Lampung Post : Minggu, 27 Februari 2011
PROFIL
“Selamat dan Sukses atas terpilihnya H. M.C. Iman Santoso, S.H., M.M. sebagai Ketua DPW PPP Provinsi Lampung Masa Bakti 2011-2015 pada Muswil 19 Februari 2011 di Hotel Sahid, Bandar Lampung. Semoga Dapat Menjalankan Amanah dengan Baik.”
Petikan kalimat itu tersebut dalam iklan berbagai ukuran di hampir semua koran harian di Lampung sejak 20 Februari. Hingga Sabtu (26-2), iklan itu masih muncul lagi. Pemasangnya juga bukan lembaga atau orang sembarangan. Ada Gubernur, hampir semua bupati, ketua-ketua partai besar, kampus, LSM, hingga pribadi-pribadi.
Apa yang membuat Muhammad Cahyo Iman Santoso yang biasa dipanggil Wiwik ini begitu mendapat perhatian?
Datang dan mengobrol dengan anak ke 10 dari 16 bersaudara ini memang pantas mendapatkan perhatian. Ia egaliter dan renyah dalam semua omongan. Dari apa yang diobrolkan dan analisisnya, lelaki bernasab keturunan ke-15 Wali Songo ini memang mengasyikkan. Ia pribadi yang rendah hati, akrab, cerdas, humoris, menghormati perbedaan, dan cair.
Menilik latar belakangnya, wajar jika Wiwik jadi seperti ini. Ayahnya, Muhammad Sayid, seorang komisaris polisi memberi perhatian khusus kepada Wiwik karena ia adalah anak laki-laki kedua setelah delapan kakaknya perempuan. “Kebetulan, secara ekonomi orang tua saya cukup mampu. Jadi, kami tidak pernah mengalami kesulitan. Bahkan, bukan menyombongkan diri, sejak SMP saya sudah pakai mobil,” kata dia.
Meskipun mampu, Wiwik mengaku tidak lepas pergaulan. Sejak 1975, ia sudah mendirikan Remaja Islam Masjid (Risma) yang kemudian dia menjadi ketua. “Sebagai ketua Risma, saya harus menjaga diri dari pengaruh buruk. Semua orang saya temani, tetapi saya tidak pernah ikut terpengaruh. Saya berteman dengan pemabuk, tetapi selinting pun saya belum pernah mencicipi,” katanya.
Mengapa begitu teguh? “Satu pesan bapak saya yang tidak boleh dilanggar, saya tidak boleh tinggal salat. Setiap mengingatkan, bapak saya juga selalu mengatakan ‘salat itu mencegah perbuatan keji dan mungkar’. Maka, saya selalu jaga itu,” kata pria yang pernah menjadi wartawan Warta Niaga dan Tamtama ini.
Kini, ia tetap menjaga amanah itu dengan ketat. Meskipun bergaul dengan berbagai kalangan, ia tetap istikamah dalam prinsip-prinsip agama. “Mungkin orang ingat saya karena bisa berbeda ya.” (SUDARMONO)
Biodata
Nama : Muhammad Cahyo Iman Santoso, S.H., M.M.
Kelahiran : Tanjungkarang, 20-11-1957
Pekerjaan : Anggota DPRD Provinsi Lampung
Ayah : M. Sayyid
Ibu : Jumirah
Istri : Dewi Prasetiati
Anak : 1. Muhammad Akbar
2. Putri Ramadhani
3. Dara Pracatia
Sekolah : - SDN 9 Durianpayung (1969)
- SMPN 2 Tanjungkarang (1972)
- SMAN 2 Tanjungkarang (1975)
- S-1 FH Unila (1984)
- S-2 MM UBL (2010)
Sunday, February 27, 2011
Saturday, February 12, 2011
Pasal Mangga Wanita Dioukul Tetangganya
Bandar Lampung Lampost : Kamis, 10 Februari 2011
PENGANIAYAAN
BANDAR LAMPUNG (Lampost): Gara-gara menjolok buah mangga, Siti Sakdiah (31) dianiaya tetangganya hingga memar di wajah dan tubuh, Selasa (8-2). Warga Perum Permata Biru, Sukarame, itu kemudian melaporkan penganiayaan yang dialaminya ke Polsekta Sukarame.
Siti Sakdiah menuturkan penganiayaan berawal ketika ia membersihkan halaman rumahnya. Saat itu Sakdiah melihat ada buah mangga di pohon yang tumbuh di depan halamannya.
