Thursday, September 29, 2011
Bandara Seray di Lambar Diujicoba
KRUI (Lampost.com): Bandara Seray yang terletak di Pekon Seray, Kecamatan Pesisir Tengah, Kabupaten Lampung Barat (Lambar) diujicoba, Rabu (28-9). Pendaratan yang menggunakan pesawat Susi Air berlangsung lancar. Pesawat Susi Air mendarat perdana tepat pukul 11.25 dan kedua mendarat sekitar pukul 13.00.
Pendaratan perdana ini menyita perhatian sekitar seribuan warga Pesisir Tengah yang berbondong-bondong mendatangi lokasi bandara.
Terik matahari yang menyengat tidak menyurutkan niat warga yang menunggu kedatangan pesawat yang ditumpangi anggota DPR RI Nazarudin Kiemas, Usmawarni Peter, Wakil Bupati Lambar Dimiati Amin, Oking Gandamiharja, Irvan Nuranda Jafar, dan beberapa penumpang lainnya di Pekon Seray. Sesaat setelah terlihat tanda-tanda pesawat akan mendarat, masyarakat yang awalnnya berada di sekitar lokasi dan di bawah taruf langsung berlarian menuju pinggir landasan pacu untuk menyaksikan dari dekat. Bahkan seruan petugas untuk menjauhi landasan pesawat seakan tidak dihiraukan pengunjung.
Bupati Lambar, Mukhlis Basri saat memberikan sambutan mengatakan setelah melalui proses panjang, mulai dari tahap perencanaan Lapter Seray tahun 2004, pembebasan lahan hingga rangkaian pembangunan, akhirnnya lapangan terbang (lapter) Seray secara resmi dilakukan ujicoba penerbangan menggunakan pesawat Susi Air dari Bandara Halim Perdanakusuma Jakarta menuju Seray. "Setelah semua tahapan kita lakukan, akhirnnya tepat di usia kabupaten yang ke-20, Lambar memiliki lapangan terbang Seray," kata dia.
Pada prinsipnnya, jelas Mukhlis, Lapter Seray merupakan bandara navigasi dan mitigasi bencana, karena di Kabupaten Lambar terdapat patahan Semangko sehingga menjadi salah satu daerah rawan bencana. Kendati sebagai bandara navigasi dan mitigasi bencana tetapi Lapter Seray juga akan difungsikan sebagai penerbangan umum yang dapat menggeliatkan perekonomian masyarakat Lambar. Apalagi berbagai potensi wisata yang dimiliki Lambar yang prospektif dan kini menjadi salah satu daerah tujuan wisata bagi wisatawan asing. Sehingga hal ini memungkinkan untuk pengoperasian Lapter Seray sebagai bandara umum.
Saat ini, kata Mukhlis dari total luas lapter sekitar 50 hektare, yang telah dibangun antara lain; panjang landasan (runway) 974 x 23 meter, Apron 90 m X 80 m, Taxi Way 98 m X 18 m, gedung adminstrasi dan jalan akses bandara sepanjang 1.800 m X 25 m. "Ke depan kita akan terus-menerus melakukan pembangunan. Sehingga bandara ini dapat difungsikan untuk pendaratan pesawat Boing 737," ujar dia.
Senada disampaikan anggota DPR RI Nazaruddin Kiemas, meskipun Lambar memiliki berbagai potensi wisata, tetapi selama ini masih terisolasi dari transportasi udara. Untuk menjangaunnya dari Jakarta membutuhkan waktu cukup lama. Ia berharap dengan ujicoba penerbangan akan memudahkan transportasi antardaerah yang berdampak pada kesejahteraan rakyat. "53 tahun silam, saya tinggal di Krui, karena saya putra Krui dan masih berjalan kaki, sekarang sudah pesawat yang mendarat di sini," kata dia
Apalagi Lapter Seray juga diupayakan untuk penerbangan pesawat kargo dan penumpang, sehingga hasil alam Lambar dapat didistribusikan melalui udara serta menjadi transportasi alternatif kunjungan wisawatan ke Lambar. "Kami akan coba memperjuangkan supaya Komisi V DPR dapat mengalokasikan anggaran untuk meneruskan penambahan landasan pacu dan infrastruktur pendukung dari APBN, supaya kapasitasnnya sama dengan bandara yang lain," terang dia.
Di tempat sama wisatawan asing yang berkunjung ke Lambar Daniel melalui juru bicara Sekretaris Dinas Pariwisata dan Kebudayaan setempat Guntur Panjaitan mengatakan, jika nantinnya Lapter Seray sudah dioperasikan untuk transportasi penumpang akan salah satu transportasi untuk wisatawan mengujungi wilayah Pesisir. Jika sudah dioperasikan, kami akan menginformasikan kepada wisatawan yang lain untuk berkunjung ke Lambar,” kata Guntur menirukan bahasa Daniel.(*/L-2)
Kepastian dan Keberlanjutan Kota Baru?
Syarief Makhya
Pengajar Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP Unila
Ketua Banleg DPRD Provinsi Lampung Farouq menyatakan untuk pembangunan Kota Baru diperlukan perda agar bisa menjamin kepastian hukum dan keberlanjutan pembangunan kota baru di masa depan. Jika tidak dipayungi perda, suatu saat nanti apabila terjadi pergantian gubernur, program ini kemudian tidak dilanjutkan sebagaimana terjadi pada program WFC (water front city). Wali kotanya ganti, programnya terhenti.
Jaminan kepastian hukum pembangunan kota baru sebenarnya sudah diakomodasi dalam Perda RTRW, perda RPJMD, dan perda RPJP. Jadi, isu utama untuk menjamin keberlanjutan program kota baru, bukan hanya masalah perlu tidaknya ada perda, karena perda bisa saja dicabut kepala daerah bersama DPRD dengan berbagai alasan. Yang harus dicermati dalam kecenderungan sekarang dalam mengelola pembangunan, selera, dan kepentingan politik kepala daerah jauh lebih kuat pengaruhnya dibanding jaminan kepastian hukum sebuah kebijakan atau sebuah program pembangunan.
