Saturday, June 30, 2012

Petani Lampung Surati Menhut Pertanyakan Izin HKM




BANDARLAMPUNG (Lampost.com): Para petani di Provinsi Lampung yang masih menunggu kepastian izin kelola kawasan hutan kemasyarakatan, bersepakat segera menyurati Menteri Kehutanan untuk mempertanyakan Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan selama 35 tahun.


Kesepakatan tersebut merupakan hasil Rembuk Petani Hutan Kemasyarakatan (HKm) di Lampung, difasilitasi LSM WATALA, di Bandarlampung, Kamis petang.

Direktur Eksekutif WATALA, Suhendri, menjelaskan, kesepakatan untuk menyurati Menhut itu adalah untuk menanyakan kepastian areal pencadangan HKm Lampung yang dilengkapi data proposal kelompok, berita acara verifikasi pusat yang menyatakan kelompok layak mendapatkan izin HKm tahun 2011, peta HKm, dan dukungan yang ditandatangani oleh pengurus kelompok.

Surat beserta data akan diantarkan langsung kepada Menhut, kata dia.

Disepakati pula, untuk memperkuat surat tersebut perlu dilakukan telaah kebijakan tentang proses terbit areal pencadangan HKm setelah adanya verifikasi pusat yang menyatakan kelompok layak mendapatkan izin HKm berdasarkan Peraturan Dirjen No: 10/2010 bahwa layanan izin penetapan selama 60 hari.

"Target ini tidak pernah tercapai, mengingat kenyataannya kelompok sudah menunggu keluar izin HKm selama 2,5 tahun," ujar dia pula.

Pertemuan menyepakati pula pembentukan tim kecil yang berasal dari pengurus kelompok dan staf dinas terkait, yaitu Joko Lelono dan Sutrisno (Kabupaten Lampung Timur), Jumino dan A Sayuti (Kabupaten Lampung Tengah), Jumaidin dan Edi Rosadi (Kabupaten Lampung Utara), Mulyono dan Mustafa (Kabupaten Tanggamus), Jimmy Ponda (Dinas Kehutanan Provinsi Lampung), BP-DAS, dan WATALA.

Tim kecil tersebut juga bertugas untuk menyiapkan rencana bertemu Menhut Zulkifli Hasan di Jakarta, dan akan bertemu lebih dulu di WATALA pada awal Juli nanti Sejumlah dokumen yang perlu disiapkan kelompok petani calon pengelola HKm di Lampung itu, adalah proposal HKm, peta usulan dan berita acara hasil verifikasi pusat, serta surat dukungan dari masing-masing kelompok petani.

Sebelumnya, dalam rembuk yang dilaksanakan di SLB Dharma Bakti Dharma Pertiwi di Kemiling, Bandarlampung itu, Direktur Eksekutif WATALA, Suhendri, menjelaskan bahwa pertemuan ini merupakan rekomendasi dari pertemuan sebelumnya pada April lalu.

Terungkap dalam pertemuan ini, kelompok HKm yang areal pencadangan izinnya masih tertunda itu, secara legalitas sudah diverifikasi tahun 2010, tetapi sampai sekarang belum ada perkembangannya.

Mereka berharap, segera mendapatkan izin yang diperlukan (IUPHKm).

Di Lampung, beberapa kabupaten yang sudah mendapat izin definitif sebanyak 70 kelompok, namun masih ada delapan kabupaten yang belum mendapatkan izin dengan luas arealnya mencapai 35.000 hektare.

Fasilitator rembuk ini, Ichwanto M Nuch, mengajak peserta untuk mendiskusikan di masing-masing daerah, bagaimana memperjuangkan HKm di Lampung, karena belum diselesaikan oleh Kemenhut, sehingga HKm di Lampung menjadi bermasalah.

Padahal, menurut dia, Menhut menggebu-gebu untuk melaksanakan program HKm itu, tetapi masih menghadapi sejumlah hambatan.

Perwakilan petani dan unsur Dinas Kehutanan beberapa kabupaten di Lampung mengungkapkan beberapa permasalahan berkaitan izin HKm itu, seperti di Lampung Utara yang hingga kini usulan izin yang diajukan belum ada penyelesaiannya, padahal bupati setempat sudah menghubungi Menhut.

Padahal hasil verifikasi dari Kemenhut pengajuannya dinilai sudah layak, dan sudah ada tim dari Jakarta yang turun ke lokasi tapi kepastian keluar IUPHKm itu belum ada.

Kondisi serupa disampaikan perwakilan kelompok petani di Kabupaten Lampung Tengah dan Lampung Timur.

Di Kabupaten Tanggamus terdapat 16 kelompok pengelola HKm yang sudah mendapatkan izin.