Sakdiah tergerak ingin menikmati mangga yang menurutnya sudah matang. Lalu ibu satu anak itu mengambil sebilah bambu dan menjoloknya. Ketika buah itu terjatuh dan Sakdiah berniat mengambilnya, tiba-tiba DM meneriakinya maling hingga para tetangga berdatangan.
Sakdiah mengakui pohon mangga tersebut memang ditanam DM, tetangganya, di lokasi fasilitas umum. Dia menganggap siapa saja bisa menikmati buah dari pohon itu. "Saya diteriaki maling, sampai para tetangga datang berkumpul," kata Siti.
Saat itu FB, adik ipar DM, menghampirimya lalu memukul dan menjambak rambutnya. Tak hanya sampai di situ, DM yang juga PNS di Pemkot itu membantu FB memukulinya.
Siti Sakdiah mengakui dia tidak meminta izin terlebih dahulu kepada DM saat hendak mengambil buah mangga tersebut. Sakdiah berdalih pohon yang tumbuh di halaman fasilitas publik adalah milik umum. "Memang yang menanam pohon itu DM. Tapi, tumbuh di halaman fasilitas umum, bukannya di halaman rumah DM," ujar Sakdiah.
Kapolsekta Sukarame Kompol Siregar membenarkan adanya laporan mengenai tindak penganiayaan tersebut. "Kami sudah menerima laporan pengaduan ini dengan nomor laporan Tbl/79/II/2011/LPG/Resta Balam/Sektor SKM. Kami akan meminta keterangan dari pihak-pihak yang terlibat," kata Kapolsekta. (MG13/K-2)
PENGANIAYAAN
BANDAR LAMPUNG (Lampost): Gara-gara menjolok buah mangga, Siti Sakdiah (31) dianiaya tetangganya hingga memar di wajah dan tubuh, Selasa (8-2). Warga Perum Permata Biru, Sukarame, itu kemudian melaporkan penganiayaan yang dialaminya ke Polsekta Sukarame.
Siti Sakdiah menuturkan penganiayaan berawal ketika ia membersihkan halaman rumahnya. Saat itu Sakdiah melihat ada buah mangga di pohon yang tumbuh di depan halamannya.
Sakdiah tergerak ingin menikmati mangga yang menurutnya sudah matang. Lalu ibu satu anak itu mengambil sebilah bambu dan menjoloknya. Ketika buah itu terjatuh dan Sakdiah berniat mengambilnya, tiba-tiba DM meneriakinya maling hingga para tetangga berdatangan.
Sakdiah mengakui pohon mangga tersebut memang ditanam DM, tetangganya, di lokasi fasilitas umum. Dia menganggap siapa saja bisa menikmati buah dari pohon itu. "Saya diteriaki maling, sampai para tetangga datang berkumpul," kata Siti.
Saat itu FB, adik ipar DM, menghampirimya lalu memukul dan menjambak rambutnya. Tak hanya sampai di situ, DM yang juga PNS di Pemkot itu membantu FB memukulinya.
Siti Sakdiah mengakui dia tidak meminta izin terlebih dahulu kepada DM saat hendak mengambil buah mangga tersebut. Sakdiah berdalih pohon yang tumbuh di halaman fasilitas publik adalah milik umum. "Memang yang menanam pohon itu DM. Tapi, tumbuh di halaman fasilitas umum, bukannya di halaman rumah DM," ujar Sakdiah.
Kapolsekta Sukarame Kompol Siregar membenarkan adanya laporan mengenai tindak penganiayaan tersebut. "Kami sudah menerima laporan pengaduan ini dengan nomor laporan Tbl/79/II/2011/LPG/Resta Balam/Sektor SKM. Kami akan meminta keterangan dari pihak-pihak yang terlibat," kata Kapolsekta. (MG13/K-2)
2 Kecamatan Jadi Kawasan Minapolitan
Ruwa Jurai Lampost : Kamis, 10 Februari 2011
PUSAT BUDIDAYA PERIKANAN
GEDONGTATAAN (Lampost): Kecamatan Padangcermin dan Kecamatan Punduhpidada merupakan dua kawasan minapolitan di Kabupaten Pesawaran. Tahun ini pelaksanaan pembangunan segera dilaksanakan.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pesawaran Edwar Sulaiman, Selasa (8-2), mengatakan minapolitan merupakan gerakan meningkatkan pendapatan masyarakat di sektor perikanan.
Dipilihnya dua lokasi sebagai kawasan minapolitan, menurut Edwar Sulaiman, karena dua kecamatan tersebut bisa digunakan untuk budi daya ikan kerapu. Kondisi laut sangat mendukung karena berbentuk teluk dan memiliki banyak pulau sehingga pembudidaya ikan kerapu akan menghasilkan ikan kerapu yang baik.
