR
\
TRIBUNNEWS.COM, LAMPUNG - Bencana tanah longsor terjadi di Desa Baru, Kecamatan Batu Ketulis, Kabupaten Lampung Barat, tepatnya di Km 43  lintas Liwa-Lampung Utara, pukul 01.00 wib, Senin (21/11/2016).