Pada tataran ini, motivasi dan visi politik kepala daerah diterjemahkan menjadi visi daerah dengan cara merombak total desain pembangunan yang dirintis pendahulunya. Akibatnya, perencanaan pembangunan daerah menjadi tidak konsisten dan tak berkesinambungan sehingga kemudian muncul adagium ganti kepala daerah ganti kebijakan.
Sebab itu, sekalipun ada jaminan kepastian hukum tapi jika kebijakan itu, pada tataran implementasinya, masuk dalam kategori nonimplementation karena alasan kepentingan politik. Maka kebijakan tersebut tidak akan dilaksanakan sebagaimana terjadi pada kasus WFC.
Kebijakan dan program pembangunan yang dinilai orientasinya untuk kepentingan rakyat, prospektif untuk kepentingan pertumbuhan ekonomi, antisipatif, dan dari kapasitas pemerintahan memungkinkan untuk dilaksanakan bisa dinilai buruk oleh seorang kepala daerah karena tidak sesuai dengan selera politiknya.
Cara pandang membatalkan atau tidak melanjutkan program pembangunan karena tidak sejalan dengan selera kepentingan politik kepala daerah, jelas berimplikasi buruk terhadap persoalan pemanfaatan dan efisiensi anggaran. Bisa dibayangkan pembangunan kota baru yang sudah menelan biaya miliaran rupiah, gara-gara terjadi pergantian kepala daerah, menjadi tidak dilanjutkan atau dihentikan karena bukan bagian dari program politiknya.
Dengan cara pandang keberlanjutan pembangunan sangat tergantung selera politik kepala daerah, hampir dapat dipastikan tidak memberikan jaminan kepastian apakah sebuah program pembangunan akan dilanjutkan atau tidak. Tolok ukurnya sangat subjektif dan sarat kepentingan politik kepala daerah.
Oleh sebab itu, perlu ada alasan-alasan yang rasional untuk menilai apakah sebuah program pembangunan itu layak dilanjutkan atau tidak. Harus dipahami sebuah kebijakan mengandung risiko untuk gagal karena berbagai faktor. Tetapi, sepanjang kebijakan tersebut dari sudut pandang kapasitas implementasi memungkinkan untuk dilaksanakan, memiliki tujuan bernilai menguntungkan kepentingan publik, dan mampu mengatasi dan mengantisipasi perubahan yang akan terjadi di masa yang akan datang, maka tidak ada alasan untuk tidak dilanjutkan.
Namun, kelayakan implementasi dan keberlanjutan pembangunan sebuah program tentu harus memperoleh dukungan politik, tidak hanya dukungan politik formal dari DPRD, juga dukungan politik dari masyarakat.
Konsep yang akan dibangun kota baru adalah model pembangunan antisipatif. Pembangunan kota baru bukan hanya sebatas memindahkan kantor pemerintahan Pemprov Lampung, juga akan dibangun sebagai sebuah sistem perkotaan untuk membantu mengembangkan wilayah di sekitar kota dan mengurangi beban Bandar Lampung. Oleh sebab itu, di kota baru akan dibangun sarana dan prasarana permukiman, perkantoran, dan fasilitas-fasilitas pendukung lainnya.
Dengan demikian, pembangunan kota baru sesungguhnya memiliki prospek untuk pengembangan pusat pertumbuhan kota baru yang bisa mengatasi berbagai persoalan, seperti kemacetan lalu lintas, pengembangan pertumbuhan ekonomi baru, kepadatan penduduk, dsb.
Sampai sekarang sebenarnya tidak ada penolakan dari masyarakat terhadap rencana pengembangan kota baru tersebut, kecuali ada sebagaian kelompok masyarakat yang masih mempersoalkan status lahan yang sekarang masih dalam proses penyelesaian.
Dari aspek legal formal pun pembangunan kota baru sudah diakomodasi dalam Perda RTRW, Perda RPJMD, dan Perda RPJP. Persoalan yang tersisa, tinggal bagaimana pembangunan kota baru tersebut bisa terinstitusional sehingga tidak hanya menjadi agenda pemerintah, juga menjadi agenda publik.
Caranya dengan membangkitkan potensi dan memberdayakan peran stakeholder, seperti perguruan tinggi, pebisnis lokal, forum-forum warga, LSM, organisasi profesi, media, Kadin, dan organisasi semi pemerintahan, dan sebagainya dalam proses perencanaan pembangunan dan implementasinya. Sehingga terbangun pembangunan kota baru yang partisipatif, transparan, dan berkelanjutan. Dengan demikian, kota baru menjadi komitmen politik bersama antara kekuatan masyarakat dan pemda untuk dilaksanakan, sehingga tidak mudah digoyahkan jika terjadi pergantian gubernur.
Pengajar Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP Unila
Ketua Banleg DPRD Provinsi Lampung Farouq menyatakan untuk pembangunan Kota Baru diperlukan perda agar bisa menjamin kepastian hukum dan keberlanjutan pembangunan kota baru di masa depan. Jika tidak dipayungi perda, suatu saat nanti apabila terjadi pergantian gubernur, program ini kemudian tidak dilanjutkan sebagaimana terjadi pada program WFC (water front city). Wali kotanya ganti, programnya terhenti.
Jaminan kepastian hukum pembangunan kota baru sebenarnya sudah diakomodasi dalam Perda RTRW, perda RPJMD, dan perda RPJP. Jadi, isu utama untuk menjamin keberlanjutan program kota baru, bukan hanya masalah perlu tidaknya ada perda, karena perda bisa saja dicabut kepala daerah bersama DPRD dengan berbagai alasan. Yang harus dicermati dalam kecenderungan sekarang dalam mengelola pembangunan, selera, dan kepentingan politik kepala daerah jauh lebih kuat pengaruhnya dibanding jaminan kepastian hukum sebuah kebijakan atau sebuah program pembangunan.
Pada tataran ini, motivasi dan visi politik kepala daerah diterjemahkan menjadi visi daerah dengan cara merombak total desain pembangunan yang dirintis pendahulunya. Akibatnya, perencanaan pembangunan daerah menjadi tidak konsisten dan tak berkesinambungan sehingga kemudian muncul adagium ganti kepala daerah ganti kebijakan.