Dia menjelaskan pembudidaya yang tidak memiliki modal akan dijembatani oleh kredit usaha rakyat (KUR) karena sudah ada kerja sama antara Kementerian Perikanan dan Kelautan dengan Bank BTN.
Budi daya ikan kerapu dan rumput laut dapat meningkatkan ekonomi masyarakat.
Menurut dia, pasar terbesar untuk ikan kerapu adalah China, Korea, dan Singapura dengan kisaran harga untuk kerapu bebek per kilogram Rp432 ribu dan kerapu macan Rp90 ribu dan untuk kerapu lainnya seharga Rp75 ribu.
Dalam sekali panen, pembudidaya ikan kerapu bisa menghasilkan 468 ton ikan kerapu semua jenis, dengan penjualan total Rp123 miliar.
Untuk mengoptimalkan usaha, Dinas Kelautan dan Perikanan setempat terus memberikan pembinaan untuk pembudidaya ikan kerapu dan rumput laut. (MG7/D-1)
PUSAT BUDIDAYA PERIKANAN
GEDONGTATAAN (Lampost): Kecamatan Padangcermin dan Kecamatan Punduhpidada merupakan dua kawasan minapolitan di Kabupaten Pesawaran. Tahun ini pelaksanaan pembangunan segera dilaksanakan.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pesawaran Edwar Sulaiman, Selasa (8-2), mengatakan minapolitan merupakan gerakan meningkatkan pendapatan masyarakat di sektor perikanan.
Dipilihnya dua lokasi sebagai kawasan minapolitan, menurut Edwar Sulaiman, karena dua kecamatan tersebut bisa digunakan untuk budi daya ikan kerapu. Kondisi laut sangat mendukung karena berbentuk teluk dan memiliki banyak pulau sehingga pembudidaya ikan kerapu akan menghasilkan ikan kerapu yang baik.
Dia menjelaskan pembudidaya yang tidak memiliki modal akan dijembatani oleh kredit usaha rakyat (KUR) karena sudah ada kerja sama antara Kementerian Perikanan dan Kelautan dengan Bank BTN.
Budi daya ikan kerapu dan rumput laut dapat meningkatkan ekonomi masyarakat.
Menurut dia, pasar terbesar untuk ikan kerapu adalah China, Korea, dan Singapura dengan kisaran harga untuk kerapu bebek per kilogram Rp432 ribu dan kerapu macan Rp90 ribu dan untuk kerapu lainnya seharga Rp75 ribu.
Dalam sekali panen, pembudidaya ikan kerapu bisa menghasilkan 468 ton ikan kerapu semua jenis, dengan penjualan total Rp123 miliar.
Untuk mengoptimalkan usaha, Dinas Kelautan dan Perikanan setempat terus memberikan pembinaan untuk pembudidaya ikan kerapu dan rumput laut. (MG7/D-1)
Ahmad Menderita Gizi Buruk
Ruwa Jurai lampost : Kamis 10 Februari 2011
PRINGSEWU (Lampost): Ahmad Huzaifah (1 tahun 5 bulan), balita pasangan M. Syahroni dan Siti Maisaroh, warga RT VII Lingkungan IV, Kelurahan Pringsewu Selatan, Pringsewu, menderita gizi buruk. Dia hanya memiliki berat badan 6 kg.
---------------------
Pasien gizi buruk tersebut masuk RSUD Pringsewu Jumat (4-2), bersama kedua orang tua dan neneknya, Dalimah. Dari data pasien, selama di rumah sakit, Ahmad dirawat Agung.
Berdasar keterangan dari keluarga pasien, Ahmad sebelumnya bayi normal. Bahkan, kata Siti, ibunya, berat bayi saat dilahirkan sekitar 3,1 kg. Ahmad pun selama ini minum air susu ibu (ASI).
Sementara itu, berdasar keterangan Dalimah, nenek Ahmad, kondisi cucunya terus memburuk sebelum dibawa ke rumah sakit. Bahkan, sudah sekitar 20 hari sampai sekarang Ahmad belum bisa mengeluarkan air besar. Padahal, makan sudah mulai lahap.
Dalimah mengatakan setiap hari bisanya hanya buang air kecil. Kondisi bayi juga selelu rewel dan menangis terus. Pemantauan di ruang anak RSUD Pringsewu, kondisi bayi terlihat sangat lemas dan kulit badannya terlihat keriput.