Keprihatinan Bersama Menanggapi permasalahan itu, perwakilan dari Dinas Kehutanan Lampung (Jimmy Ponda) membenarkan hal ini telah menjadi keprihatinan bersama.

Namun terungkap pula bahwa masih ada kekhawatiran Kemenhut, ketika izin itu dikeluarkan nantinya lahan tersebut justru akan dikuasai oleh tuan tanah.

Upaya yang dilakukan gabungan kelompok petani pengelola HKm itu ternyata juga menjadi permasalahan bersama, tidak hanya di Lampung tetapi juga terjadi di seluruh Indonesia.

Dikhawatirkan, kalau IUPHKm yang diusulkan tidak ditanggapi dan tidak segera keluar, padahal hasil verifikasi dinilai layak dan memenuhi persyaratan akan menimbulkan ketidakpercayaan kepada unsur dinas terkait di Lampung.

Para petani pengelola HKM itu menegaskan kembali tekad mereka yang bertujuan untuk mewujudkan areal hutan menjadi hijau kembali, dan siap ditinjau agar dapat melihat langsung realitas di lapangan.

Alpian, salah satu anggota kelompok pengelola HKm itu mengharapkan agar IUPHKm itu tidak menjadi berlarut-larut lagi, karena selama ini sudah merasa seperti diombang-ambing saja.

Menurut Direktur Eksekutif WATALA, Suhendri, sudah ada pertemuan dengan jaringan nasional, dan menyepakati para petani untuk mempersiapkan pertemuan dengan Menhut.

Dia berharap gerakan HKm di Lampung ini kuat, dan tidak hanya mengurus usulan dan pengeluaran IUPHKm itu.

Apalagi, sampai kini yang paling tinggi IUPHKm itu berada di Lampung, bahkan di Jambi tidak ada HKm, hanya hutan desa saja, kata dia pula.

Lampung merupakan pelopor dalam pengembangan Program HKm di Indonesia sebagai salah satu solusi untuk mengurangi kerusakan hutan di daerah ini, kata Suhendri lagi.

Menurut dia, secara nyata hutan kemasyarakatan (HKm) itu disadari telah memiliki manfaat, baik secara ekologi, sosial, dan pemerintahan.

Hingga tahun 2011, usulan pencadangan areal HKm dari bupati kepada Kementerian Kehutanan di Provinsi Lampung mencapai 37.916,406 hektare terbagi pada 27 kelompok di Kabupaten Lampung Tengah, Lampung Timur, Tanggamus, dan Waykanan.

"Usulan areal pencadangan ini telah diverifikasi oleh tim dari Kemenhut, dan hasil verifikasinya semua kelompok layak mendapatkan Izin Usaha Pemanfaatan HKm selama 35 tahun," kata dia pula.

Namun, dia mengungkapkan, sampai saat ini kelompok-kelompok HKm yang telah menunggu terbit IUPHKm sejak dua tahun lalu yang juga tidak kunjung dikeluarkan oleh pihak berwenang.

Padahal beberapa kali diskusi telah dilakukan perwakilan kelompok pada forum resmi di tingkat daerah maupun regional, bahkan hingga ke tingkat nasional, untuk memberikan keyakinan yang diperlukan bagi Menteri Kehutanan, ujar dia lagi.

Suhendri mengemukakan, akibat belum adanya penerbitan izin kelola HKm oleh Menhut itu, telah menimbulkan beberapa persoalan di lapangan, yaitu muncul keresahan masyarakat pengelola hutan dengan ketidakpastian akses tenurial tersebut, juga melemahkan kepercayaan masyarakat pengelola hutan atas program Kemenhut yang dikampanyekan sebagai peduli masyarakat miskin (pro-poor).

"Penundaan izin HKm di Lampung itu juga menjadikan target areal HKm seluas 500.000 ha pada 2012 tidak akan tercapai," ujar dia.

Karena itu, sejumlah kelompok pengelola hutan bersama WATALA mengadakan Rembuk Petani Hutan Kemasyarakatan di Lampung, bertujuan untuk mengkonsolidasikan seluruh kekuatan rakyat terutama petani HKm dalam memperjuangkan hak-haknya menuju penerbitan izin (IUPHKm) selama 35 tahun.

WATALA mengharapkan, agar rembuk petani HKm itu dapat mendorong kelompok pengelola HKm di Lampung semakin solid dan dapat menghimpun kekuatan untuk melakukan upaya nyata guna mendapatkan hak IUPHKm, sekaligus menyampaikan aspirasi mereka kepada pemerintah dan pihak terkait.

Rembuk Petani HKm di Lampung mengundang kehadiran 37 perwakilan kelompok petani HKm dari beberapa kabupaten di Lampung, unsur Kemenhut, Dinas Kehutanan Lampung, dan sejumlah wartawan. (ANT/L-1)
Lampost : Jum'at 29 Juni 2012

No comments:

Post a Comment