Sebab itu, sekalipun ada jaminan kepastian hukum tapi jika kebijakan itu, pada tataran implementasinya, masuk dalam kategori nonimplementation karena alasan kepentingan politik. Maka kebijakan tersebut tidak akan dilaksanakan sebagaimana terjadi pada kasus WFC.
Kebijakan dan program pembangunan yang dinilai orientasinya untuk kepentingan rakyat, prospektif untuk kepentingan pertumbuhan ekonomi, antisipatif, dan dari kapasitas pemerintahan memungkinkan untuk dilaksanakan bisa dinilai buruk oleh seorang kepala daerah karena tidak sesuai dengan selera politiknya.
Cara pandang membatalkan atau tidak melanjutkan program pembangunan karena tidak sejalan dengan selera kepentingan politik kepala daerah, jelas berimplikasi buruk terhadap persoalan pemanfaatan dan efisiensi anggaran. Bisa dibayangkan pembangunan kota baru yang sudah menelan biaya miliaran rupiah, gara-gara terjadi pergantian kepala daerah, menjadi tidak dilanjutkan atau dihentikan karena bukan bagian dari program politiknya.
Dengan cara pandang keberlanjutan pembangunan sangat tergantung selera politik kepala daerah, hampir dapat dipastikan tidak memberikan jaminan kepastian apakah sebuah program pembangunan akan dilanjutkan atau tidak. Tolok ukurnya sangat subjektif dan sarat kepentingan politik kepala daerah.
Oleh sebab itu, perlu ada alasan-alasan yang rasional untuk menilai apakah sebuah program pembangunan itu layak dilanjutkan atau tidak. Harus dipahami sebuah kebijakan mengandung risiko untuk gagal karena berbagai faktor. Tetapi, sepanjang kebijakan tersebut dari sudut pandang kapasitas implementasi memungkinkan untuk dilaksanakan, memiliki tujuan bernilai menguntungkan kepentingan publik, dan mampu mengatasi dan mengantisipasi perubahan yang akan terjadi di masa yang akan datang, maka tidak ada alasan untuk tidak dilanjutkan.
Namun, kelayakan implementasi dan keberlanjutan pembangunan sebuah program tentu harus memperoleh dukungan politik, tidak hanya dukungan politik formal dari DPRD, juga dukungan politik dari masyarakat.
Konsep yang akan dibangun kota baru adalah model pembangunan antisipatif. Pembangunan kota baru bukan hanya sebatas memindahkan kantor pemerintahan Pemprov Lampung, juga akan dibangun sebagai sebuah sistem perkotaan untuk membantu mengembangkan wilayah di sekitar kota dan mengurangi beban Bandar Lampung. Oleh sebab itu, di kota baru akan dibangun sarana dan prasarana permukiman, perkantoran, dan fasilitas-fasilitas pendukung lainnya.
Dengan demikian, pembangunan kota baru sesungguhnya memiliki prospek untuk pengembangan pusat pertumbuhan kota baru yang bisa mengatasi berbagai persoalan, seperti kemacetan lalu lintas, pengembangan pertumbuhan ekonomi baru, kepadatan penduduk, dsb.
Sampai sekarang sebenarnya tidak ada penolakan dari masyarakat terhadap rencana pengembangan kota baru tersebut, kecuali ada sebagaian kelompok masyarakat yang masih mempersoalkan status lahan yang sekarang masih dalam proses penyelesaian.
Dari aspek legal formal pun pembangunan kota baru sudah diakomodasi dalam Perda RTRW, Perda RPJMD, dan Perda RPJP. Persoalan yang tersisa, tinggal bagaimana pembangunan kota baru tersebut bisa terinstitusional sehingga tidak hanya menjadi agenda pemerintah, juga menjadi agenda publik.
Caranya dengan membangkitkan potensi dan memberdayakan peran stakeholder, seperti perguruan tinggi, pebisnis lokal, forum-forum warga, LSM, organisasi profesi, media, Kadin, dan organisasi semi pemerintahan, dan sebagainya dalam proses perencanaan pembangunan dan implementasinya. Sehingga terbangun pembangunan kota baru yang partisipatif, transparan, dan berkelanjutan. Dengan demikian, kota baru menjadi komitmen politik bersama antara kekuatan masyarakat dan pemda untuk dilaksanakan, sehingga tidak mudah digoyahkan jika terjadi pergantian gubernur.
Ini Dia Undangan Royal Wedding Putri Sultan HB X
YOGYAKARTA (Lampost.com): Tak lama lagi, putri bungsu Sri Sultan Hamengku Buwono X, GRAj Nurastuti Wijareni akan menikah dengan Achmad Ubaidillah yang kini bergelar Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Yudanegara. Pernikahan akan digelar Selasa 18 Oktober 2011.
Bagaimana undangan untuk pernikahan kerajaan ala Keraton Yogyakarta? Publik tentu penasaran. Kartu undangan untuk pernikahan sang Putri Sultan kali ini berwarna hijau. Hijau yang sangat identik dengan warna Keraton Ngayogyakarta.
Ukurannya lumayan besar yakni sekitar 18 x 30 cm dengan hardcover. Undangan dengan logo Keraton Yogyakarta dan emboss emas di bagian depan itu mirip seperti sebuah buku yang bisa dibuka.
Jika undangan dibuka bagian dalamnya, pada sisi kiri terdapat beberapa lembar yang berisi undangan dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Ada pula kartu parkir dan kartu makan untuk para pengemudi.
Sementara itu di sisi kanan, yang terbagi menjadi tiga bagian, terdapat sebuah block note sebagai souvenir, kartu pengganti buku tamu, dan dua pin yang harus dikenakan oleh para tamu saat mendatangi acara pernikahan.
Pin itu berupa emblem Keraton Yogyakarta berbahan logam dengan pita berwarna hijau muda. Karena tanda yang diberikan hanya dua, maka otomatis, undangan ini hanya berlaku untuk dua orang.