Selain terlihat sangat kurus, Ahmad juga terus menangis, bahkan malam sulit tidur.
Sementara Azwar Lubis, dokter di Bagian Pelayanan mengatakan belum mengetahui data tentang masuknya pasien gizi buruk dari Pringsewu Selatan.
Pihaknya juga belum mengetahui hasil perkembangan kesehatan pasien gizi buruk dari dokter yang merawatnya, yaitu Agung. Menurut Azwar Lubis, biasanya data pasien baru masuk ke bagian pelayanan setelah si pasien keluar rumah sakit.
Sedangkan dokter spesialis anak, Agung, yang menangani pasien gizi buruk tidak bisa dihubungi. Telepon selulernya tidak aktif dan berbunyi untuk meninggalkan pesan. (WID/D-3)
PRINGSEWU (Lampost): Ahmad Huzaifah (1 tahun 5 bulan), balita pasangan M. Syahroni dan Siti Maisaroh, warga RT VII Lingkungan IV, Kelurahan Pringsewu Selatan, Pringsewu, menderita gizi buruk. Dia hanya memiliki berat badan 6 kg.
---------------------
Pasien gizi buruk tersebut masuk RSUD Pringsewu Jumat (4-2), bersama kedua orang tua dan neneknya, Dalimah. Dari data pasien, selama di rumah sakit, Ahmad dirawat Agung.
Berdasar keterangan dari keluarga pasien, Ahmad sebelumnya bayi normal. Bahkan, kata Siti, ibunya, berat bayi saat dilahirkan sekitar 3,1 kg. Ahmad pun selama ini minum air susu ibu (ASI).
Sementara itu, berdasar keterangan Dalimah, nenek Ahmad, kondisi cucunya terus memburuk sebelum dibawa ke rumah sakit. Bahkan, sudah sekitar 20 hari sampai sekarang Ahmad belum bisa mengeluarkan air besar. Padahal, makan sudah mulai lahap.
Dalimah mengatakan setiap hari bisanya hanya buang air kecil. Kondisi bayi juga selelu rewel dan menangis terus. Pemantauan di ruang anak RSUD Pringsewu, kondisi bayi terlihat sangat lemas dan kulit badannya terlihat keriput.
Selain terlihat sangat kurus, Ahmad juga terus menangis, bahkan malam sulit tidur.
Sementara Azwar Lubis, dokter di Bagian Pelayanan mengatakan belum mengetahui data tentang masuknya pasien gizi buruk dari Pringsewu Selatan.
Pihaknya juga belum mengetahui hasil perkembangan kesehatan pasien gizi buruk dari dokter yang merawatnya, yaitu Agung. Menurut Azwar Lubis, biasanya data pasien baru masuk ke bagian pelayanan setelah si pasien keluar rumah sakit.
Sedangkan dokter spesialis anak, Agung, yang menangani pasien gizi buruk tidak bisa dihubungi. Telepon selulernya tidak aktif dan berbunyi untuk meninggalkan pesan. (WID/D-3)
Sunday, February 6, 2011
Sejarah Silam dan Romantisme Pesagi
Apresiasi Lampost : Minggu, 6 Februari 2011
Lamban Gedung Belalau
Sebagai muasal, masa silam adalah ibu kandung yang telah melahirkan apa yang kita jalani saat ini. Tak perlu diperdebatkan. Bahkan sang orator, Putra Sang Fajar, Soekarno berkata, "Jangan sekali-kali melupakan sejarah."
Namun, agaknya derasnya arus zaman serta kuatnya hempasan gelombang modernisasi saat ini memaksa kita lupa sejarah masa silam. Dan bila kita lalai, peristiwa masa lalu yang penuh nilai dan mengajarkan kearifan itu akan ber-balin rupa serupa debu yang lantak di bawah lesat hujan. Tak ada yang mengenangnya.
Kelahiran novel Perempuan Penunggang Harimau karya M. Harya Ramdhoni yang diluncurkan 15 Januari 2011 patut kita sambut dan mendapat apresiasi. Novel yang mengangkat kisah seorang ratu penguasa Sekala Bgha ini dicetak pada Januari 2011 dan terbitkan BE Press, Lampung. Novel mitologi ini setidaknya menjadi sebuah oasis di mana kita bisa membaca masa silam dan sejarah muasal ulun Lampung. Buku setebal 501 halaman ini menjadi semacam sumber air di hamparan gurun yang memang sangat dinantikan kehadirannya. Membaca buku ini, kita seperti menyelam di kedalaman perigi yang memberikan kesegaran usai menempuh perjalanan, sekaligus menyimpan jawaban dari sekian pertanyaan yang menggelayut di benak masyarakat Lampung.
