Sunday, September 11, 2011

Kota Bandar Lampung Krisis Air




Utama Lampost : Senin, 12 September 2011

BANDAR LAMPUNG (Lampost): Kemarau sejak sebulan terakhir mulai terasa dampaknya. Warga Bandar Lampung dan sekitarnya dilanda krisis air bersih.

Masyarakat kesulitan mendapatkan air bersih karena debit air sumur menyusut, bahkan sebagian mulai mengering. Untuk memenuhi kebutuhan air bersih, warga terpaksa mengambil dari tempat lain atau membeli.

Krisis air dirasakan warga Kedaton, Sukarame, Way Kandis, Labuhanratu, Way Halim, dan Gunungterang.

Di Labuhanratu, warga menyerbu sumur gratis yang disediakan perorangan, seperti di Maruman Siger dan di depan masjid jalan Pagaralam (Gang PU). "Sumur di rumah kering, jadi terpaksa ngunjal dengan pikap atau becak," ujar Yanto, warga Labuhanratu, Minggu (11-9).

Di Kedaton, debit air sumur dengan kedalaman kurang dari 12 meter juga menyusut. Masyarakat terpaksa menghemat air atau meminta dari tetangga yang memiliki sumur lebih dalam. Di Gunungterang, warga terpaksa mandi di sungai karena sumur mereka hanya cukup untuk kebutuhan memasak dan mencuci.

Kesulitan air bersih juga dirasakan warga Desa Hajimena, Natar, Lampung Selatan. Banyak sumur yang mengering dan kalaupun air sumur masih ada, baru bisa diambil setelah delapan jam. Rumah Habiah Ilyas, misalnya. Di rumahnya, air sumur bisa disedot mesin setiap delapan jam. Padahal biasanya, air bisa disedot kapan saja karena sumber airnya melimpah.

Beberapa warga terpaksa membeli selang panjang untuk disambung ke sumur bor milik tetangganya. Afandi, misalnya. Warga Perumahan Puri Sejahtera, Natar, ini mesti membeli selang sepanjang 20 meter untuk meminta air kepada warga yang punya sumur bor.

Setiap pagi dan sore, air dialirkan melalui selang dari rumah si empunya air ke rumahnya. Hal itu sudah berlangsung satu bulan terakhir. Selain meminta kepada tetangga yang punya sumur bor, beberapa warga juga mencuci dan mengambil air di masjid sekitar. Namun, pengambilan air dibatasi oleh pengurus masjid. Sebab, dikhawatirkan kebutuhan air untuk jemaah yang hendak salat tidak tercukupi.



Pertanian

Di sektor pertanian, luas areal sawah yang gagal panen di Lampung sejak dua bulan terakhir mencapai 513 ha. Petambak tradisional dan nelayan pun banyak yang merugi akibat kemarau.

Kepala Stasiun Klimatologi Masgar Hariyanto mengatakan kemarau di Lampung mencapai puncaknya sejak awal Agustus ini. Curah hujan saat ini 50-100 mm/bulan. "Kemarau diprediksi mereda pada Oktober," kata dia.

Sementara itu, Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Lampung Bambang Nova Setyanto mengatakan suhu pada puncak kemarau mencapai 34—35 derajat Celsius. "Hujan masih akan turun walaupun dengan intensitas rendah, di bawah 150 mm/bulan," ujarnya.

Secara nasional, kemarau berkepanjangan membuat sebagian wilayah Indonesia dilanda kekeringan. Krisis air pun tak terhindarkan. Ribuan hektar areal persawahan siap panen terancam puso atau gagal panen. Tak sedikit lahan pertanian yang telantar. Di samping areal pertanian, kekeringan juga berdampak serius terhadap peternakan, sapi dan kerbau kesulitan pakan. Warga pun menjerit karena air bersih sulit didapat.

Di Tegal, Jawa Tengah, ratusan warga memanfaatkan air sumur yang keruh dan berbau untuk memasak dan kebutuhan lainnya. Warga yang mampu membeli air bersih dari sumur artesis milik warga setempat seharga Rp1.000 per jeriken berisi 20 liter. (AAN/TOR/U-1)

No comments:

Post a Comment