Berikut bunyi undangan lengkap pernikahan Putri Bungsu Sri Sultan Hamengku Buwono X:
Ngerso Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kangjeng Sultan Hamengku Buwono Senopati ing Ngalaga, Ngabdurrakhman Sayidin Panatagama, Kalifatullah. Ingkang Jumeneng Kamping X ing Ngayogyakarta Hadiningrat
saha
Gusti Kanjeng Ratu Hemas
Assalamu'alaikum warohmatullahi wabarraokatuh
Dengan hormat, mengundang kehadiran bapak, ibu dan saudara sekalian untuk memberi doa restu pernikahan putri kami
Gusti Kanjeng Ratu Bendara
(GRAJ Nurastuti Wijareni, B.A)
Menikah dengan
Kanjeng Pangeran Harya Yudanegara
(Achmad Ubaidillah, S.E., M.si)
Besok pada hari Selasa Wage
tanggal 20 Dulkaidah 1944
bertepatan tanggal 18 Oktober 2011
pada jam 19.00 WIB - 20.00 WIB
bertempat di Komplek Kepatuhan Danurejan, Jalan Malioboro, Yogyakarta
Besar harapan kami atas kehadiran bapak, ibu dan saudara sekalian, atas perhatian dan kehadirannya kami mengucapkan terima kasih. Wassalamu'alaikum warohmatullahi warbarrokatuh. (DTC/L-2)
Sunday, September 11, 2011
Kota Bandar Lampung Krisis Air
Utama Lampost : Senin, 12 September 2011
BANDAR LAMPUNG (Lampost): Kemarau sejak sebulan terakhir mulai terasa dampaknya. Warga Bandar Lampung dan sekitarnya dilanda krisis air bersih.
Masyarakat kesulitan mendapatkan air bersih karena debit air sumur menyusut, bahkan sebagian mulai mengering. Untuk memenuhi kebutuhan air bersih, warga terpaksa mengambil dari tempat lain atau membeli.
Krisis air dirasakan warga Kedaton, Sukarame, Way Kandis, Labuhanratu, Way Halim, dan Gunungterang.
Di Labuhanratu, warga menyerbu sumur gratis yang disediakan perorangan, seperti di Maruman Siger dan di depan masjid jalan Pagaralam (Gang PU). "Sumur di rumah kering, jadi terpaksa ngunjal dengan pikap atau becak," ujar Yanto, warga Labuhanratu, Minggu (11-9).
Di Kedaton, debit air sumur dengan kedalaman kurang dari 12 meter juga menyusut. Masyarakat terpaksa menghemat air atau meminta dari tetangga yang memiliki sumur lebih dalam. Di Gunungterang, warga terpaksa mandi di sungai karena sumur mereka hanya cukup untuk kebutuhan memasak dan mencuci.
Kesulitan air bersih juga dirasakan warga Desa Hajimena, Natar, Lampung Selatan. Banyak sumur yang mengering dan kalaupun air sumur masih ada, baru bisa diambil setelah delapan jam. Rumah Habiah Ilyas, misalnya. Di rumahnya, air sumur bisa disedot mesin setiap delapan jam. Padahal biasanya, air bisa disedot kapan saja karena sumber airnya melimpah.
Beberapa warga terpaksa membeli selang panjang untuk disambung ke sumur bor milik tetangganya. Afandi, misalnya. Warga Perumahan Puri Sejahtera, Natar, ini mesti membeli selang sepanjang 20 meter untuk meminta air kepada warga yang punya sumur bor.
Setiap pagi dan sore, air dialirkan melalui selang dari rumah si empunya air ke rumahnya. Hal itu sudah berlangsung satu bulan terakhir. Selain meminta kepada tetangga yang punya sumur bor, beberapa warga juga mencuci dan mengambil air di masjid sekitar. Namun, pengambilan air dibatasi oleh pengurus masjid. Sebab, dikhawatirkan kebutuhan air untuk jemaah yang hendak salat tidak tercukupi.
Pertanian
Di sektor pertanian, luas areal sawah yang gagal panen di Lampung sejak dua bulan terakhir mencapai 513 ha. Petambak tradisional dan nelayan pun banyak yang merugi akibat kemarau.
Kepala Stasiun Klimatologi Masgar Hariyanto mengatakan kemarau di Lampung mencapai puncaknya sejak awal Agustus ini. Curah hujan saat ini 50-100 mm/bulan. "Kemarau diprediksi mereda pada Oktober," kata dia.
Sementara itu, Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Lampung Bambang Nova Setyanto mengatakan suhu pada puncak kemarau mencapai 34—35 derajat Celsius. "Hujan masih akan turun walaupun dengan intensitas rendah, di bawah 150 mm/bulan," ujarnya.
Secara nasional, kemarau berkepanjangan membuat sebagian wilayah Indonesia dilanda kekeringan. Krisis air pun tak terhindarkan. Ribuan hektar areal persawahan siap panen terancam puso atau gagal panen. Tak sedikit lahan pertanian yang telantar. Di samping areal pertanian, kekeringan juga berdampak serius terhadap peternakan, sapi dan kerbau kesulitan pakan. Warga pun menjerit karena air bersih sulit didapat.
Di Tegal, Jawa Tengah, ratusan warga memanfaatkan air sumur yang keruh dan berbau untuk memasak dan kebutuhan lainnya. Warga yang mampu membeli air bersih dari sumur artesis milik warga setempat seharga Rp1.000 per jeriken berisi 20 liter. (AAN/TOR/U-1)
Kemarau, Warga Metro Kesulitan Air Bersih
METRO (Lampost): Sebagian warga di Metro mulai merasakan kesulitan air mengingat sudah sebulan setengah tak turun hujan di wilayah itu.
Sebagian warga kini hanya berharap dari sumur tetangga yang masih ada airnya, tapi itu pun terbatas. Hampir semua sumur warga di Metro mulai surut dan kekeringan.
Warga berharap ada bantuan dari Pemkot melalaui UPT PAM. "Sudah seminggu sumur kering, kami minta kepada tetangga dan saudara yang di rumahnya masih aman air," kata Ujang, warga Hadimulyo.
Kondisi yang sama dialami sejumlah warga yang tinggal di daerah Polos, Iringmulyo, Yosodadi, serta sebagian di Tejosari dan Tejoagung.
Warga sudah memilih membeli air dan sumur tetangga yang bisa dimanfaatkan. Beberapa masjid pun menjadi tempat warga meminta air, karena air di sana masih bisa dimanfaatkan.
Kondisi kesulitan air warga direspons Komisi II DPRD Metro. Anggota Komisi II Nasrianto mengatakan akan meminta pemerintah membantu menyuplai air melalaui PAM air bersih.