Hadirnya buku ini telah menyelamatkan sebagian peradaban yang terserak, serta memberikan pemahaman tentang sejarah. Novel yang memadukan fakta sejarah dan imajinasi ini merupakan novel pertama yang lahir di bumi Lampung meskipun novel sejenis telah banyak terbit di belahan lain tanah ini, sebut saja Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari, Para Priyayi karya Umar Khayam. Lahirnya buku ini, sekaligus membuktikan bahwa Lampung memang sangat pantas diperhitungkan dalam dunia sastra Indonesia. Setidaknya, Negeri Para Penyair kini melahirkan seorang novelis.
Melalui novel Perempuan Penunggang Harimau ini, Ramdhoni berupaya menggali nilai-nilai kearifan lokal guna menyelamatkan masa silam dan menyajikannya secara sederhana. Novel ini mengisahkan budaya masyarakat Lampung Saibatin sebelum masuknya agama Islam, serta bagaimana agama Islam memengaruhi kehidupan masyarakat kemudian. Dalam buku ini Ramdhoni mampu menghidangkan cerita serta berupaya menggambarkan suasana dan berusaha mengajak pembaca untuk bisa berbaur dan lebur dalam masa silam yang sentimental, heroik, dan romantisme.
Lihat saja pada halaman 1: "Suara tangis memecah hening tengah malam. Merobek langit gelap malam itu. Seorang bayi perempuan lahir di Lamban Dalom Sekala Bgha. Kehadirannya telah dinanti melewati puluhan purnama.... " Dalam novel ini Ramdhoni mampu menghadirkan kepada pembaca tentang nilai-nilai dan norma-norma lokal yang patut diteladani, salah satunya memegang penuh keyakinan dengan risiko apa pun. Bahkan kematian sekalipun. "Takkan kurelakan tanah ini sejengkal pun kau curi. Selama Dewata belum mencabut nyawaku, tidak seorang pun berhak memaksaku menyera. Perangi dulu diriku, sudahi dulu riwayatku, maka setelah itu kau boleh bersorak girang di atas bangkaiku dan bangkai negeriku. Tidak perlu kau perabukan aku dengan kehormatan. Aku tak butuh kau muliakan…tanah keramat ini akan memamah jasadku hingga tandas." (Hlm. 403)
Fakta sejarah dalam ini cukup valid dan (barangkali) dapat dipertanggungjawabkan, mengingat sang penulis yang merupakan penduduk asli adalah mahasiswa program Ph.D Sains Politik di Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM), Bangi, Malaysia .
***
Membaca buku ini terlihat kepiawaian M. Harya Ramdhoni dalam menggali kata-kata kemudian menjalinnya menjadi sebuah bahasa sastra yang memikat dan tak membosankan. Dengan fakta-fakta yang disajikan, novel ini mampu membuka cakrawala berpikir, sekaligus menghadirkan masa silam yang niscaya memendam kekayaan ide, impian serta, kekuatan manusia pada suatu zaman.
Selalu ada yang pantas dikenang dari masa lalu yang kerap alpa kita ingat, atau belum kita ketahui, dan buku ini serupa seorang sahabat yang mengingatkan kita bahwa kita memiliki sejarah sebagai cermin meraih masa depan.
Yang menarik dalam buku ini adalah ide dan keyakinan penulis tentang sebuah takdir, garis nasib seseorang. Melalui tokoh Sekeghumong, sang perempuan penunggang harimau, Ramdhoni mengatakan bahwa takdir adalah sebuah ketentuan yang tak bisa ditolak. Ia adalah semacam dunia lain yang pantang dipertanyakan. Namun, sebagai manusia sangat tidak pantas jika kita berdiam diri menunggu datangnya sang takdir, karena itulah kita wajib berjuang untuk mewujudkan mimpi-mimpi.
Namun, ada beberapa hal yang menurut saya perlu perhatian. Bahkan sebagai pembaca saya beranggapan kesalahan-kesalahan (yang mungkin dianggap sepele) itu merupakan sebuah kesalahan yang cukup fatal. Di antaranya dalam penggunaan imbuhan. "Bertahanlah saudaraku." Layang Taji mengkuatkan sahabatnya (hlm. 460). Serta masih ada beberapa kata yang juga butuh perhatian dari editor dan pemeriksa aksara, di antaranya "mengkisahkan", "dipohonkan".
