Sunday, June 17, 2012

Piala Adipura Bukan Euforia Keberhasilan






ALHUSNA
Aktivis Lembaga Kajian Terapan

PROVINSI Lampung boleh ikut berbangga pada perhelatan tahunan bidang lingkungan hidup. Pada 5 Juni 2012 lalu, ada daerah di Lampung yang menerima penghargaan pada peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia.

Penghargaan yang diberikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yaitu Penghargaan Kalpataru, Piala Adipura, Adiwiyata Mandiri, dan Penyusun Status Lingkungan Hidup Daerah Terbaik. Anugerah lingkungan hidup itu diberikan kepada individu, kelompok maupun perwakilan pemda yang berprestasi di bidang lingkungan hidup. Tiga daerah di Lampung yang memperoleh Piala Adipura, yakni Kalianda, Metro, dan Menggala.

Acara penyerahan penghargaan sekaligus pencanangan Tahun Badak Internasional tahun 2012 tersebut tidak hanya dihadiri para penerima penghargaan. Juga suporter dan pengunjung yang menanti di luar Istana Negara dengan wajah gembira. Mereka ikut bergembira karena daerah, organisasi, atau kerabatnya ini menerima penghargaan bergengsi ini langsung dari Presiden.

Introspeksi Diri

Pencapaian Lampung ini tentu harus disyukuri karena persaingan Adipura bukanlah kompetisi yang mudah. Sekadar catatan, untuk program Adipura tahun 2012 ini, seleksi diikuti 379 kota yang terdiri dari kota metropolitan, besar, sedang, dan kecil. Dari jumlah tersebut, tersaring sebanyak 125 kota yang menerima penghargaan.

Keberhasilan Kalianda, Metro, dan Menggala mengungguli pesaing-pesaingnya sudah seharusnya menjadi sebuah kebanggaan tersendiri bagi segenap warganya. Namun, di sisi lain, penghargaan ini harus pula menjadi sarana introspeksi diri. Apakah memang ketiga kota tersebut telah layak memperoleh Piala Adipura? Apakah benar ketiga kota tersebut berhasil menjaga kebersihan dan menata lingkungan?

Introspeksi menjadi penting karena jika kita melihat langsung kondisi di lapangan pengelolaan kebersihan, penataan, dan pembangunan masih jauh di bawah harapan kita bersama. Indikator yang menjadi penilaian oleh Kementerian Lingkungan Hidup, yaitu kondisi fisik lingkungan perkotaan dalam hal kebersihan dan keteduhan kota. Serta indikator pengelolaan lingkungan perkotaan (nonfisik) meliputi institusi, manajemen, dan daya tanggap, rasanya masih jauh dari kenyataan.

Ketidaksesuaian ini bisa dilihat dari banyaknya sampah teronggok di sudut-sudut kota, pedagang kaki lima yang memadati trotoar, semrawutnya lalu lintas di sudut-sudut penjuru kota, pasar tradisional yang kotor dan bau, dan rendahnya kesadaran masyarakat untuk menjaga kebersihan lingkungan. Pembenahan yang dilakukan terkesan hanya euforia belaka.

Dampak Politis

Sudah menjadi rahasia umum pembenahan lingkungan kota hanya dilakukan beberapa hari sebelum penilaian. Itu pun hanya di beberapa titik yang menjadi jalur perjalanan tim seleksi. Ironisnya, hanya beberapa saat setelah penilaian selesai, situasi lingkungan kembali seperti semula; kumuh, kotor, dan semrawut.

Lebih jauh lagi, selebrasi keberhasilan daerah meraih Adipura hanya dinikmati segelintir pihak, khususnya elite politik dan aparatur pemerintahan. Masyarakat sudah mafhum torehan prestasi memperoleh Adipura disinyalir cukup ampuh untuk menaikkan tingkat popularitas elite untuk bersaing di arena politik, baik dalam pilkada maupun jabatan strategis lainnya.

Hal ini sungguh bertolak belakang dengan respons dari sebagian besar masyarakat yang cenderung acuh tak acuh merayakan keberhasilan daerahnya memboyong Adipura. Sikap acuh tak acuh ini merupakan respons wajar dari mayoritas masyarakat yang merasa tidak terlibat dalam pengelolaan kebersihan. Sebenarnya mereka kecewa melihat kualitas lingkungan sehari-hari berbanding terbalik dengan hasil penilaian tim Adipura.

Prioritas Pembenahan

Berbagai pekerjaan rumah yang belum selesai ini tentunya harus menjadi prioritas untuk pembenahan di masa mendatang. Pemerintah daerah dan masyarakat hendaknya bekerja sama untuk memperbaiki lingkungan agar menjadi lebih bersih dan sehat. Penghargaan Piala Adipura harus benar-benar bermakna dan bukan sekadar euforia untuk tujuan lain. Perjuangan untuk memperoleh dan mempertahankan Piala Adipura menjadi milik dan tanggung jawab bersama seluruh komponen masyarakat dan pemerintah daerah. (n) Lampost : Kamis, 14 June 2012 05:36

No comments:

Post a Comment