Sebab, air menjadi kebutuhan yang tidak bisa dihindari, mengingat kesulitan air bisa berimbas pada kesehatan. "Kami akan meminta Wali Kota untuk menginstruksikan UPT PAM menyuplai air ke masyarakat," kata dia di ruang kerajnya, Jumat (9-11).
Nasrianto mengaku sudah ada laporan dari masyarakat ke Dewan menyusul kondisi kesulitan air saat ini. Bahkan, warga di sekitar rumahnya di seputaran Hadimulyo pun sebagian besar sudah mengalami kekeringan.
Selain itu, kata dia, Komisi II juga akan mengusulkan ke Dinas Tata Kota untuk menyiapkan tempat-tempat penampungan air berupa tong atau bak air plastik yang diletakkan di seputar daerah kesulitan air. Dengan begitu, warga bisa mendapat air dari tong-tong yang disiapkan. (CAN/D-3)
Saturday, September 10, 2011
Abrasi Ancam Warga Pulau Legundi
gambar ilustrasi
Ruwa Jurai Lampost 10 September 2011/
PESAWARAN (Lampost): Pesisir pantai Pulau Legundi di Kecamatan Punduhpidada, Kabupaten Pesawaran, mulai mengalami abrasi atau penggerusan. Warga setempat meminta Pemkab setempat mengatasi abrasi karena dampaknya dapat merugikan masyarakat sekitar.
"Abrasi pantai ini sudah meluas sepanjang 25 meter dari bibir pantai sehingga akan semakin merugikan masyarakat yang berada di pesisir," ujar Pj. Kepala Desa Pulau Legundi, Zikri Hasis, di Pesawaran, Sabtu (10-9).
Menurut dia, masyarakat di daerah itu hanya bisa membuat tanggul seadanya menggunakan batu karang yang ada di sekitar pantai. "Masyarakat tidak mampu menanggulangi sepenuhnya karena nilai untuk penanggulangan cukup besar sehingga secara swadaya hanya bisa membuat tanggul," ujar Hasis.
Dia menjelaskan selama ini masyarakat belum pernah mengajukan langsung anggaran penanggulangan permasalahan tersebut. Namun, pihaknya melalui kaur pembangunan saat musrembang kecamatan sudah pernah melapor perihal abrasi pantai.
Akan tetapi, hingga kini pengajuan itu belum terealisasi, sehingga kondisi tersebut mengkhawatirkan warga setempat.
Hal senada diungkapkan warga lainnya, Ali Rahman. Dia mengatakan abrasi pantai di pesisir akan semakin meluas apabila tidak ditanggulangani dengan benar.
"Apalagi semakin meluasnya abrasi ini akan menimbulkan berbagai masalah yang di antaranya merusak bangunan puskemas milik pemerintah di daerah tersebut," kata Ketua BPD Pulau Legundi itu.
Ia berharap Pemkab setempat memberi solusi guna mengatasi abrasi pantai yang semakin meluas di pesisir wilayah kepulauan di daerah itu. "Terkait dengan abrasi tersebut, pihak masyarakat tidak dapat maksimal mengatasi permasalahan karena membutuhkan dana cukup besar," ujarnya.
Ali menambahkan selama ini yang bisa dilakukan hanya menutupinya dengan karang yang disusun di sekitar pantai, tapi itu tidak maksimal karena kekurangan dana. Upaya lain dengan penanaman mangrove atau bakau sudah pernah dilakukan, tetapi belum berhasil.
"Besar harapan kami pemerintah dapat turut andil menangani permasalahan tersebut sehingga tidak terjadi hal yang tidak diinginkan seperti bencana banjir saat pasang air laut," kata dia. (ANT/L-1)
Ruwa Jurai Lampost 10 September 2011/
PESAWARAN (Lampost): Pesisir pantai Pulau Legundi di Kecamatan Punduhpidada, Kabupaten Pesawaran, mulai mengalami abrasi atau penggerusan. Warga setempat meminta Pemkab setempat mengatasi abrasi karena dampaknya dapat merugikan masyarakat sekitar.
"Abrasi pantai ini sudah meluas sepanjang 25 meter dari bibir pantai sehingga akan semakin merugikan masyarakat yang berada di pesisir," ujar Pj. Kepala Desa Pulau Legundi, Zikri Hasis, di Pesawaran, Sabtu (10-9).
Menurut dia, masyarakat di daerah itu hanya bisa membuat tanggul seadanya menggunakan batu karang yang ada di sekitar pantai. "Masyarakat tidak mampu menanggulangi sepenuhnya karena nilai untuk penanggulangan cukup besar sehingga secara swadaya hanya bisa membuat tanggul," ujar Hasis.
Dia menjelaskan selama ini masyarakat belum pernah mengajukan langsung anggaran penanggulangan permasalahan tersebut. Namun, pihaknya melalui kaur pembangunan saat musrembang kecamatan sudah pernah melapor perihal abrasi pantai.
Akan tetapi, hingga kini pengajuan itu belum terealisasi, sehingga kondisi tersebut mengkhawatirkan warga setempat.
Hal senada diungkapkan warga lainnya, Ali Rahman. Dia mengatakan abrasi pantai di pesisir akan semakin meluas apabila tidak ditanggulangani dengan benar.
"Apalagi semakin meluasnya abrasi ini akan menimbulkan berbagai masalah yang di antaranya merusak bangunan puskemas milik pemerintah di daerah tersebut," kata Ketua BPD Pulau Legundi itu.
Ia berharap Pemkab setempat memberi solusi guna mengatasi abrasi pantai yang semakin meluas di pesisir wilayah kepulauan di daerah itu. "Terkait dengan abrasi tersebut, pihak masyarakat tidak dapat maksimal mengatasi permasalahan karena membutuhkan dana cukup besar," ujarnya.
Ali menambahkan selama ini yang bisa dilakukan hanya menutupinya dengan karang yang disusun di sekitar pantai, tapi itu tidak maksimal karena kekurangan dana. Upaya lain dengan penanaman mangrove atau bakau sudah pernah dilakukan, tetapi belum berhasil.