Lalu, dalam upayanya mengahadirkan sebuah novel yang mengangkat tema asal-usul, mitologi, dan sebagainya, penulis harus mampu mengawinkan sisi penceritaan dan data. Penulis sangat berhasil menggambarkan suasana dan menghadirkan fakta sejarah terkait dengan masyarakat Lampung. Namun, penulis kurang maksimal dalam menghadirkan ketegangan-ketegangan dari setiap peristiwa, mungkin karena jangkauan peristiwa yang sangat luas sehingga detail-detail setiap peristiwa kurang maksimal dihadirkan. Akibatnya setiap permasalahan selalu selesai terlalu cepat nyaris di setiap bagian sehingga emosi pembaca tak pernah mencapai puncak. Beruntung, pada bagian terakhir, yakni Bagian 24, Pangeran Terakhir, (hlm. 483) Ramdhoni berhasil membuat pusaran yang mampu menenggelamkan pembaca dalam arus cerita.
Kelebihan Ramdhoni dalam buku ini adalah ia mampu memadukan teori keilmuwan dan daya imajinasi yang menghasilkan bahasa dan tutur yang memesona.
Anton Kurniawan, guru SMAN 1 Abungsemuli, berdarma di Sanggar Teater Komunitas Akasia, Lampung Utara.
Lamban Gedung Belalau
Sebagai muasal, masa silam adalah ibu kandung yang telah melahirkan apa yang kita jalani saat ini. Tak perlu diperdebatkan. Bahkan sang orator, Putra Sang Fajar, Soekarno berkata, "Jangan sekali-kali melupakan sejarah."
Namun, agaknya derasnya arus zaman serta kuatnya hempasan gelombang modernisasi saat ini memaksa kita lupa sejarah masa silam. Dan bila kita lalai, peristiwa masa lalu yang penuh nilai dan mengajarkan kearifan itu akan ber-balin rupa serupa debu yang lantak di bawah lesat hujan. Tak ada yang mengenangnya.
Kelahiran novel Perempuan Penunggang Harimau karya M. Harya Ramdhoni yang diluncurkan 15 Januari 2011 patut kita sambut dan mendapat apresiasi. Novel yang mengangkat kisah seorang ratu penguasa Sekala Bgha ini dicetak pada Januari 2011 dan terbitkan BE Press, Lampung. Novel mitologi ini setidaknya menjadi sebuah oasis di mana kita bisa membaca masa silam dan sejarah muasal ulun Lampung. Buku setebal 501 halaman ini menjadi semacam sumber air di hamparan gurun yang memang sangat dinantikan kehadirannya. Membaca buku ini, kita seperti menyelam di kedalaman perigi yang memberikan kesegaran usai menempuh perjalanan, sekaligus menyimpan jawaban dari sekian pertanyaan yang menggelayut di benak masyarakat Lampung.
Hadirnya buku ini telah menyelamatkan sebagian peradaban yang terserak, serta memberikan pemahaman tentang sejarah. Novel yang memadukan fakta sejarah dan imajinasi ini merupakan novel pertama yang lahir di bumi Lampung meskipun novel sejenis telah banyak terbit di belahan lain tanah ini, sebut saja Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari, Para Priyayi karya Umar Khayam. Lahirnya buku ini, sekaligus membuktikan bahwa Lampung memang sangat pantas diperhitungkan dalam dunia sastra Indonesia. Setidaknya, Negeri Para Penyair kini melahirkan seorang novelis.
Melalui novel Perempuan Penunggang Harimau ini, Ramdhoni berupaya menggali nilai-nilai kearifan lokal guna menyelamatkan masa silam dan menyajikannya secara sederhana. Novel ini mengisahkan budaya masyarakat Lampung Saibatin sebelum masuknya agama Islam, serta bagaimana agama Islam memengaruhi kehidupan masyarakat kemudian. Dalam buku ini Ramdhoni mampu menghidangkan cerita serta berupaya menggambarkan suasana dan berusaha mengajak pembaca untuk bisa berbaur dan lebur dalam masa silam yang sentimental, heroik, dan romantisme.