"Besar harapan kami pemerintah dapat turut andil menangani permasalahan tersebut sehingga tidak terjadi hal yang tidak diinginkan seperti bencana banjir saat pasang air laut," kata dia. (ANT/L-1)
REGISTER 45 : Menhut: Penyelesaian Salah Sejak Awal
gambar ilustrasi
Utama Lampost Sabtu 10 September 2011
BANDAR LAMPUNG (Lampost): Penyelesaian sengketa lahan di Register 45 sudah salah sejak awal. Peluang penyelesaian melalui mekanisme enklave tidak berjalan karena banyaknya pendatang baru yang masuk.
Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan menjelaskan pembebasan hutan register bisa ditempuh melalui mekanisme enklave jika ada sekelompok warga yang sejak lama tinggal di kawasan itu.
"Tetapi, yang lama dienklave, yang baru datang lagi, sehingga persoalan tak pernah selesai. Kesalahan itu sudah sejak awal," kata Zulkifli saat halalbihalal PAN Lampung di Graha Parahita Hotel Marcopolo, Bandar Lampung, Jumat (9-9).
Zulkifli menyampaikan hal itu menanggapi penggusuran di Pekatraya, Register 45, Mesuji, dua hari lalu. Jika kawasan register dijadikan tempat tinggal, dikhawatirkan merusak ekosistem hutan dan berdampak menimbulkan bencana seperti banjir, longsor, dan kebakaran. "Jangan sampai satu atau dua orang menyusahkan seluruh Lampung," ujar dia.
Sementara itu, Oki Hajiansyah Wahab dari Divisi Advokasi Petani Moro-moro Way Serdang (PPMWS) dalam rilisnya menjelaskan Moro-moro tidak termasuk kawasan yang digusur tim gabungan pada dua hari lalu. "Yang digusur wilayah Pekatraya di Register 45. Lokasinya memang berdampingan dengan Moro-moro yang kami tempati."
Terkait dengan insiden penembakan pada November 2010, korban yang tewas ditembak petugas, yakni Made, serta korban luka-luka, Nyoman, juga bukan Warga Moro-moro. "Mereka warga Kampung Pelitajaya yang lokasinya jauh dari Moro-moro. Kasusnya kini ditangani Komnas HAM." (WAH/UAN/U-1)
Utama Lampost Sabtu 10 September 2011
BANDAR LAMPUNG (Lampost): Penyelesaian sengketa lahan di Register 45 sudah salah sejak awal. Peluang penyelesaian melalui mekanisme enklave tidak berjalan karena banyaknya pendatang baru yang masuk.
Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan menjelaskan pembebasan hutan register bisa ditempuh melalui mekanisme enklave jika ada sekelompok warga yang sejak lama tinggal di kawasan itu.
"Tetapi, yang lama dienklave, yang baru datang lagi, sehingga persoalan tak pernah selesai. Kesalahan itu sudah sejak awal," kata Zulkifli saat halalbihalal PAN Lampung di Graha Parahita Hotel Marcopolo, Bandar Lampung, Jumat (9-9).
Zulkifli menyampaikan hal itu menanggapi penggusuran di Pekatraya, Register 45, Mesuji, dua hari lalu. Jika kawasan register dijadikan tempat tinggal, dikhawatirkan merusak ekosistem hutan dan berdampak menimbulkan bencana seperti banjir, longsor, dan kebakaran. "Jangan sampai satu atau dua orang menyusahkan seluruh Lampung," ujar dia.
Sementara itu, Oki Hajiansyah Wahab dari Divisi Advokasi Petani Moro-moro Way Serdang (PPMWS) dalam rilisnya menjelaskan Moro-moro tidak termasuk kawasan yang digusur tim gabungan pada dua hari lalu. "Yang digusur wilayah Pekatraya di Register 45. Lokasinya memang berdampingan dengan Moro-moro yang kami tempati."
Terkait dengan insiden penembakan pada November 2010, korban yang tewas ditembak petugas, yakni Made, serta korban luka-luka, Nyoman, juga bukan Warga Moro-moro. "Mereka warga Kampung Pelitajaya yang lokasinya jauh dari Moro-moro. Kasusnya kini ditangani Komnas HAM." (WAH/UAN/U-1)
Pasar Terbesar di Mesuji Ludes
gambar ilustrasi
Utama Lampost 10 September 2011
SIMPANGPEMATANG (Lampost): Sebanyak 395 kios penampungan Pasar Simpangpematang, Kecamatan Simpangpematang, Mesuji, ludes dilalap api, kemarin siang.
Api diketahui sekitar pukul 14.45. Karena semua bangunan terbuat dari kayu dan tak ada mobil pemadam kebakaran, tak sampai satu jam seluruh bangunan pasar terbesar di Mesuji itu rata dengan tanah.
Menurut sejumlah pedagang, api berasal dari toko sepatu milik Fani yang berdekatan dengan balai kampung setempat. Wayan yang tokonya bersebelahan dengan Fani mengatakan sebelum terjadi kebakaran, ia melihat Fani dan istrinya masuk toko. "Karena toko itu baru buka, mungkin beres-beres," ujarnya.
Setelah toko itu ditutup, Fani dan istrinya pergi naik sepeda motor. "Tidak lama dari situ, kami melihat api dari dalam toko itu. Lalu kami dengan beberapa rekan mencoba mendobrak toko itu. Setelah berhasil didobrak api sudah sangat besar sehingga tidak bisa dipadamkan," kata dia.
Para pedagang pun panik. Mereka berupaya menyelamatkan barang dagangan. Sementara itu, api semakin besar karena angin bertiup kencang sedangkan semua bangunan terbuat dari kayu.
Sebagian barang dagangan yang bisa diselamatkan dibawa pulang ke rumah masing-masing, sebagian lagi dititipkan ke rumah-rumah penduduk di sekitar lapangan bola tempat pembangunan kios sementara.
Terlambat Pindah
Ketua Himpunan Pedagang Pasar Simpangpematang Bagindo Erwin mengatakan musibah seperti itu kemungkinan tidak akan terjadi jika pengembang menyelesaikan bangunan tepat waktu.
"Kalau perjanjian dengan pengembang pasar dan Pemkab Mesuji, semestinya sebulan sebelum puasa kami harus sudah pindah ke bangunan baru. Jika para pedagang sudah pindah, tidak begini kejadiannya. Kami berharap Pemkab mendesak PT Citra Kurnia Waway untuk segera menyelesaikan pembangunan," ujarnya.
Kapolsek Simpangpematang AKP Nelson F. Manik mengatakan penyebab kebakaran masih diselidiki. "Kami masih mengumpulkan informasi, ada yang menyebutkan sumber api berasal dari salah satu toko sepatu milik Fani, nanti kami telusuri,” kata dia.
Saat ini polisi masih mencari keberadaan Fani. Sedangkan istrinya sudah diamankan di Polsek tapi belum bisa dimintai keterangan karena masih shock.
Nelson menambahkan di pasar penampungan tersebut tidak ada satu pun alat pemadam kebakaran yang disediakan. "Padahal dari awal penampungan ini dibangun seharusnya ada antisipasi jika terjadi kebakaran," kata dia.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Mesuji Huminsa Lubis mengatakan pihaknya sudah meminta bantuan perusahaan-perusahaan di sekitar lokasi untuk mengirimkan mobil pemadam saat kebakaran terjadi.
"Tapi kejadiannya terlalu cepat, jadi alat pemadam datang tidak sempat lagi digunakan," ujarnya. Sedangkan Pemkab Mesuji belum memiliki mobil pemadam kebakaran.
Pj. Bupati Mesuji Albar Hasan Tanjung kemarin juga datang ke lokasi kebakaran. Begitu juga Camat Simpangpematang Indra Kusuma Wijaya. Albar Hasan berharap pedagang tidak putus asa. "Kembalilah berjualan, jangan tinggal diam. Untuk sementara, Pemkab Mesuji akan membantu membersihkan puing-puing sisa-sisa kebakaran lebih dulu," ujarnya.
Kepala Kampung Simpangpematang Parimin mengatakan pihaknya akan membicarakan lebih dulu dengan Uspika dan Pemkab tentang para pedagang yang kiosnya ludes itu bisa berjualan lagi.
Debri Saputra, warga Kampung Simpangpematang, yang rumahnya tepat di depan pasar, mengatakan api terlihat dari dalam pasar. Ia dan warga hanya menggunakan peralatan seadanya untuk memadamkan api.
"Kami cuma pakai ember, mana ambil airnya cukup jauh, jadi memang enggak ada gunanya," kata dia. Ketinggian api, kata dia, saat puncak kebakaran mencapai puluhan meter. "Saya baru sekali ini melihat kebakaran seperti ini," ujarnya. (UNA/UAN/R-2)
Utama Lampost 10 September 2011
SIMPANGPEMATANG (Lampost): Sebanyak 395 kios penampungan Pasar Simpangpematang, Kecamatan Simpangpematang, Mesuji, ludes dilalap api, kemarin siang.
Api diketahui sekitar pukul 14.45. Karena semua bangunan terbuat dari kayu dan tak ada mobil pemadam kebakaran, tak sampai satu jam seluruh bangunan pasar terbesar di Mesuji itu rata dengan tanah.
Menurut sejumlah pedagang, api berasal dari toko sepatu milik Fani yang berdekatan dengan balai kampung setempat. Wayan yang tokonya bersebelahan dengan Fani mengatakan sebelum terjadi kebakaran, ia melihat Fani dan istrinya masuk toko. "Karena toko itu baru buka, mungkin beres-beres," ujarnya.
Setelah toko itu ditutup, Fani dan istrinya pergi naik sepeda motor. "Tidak lama dari situ, kami melihat api dari dalam toko itu. Lalu kami dengan beberapa rekan mencoba mendobrak toko itu. Setelah berhasil didobrak api sudah sangat besar sehingga tidak bisa dipadamkan," kata dia.
Para pedagang pun panik. Mereka berupaya menyelamatkan barang dagangan. Sementara itu, api semakin besar karena angin bertiup kencang sedangkan semua bangunan terbuat dari kayu.
Sebagian barang dagangan yang bisa diselamatkan dibawa pulang ke rumah masing-masing, sebagian lagi dititipkan ke rumah-rumah penduduk di sekitar lapangan bola tempat pembangunan kios sementara.
Terlambat Pindah
Ketua Himpunan Pedagang Pasar Simpangpematang Bagindo Erwin mengatakan musibah seperti itu kemungkinan tidak akan terjadi jika pengembang menyelesaikan bangunan tepat waktu.
"Kalau perjanjian dengan pengembang pasar dan Pemkab Mesuji, semestinya sebulan sebelum puasa kami harus sudah pindah ke bangunan baru. Jika para pedagang sudah pindah, tidak begini kejadiannya. Kami berharap Pemkab mendesak PT Citra Kurnia Waway untuk segera menyelesaikan pembangunan," ujarnya.
Kapolsek Simpangpematang AKP Nelson F. Manik mengatakan penyebab kebakaran masih diselidiki. "Kami masih mengumpulkan informasi, ada yang menyebutkan sumber api berasal dari salah satu toko sepatu milik Fani, nanti kami telusuri,” kata dia.
Saat ini polisi masih mencari keberadaan Fani. Sedangkan istrinya sudah diamankan di Polsek tapi belum bisa dimintai keterangan karena masih shock.
Nelson menambahkan di pasar penampungan tersebut tidak ada satu pun alat pemadam kebakaran yang disediakan. "Padahal dari awal penampungan ini dibangun seharusnya ada antisipasi jika terjadi kebakaran," kata dia.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Mesuji Huminsa Lubis mengatakan pihaknya sudah meminta bantuan perusahaan-perusahaan di sekitar lokasi untuk mengirimkan mobil pemadam saat kebakaran terjadi.
"Tapi kejadiannya terlalu cepat, jadi alat pemadam datang tidak sempat lagi digunakan," ujarnya. Sedangkan Pemkab Mesuji belum memiliki mobil pemadam kebakaran.
Pj. Bupati Mesuji Albar Hasan Tanjung kemarin juga datang ke lokasi kebakaran. Begitu juga Camat Simpangpematang Indra Kusuma Wijaya. Albar Hasan berharap pedagang tidak putus asa. "Kembalilah berjualan, jangan tinggal diam. Untuk sementara, Pemkab Mesuji akan membantu membersihkan puing-puing sisa-sisa kebakaran lebih dulu," ujarnya.