Lihat saja pada halaman 1: "Suara tangis memecah hening tengah malam. Merobek langit gelap malam itu. Seorang bayi perempuan lahir di Lamban Dalom Sekala Bgha. Kehadirannya telah dinanti melewati puluhan purnama.... " Dalam novel ini Ramdhoni mampu menghadirkan kepada pembaca tentang nilai-nilai dan norma-norma lokal yang patut diteladani, salah satunya memegang penuh keyakinan dengan risiko apa pun. Bahkan kematian sekalipun. "Takkan kurelakan tanah ini sejengkal pun kau curi. Selama Dewata belum mencabut nyawaku, tidak seorang pun berhak memaksaku menyera. Perangi dulu diriku, sudahi dulu riwayatku, maka setelah itu kau boleh bersorak girang di atas bangkaiku dan bangkai negeriku. Tidak perlu kau perabukan aku dengan kehormatan. Aku tak butuh kau muliakan…tanah keramat ini akan memamah jasadku hingga tandas." (Hlm. 403)
Fakta sejarah dalam ini cukup valid dan (barangkali) dapat dipertanggungjawabkan, mengingat sang penulis yang merupakan penduduk asli adalah mahasiswa program Ph.D Sains Politik di Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM), Bangi, Malaysia .
***
Membaca buku ini terlihat kepiawaian M. Harya Ramdhoni dalam menggali kata-kata kemudian menjalinnya menjadi sebuah bahasa sastra yang memikat dan tak membosankan. Dengan fakta-fakta yang disajikan, novel ini mampu membuka cakrawala berpikir, sekaligus menghadirkan masa silam yang niscaya memendam kekayaan ide, impian serta, kekuatan manusia pada suatu zaman.
Selalu ada yang pantas dikenang dari masa lalu yang kerap alpa kita ingat, atau belum kita ketahui, dan buku ini serupa seorang sahabat yang mengingatkan kita bahwa kita memiliki sejarah sebagai cermin meraih masa depan.
Yang menarik dalam buku ini adalah ide dan keyakinan penulis tentang sebuah takdir, garis nasib seseorang. Melalui tokoh Sekeghumong, sang perempuan penunggang harimau, Ramdhoni mengatakan bahwa takdir adalah sebuah ketentuan yang tak bisa ditolak. Ia adalah semacam dunia lain yang pantang dipertanyakan. Namun, sebagai manusia sangat tidak pantas jika kita berdiam diri menunggu datangnya sang takdir, karena itulah kita wajib berjuang untuk mewujudkan mimpi-mimpi.
Namun, ada beberapa hal yang menurut saya perlu perhatian. Bahkan sebagai pembaca saya beranggapan kesalahan-kesalahan (yang mungkin dianggap sepele) itu merupakan sebuah kesalahan yang cukup fatal. Di antaranya dalam penggunaan imbuhan. "Bertahanlah saudaraku." Layang Taji mengkuatkan sahabatnya (hlm. 460). Serta masih ada beberapa kata yang juga butuh perhatian dari editor dan pemeriksa aksara, di antaranya "mengkisahkan", "dipohonkan".
Lalu, dalam upayanya mengahadirkan sebuah novel yang mengangkat tema asal-usul, mitologi, dan sebagainya, penulis harus mampu mengawinkan sisi penceritaan dan data. Penulis sangat berhasil menggambarkan suasana dan menghadirkan fakta sejarah terkait dengan masyarakat Lampung. Namun, penulis kurang maksimal dalam menghadirkan ketegangan-ketegangan dari setiap peristiwa, mungkin karena jangkauan peristiwa yang sangat luas sehingga detail-detail setiap peristiwa kurang maksimal dihadirkan. Akibatnya setiap permasalahan selalu selesai terlalu cepat nyaris di setiap bagian sehingga emosi pembaca tak pernah mencapai puncak. Beruntung, pada bagian terakhir, yakni Bagian 24, Pangeran Terakhir, (hlm. 483) Ramdhoni berhasil membuat pusaran yang mampu menenggelamkan pembaca dalam arus cerita.
Kelebihan Ramdhoni dalam buku ini adalah ia mampu memadukan teori keilmuwan dan daya imajinasi yang menghasilkan bahasa dan tutur yang memesona.
Anton Kurniawan, guru SMAN 1 Abungsemuli, berdarma di Sanggar Teater Komunitas Akasia, Lampung Utara.
ASMANIDA, MAHASISWA UNIVERSITAS AL-AZHAR KAIRO MESIR ASAL LAMPUNG
Bandar Lampung Lampost : Senin, 7 Februari 2011
Mahasiswa Lampung Lainnya Tunggu Kepulangan
Asmanida, mahasiswa asal Lampung yang kuliah di Universitas Al Azhar Kairo, didampingi ayahnya, Ustaz Komiruddin Imron, menceritakan kondisi di Mesir kepada Lampung Post di rumahnya, Natar, Lampung Selatan, Minggu (6-2) malam. (LAMPUNG POST/MG12)
BANDAR LAMPUNG (LampostOnline): Belasan mahasiswa asal Lampung yang sedang belajar di Kairo, Mesir, tengah menunggu giliran kepulangannya ke Tanah Air, karena pemulangannya tidak serentak.
Baru sepuluh mahasiswa asal Lampung yang kembali ke Indonesia, dan tiga mahasiswa sudah berada di Bumi Ruwa Jurai, sejak Sabtu (5-2) sore.
Mereka adalah Asma warga Serbajadi, Natar, Lampung Selatan;
Sina Apsiani (Lampung Tengah), dan Nofiana (Sidomulyo, Lampung Selatan).
Ketiganya merupakan mahasiswa Universitas Al-Azhar, Kairo, yang tengah mengenyam pendidikan S-1. "Alhamdulillah kami tiba dengan selamat dan sehat walafiat ke Lampung, Sabtu (5-2) sore. Pemulangan warga negara Indonesia yang ada di Mesir memang berlangsung bertahap, termasuk mahasiswa dari Lampung. Tahap awal baru 10 mahasiswa Lampung yang pulang," kata Asma, Minggu (6-2), yang sedang bersilaturahmi ke rumah kakeknya di Tegineneng.
Teman-teman yang lain (mahasiswa asal Lampung, red), kata Asma, sedang menunggu giliran pemulangan. Asma menceritakan ia dan teman-teman dari Lampung umumnya tinggal di Nasroh City, sekitar 15 menit perjalanan dari Kairo. Kondisi di Nasroh relatif lebih tenang dan jauh dari hiruk pikuk demonstrasi.
Namun, sejak pecahnya aksi demonstrasi, di sana diberlakukan jam malam, yakni mulai pukul 16.00 hingga 08.00 waktu setempat. Pada jam malam tersebut, diminta semua warga, khususnya pendatang, untuk tidak keluar rumah, kata Asma, putri dari Ustaz Komiruddin Imron. "Awalnya sih takut melihat aksi demo, tapi lama-lama ya biasa saja, malah jadi tontonan," kata Asma. (SAG/MG11/U-1)
Mahasiswa Lampung Lainnya Tunggu Kepulangan
Asmanida, mahasiswa asal Lampung yang kuliah di Universitas Al Azhar Kairo, didampingi ayahnya, Ustaz Komiruddin Imron, menceritakan kondisi di Mesir kepada Lampung Post di rumahnya, Natar, Lampung Selatan, Minggu (6-2) malam. (LAMPUNG POST/MG12)
BANDAR LAMPUNG (LampostOnline): Belasan mahasiswa asal Lampung yang sedang belajar di Kairo, Mesir, tengah menunggu giliran kepulangannya ke Tanah Air, karena pemulangannya tidak serentak.
Baru sepuluh mahasiswa asal Lampung yang kembali ke Indonesia, dan tiga mahasiswa sudah berada di Bumi Ruwa Jurai, sejak Sabtu (5-2) sore.
Mereka adalah Asma warga Serbajadi, Natar, Lampung Selatan;
Sina Apsiani (Lampung Tengah), dan Nofiana (Sidomulyo, Lampung Selatan).
Ketiganya merupakan mahasiswa Universitas Al-Azhar, Kairo, yang tengah mengenyam pendidikan S-1. "Alhamdulillah kami tiba dengan selamat dan sehat walafiat ke Lampung, Sabtu (5-2) sore. Pemulangan warga negara Indonesia yang ada di Mesir memang berlangsung bertahap, termasuk mahasiswa dari Lampung. Tahap awal baru 10 mahasiswa Lampung yang pulang," kata Asma, Minggu (6-2), yang sedang bersilaturahmi ke rumah kakeknya di Tegineneng.
Teman-teman yang lain (mahasiswa asal Lampung, red), kata Asma, sedang menunggu giliran pemulangan. Asma menceritakan ia dan teman-teman dari Lampung umumnya tinggal di Nasroh City, sekitar 15 menit perjalanan dari Kairo. Kondisi di Nasroh relatif lebih tenang dan jauh dari hiruk pikuk demonstrasi.
Namun, sejak pecahnya aksi demonstrasi, di sana diberlakukan jam malam, yakni mulai pukul 16.00 hingga 08.00 waktu setempat. Pada jam malam tersebut, diminta semua warga, khususnya pendatang, untuk tidak keluar rumah, kata Asma, putri dari Ustaz Komiruddin Imron. "Awalnya sih takut melihat aksi demo, tapi lama-lama ya biasa saja, malah jadi tontonan," kata Asma. (SAG/MG11/U-1)
Subscribe to:
Posts (Atom)