Kepala Kampung Simpangpematang Parimin mengatakan pihaknya akan membicarakan lebih dulu dengan Uspika dan Pemkab tentang para pedagang yang kiosnya ludes itu bisa berjualan lagi.
Debri Saputra, warga Kampung Simpangpematang, yang rumahnya tepat di depan pasar, mengatakan api terlihat dari dalam pasar. Ia dan warga hanya menggunakan peralatan seadanya untuk memadamkan api.
"Kami cuma pakai ember, mana ambil airnya cukup jauh, jadi memang enggak ada gunanya," kata dia. Ketinggian api, kata dia, saat puncak kebakaran mencapai puluhan meter. "Saya baru sekali ini melihat kebakaran seperti ini," ujarnya. (UNA/UAN/R-2)
Lampung akan Terus Bangun Kota Baru
Ilustrasi
BANDARLAMPUNG - Pemerintah Provinsi Lampung tidak akan mengagalkan proyek pembangunan kota baru dikarenakan kedepan proyek besar ini akan memberikan manfaat bagi masyarakat. Dampak dari pembangunan ada yang pro dan kontra untuk itu pemerintah mengharapkan jangan sampai ada oknum dari luar yang ikut memperkeruh pembangunan tersebut.
Gabungan Petani Lampung (GPL) Lampung Selatan dan Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi Lampung Selatan mengharapkan partai politik yang ada di Lampung agar bersikap tegas guna menolak pembangunan Kota Baru Jatiagung. Sejumlah elemen LSM ini melaksanakan demo di Bundaran Tugu Adipura Bandarlampung, Senin (18/7) dengan diawasi petugas polisi.
Kedua elemen LSM ini meminta agar untuk menghentikan pembangunan kota baru dan meminta DPRD Provinsi Lampung membentuk pansus guna mengawasi pembangunan kota baru serta mereka meminta agar lahan seluas 950 hektare tidak digusur serta dibangun tanpa ada persetujuan dari Kementerian Kehutanan RI.
Gubernur Lampung Sjachroedin ZP., ditemui di Mahan Agung, Senin (18/7) mengatakan, dalam pembanguan pasti ada pro dan kontra. Akan tetapi dapat dilihat konteks dari pembangunan tersebut. Pembangunan ini merupakan kepentingan rakyat maka pemerintah akan tetap dan terus melaksanakannya.
“Dapat dilihat dalam melakukan aksi demo ditemui masyarakat yang melakukan aksi bukan penduduk setempat akan tetapi oknum dari daerah lain guna memperkeruh keadaan,” ujarnya kemarin.
Odien menambahkan, jika di lapangan menemui kendala semacam ini ada oknum luar yang turut campur maka pelaksanaan pembangunan kota baru tetap akan diteruskan oleh Pemerintah Provinsi Lampung. Dikarenakan dampak yang dirasakan kedepan adalah untuk rakyat.
“Lokasi kota baru masih di tempat semula dan proses pembangun masih terus berlangsung. Yang mana Menteri Kehutanan telah setuju dan PTPN VII sendiri sudah setuju pula,” tambahnya.
Orang nomor satu di Lampung ini menjelaskan, negara kita adalah negara yang menjunjung hukum. Dan pembangunan ini merupakan guna kepentingan besar. Apapun yang mencakup kepentingan guna masyarakat banyak maka pemerintah pusat dan daerah sangat mendukung. “Pembangunan ini tidak akan berhenti karena berbagai pihak sudah mensetujui,” jelasnya. (dra)
BANDARLAMPUNG - Pemerintah Provinsi Lampung tidak akan mengagalkan proyek pembangunan kota baru dikarenakan kedepan proyek besar ini akan memberikan manfaat bagi masyarakat. Dampak dari pembangunan ada yang pro dan kontra untuk itu pemerintah mengharapkan jangan sampai ada oknum dari luar yang ikut memperkeruh pembangunan tersebut.
Gabungan Petani Lampung (GPL) Lampung Selatan dan Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi Lampung Selatan mengharapkan partai politik yang ada di Lampung agar bersikap tegas guna menolak pembangunan Kota Baru Jatiagung. Sejumlah elemen LSM ini melaksanakan demo di Bundaran Tugu Adipura Bandarlampung, Senin (18/7) dengan diawasi petugas polisi.
Kedua elemen LSM ini meminta agar untuk menghentikan pembangunan kota baru dan meminta DPRD Provinsi Lampung membentuk pansus guna mengawasi pembangunan kota baru serta mereka meminta agar lahan seluas 950 hektare tidak digusur serta dibangun tanpa ada persetujuan dari Kementerian Kehutanan RI.
Gubernur Lampung Sjachroedin ZP., ditemui di Mahan Agung, Senin (18/7) mengatakan, dalam pembanguan pasti ada pro dan kontra. Akan tetapi dapat dilihat konteks dari pembangunan tersebut. Pembangunan ini merupakan kepentingan rakyat maka pemerintah akan tetap dan terus melaksanakannya.
“Dapat dilihat dalam melakukan aksi demo ditemui masyarakat yang melakukan aksi bukan penduduk setempat akan tetapi oknum dari daerah lain guna memperkeruh keadaan,” ujarnya kemarin.
Odien menambahkan, jika di lapangan menemui kendala semacam ini ada oknum luar yang turut campur maka pelaksanaan pembangunan kota baru tetap akan diteruskan oleh Pemerintah Provinsi Lampung. Dikarenakan dampak yang dirasakan kedepan adalah untuk rakyat.
“Lokasi kota baru masih di tempat semula dan proses pembangun masih terus berlangsung. Yang mana Menteri Kehutanan telah setuju dan PTPN VII sendiri sudah setuju pula,” tambahnya.
Orang nomor satu di Lampung ini menjelaskan, negara kita adalah negara yang menjunjung hukum. Dan pembangunan ini merupakan guna kepentingan besar. Apapun yang mencakup kepentingan guna masyarakat banyak maka pemerintah pusat dan daerah sangat mendukung. “Pembangunan ini tidak akan berhenti karena berbagai pihak sudah mensetujui,” jelasnya. (dra)
Subscribe to:
Posts (Atom)