Sunday, August 27, 2017
CETIK DAN GAMOL SERTA TOKOHNYA
Masyarakat Lampung terlebih Lampung Barat merasa bangga dengan semakin dikenal dan senanginya musik perkusi bambu Lampung yang semula dikenal orang sebagai gamol Lampung, lalu muncul kembali dan lebih mempopulerkan nama Cetik, lalu muncul lagi nampak lebih konsepsional karena sudah diuji nilai estetis akademisnya dengan nama gamolan atau gampl Lampong dengan tokoh Hasyim Kan Gamolan. Ada dua tokoh atau yang ditokohkan dalam prihal musik perkusi Lampunh ini ini yaitu Raja Cetik dan Gamol Lampung. Saya sebenarnya tidak tertarik membela dan menidakkan salah satunya. Di mata saya yang awam tentang kesenian dan kepentingan dunia akademis, tetapi ingin saya katakan bahwa dunia akademis itu setelah ada thesa maka akan ada antitesa untuk memnculkan thesa baru. Secara seni bagi saya kita tidak harus seperti itu, karena di mata kami yang awam, alat perkusi yang satu telah melahirkan dua orang tokoh yaitu Mamak Lil sebagai Raja Cetik dan Hasyim Kan Gamolan sebagai tokohnya, dan diterima oleh masyarakat.
Secara pribadi saya belum berani mengaku ngaku memiliki kedekatan dengan keduanya, tetapi saya akan mengaku saya mengenal keduanya, karena keduanya karena keduanya memiliki kepopuleran dan saya jelas memberikan respon terhadap keduanya secara wajar, karena saya pernah ditugaskan oleh kantor sebagai tenaga peneliti kebudayaan, dan juga pernah ditugaskan sebagai vocal point budaya Lampung khususnya tentang Piil Pesenggiri. Walaupun sebenarnya saya bukan arkeolog, seniman atau semacamnya, latar belakang pendidikan saya adalah Filsafat. Tetapi saya merasa sangat tertolong dalam melaksanakan tugas saya oleh disiplin ilmu yang saya dalami. Banyak teman teman yang sebenarnya diberikan tugas dan kesempatan yang sama tetapi mereka merasa kesulitan menggoreskan berbagai laporannya. Kelebihan saya dibanding mereka hanya soal kecintaan dan respon terhadap apa yang ditugaskan kepada kami itu.
Dalam meneliti budaya Lampung saya sering menempatkan diri sebagai orang luar dari komunitas komunitas yang ada, karena ada kebiasaan pendukung budaya Lampung ini seperti saling berebut sebagai siapa yang paling Lampung diantara mereka sesama orang Lampung. Saya ingin mengetakan seperti itu saja, karena saya sangat mencibtai Lampung. Walaupun tidak sepersis kasus cetik dan gamol. Tetapi sikap pembelaan dalam masalah ini seperti terulang kembali seperti kami sedang aktip meneliti. Itulah pula sebabnya dalam penelitian kami diberi label sebagai kegiatan inventarisasi dan tidak diwajibakan membuat kesimpulan.
Jika ada dua tokoh yang kita kenal dalam perkusi Lampung ini, maka tokoh Raja Cetik lebih memilih diam, apalagi dia merasa bahwa gelar rajanya didapat dari orang lain, yang prosedurnyapun dia tak tahu, apakah sesuao SOP atau tidak, dan bahkan dia tak tahu apakah ada SOP dalam pemberian gelar tak resmi itu, keadaan seperti ini membuat dia tak berdaya bila ingin membela diri, tetapi nampaknya dia tidak memiliki keinginan untuk membela diri. Sebenarnya Mamak Lil adalah pelaku seni perkusi ini, Tentang cara menabuh memang nampaknya dia sangat menonjol se Lampung Barat. Mamak Lil itu seorang seniman perkusi Lampung, jika orang ingin meneliti alat perkusi ini maka Mamak Lil siap menjadi narasumber, mulai dari cara memilih bambu, cara membuat, dan cara menabuhnya, walaupun beliau kurang mahir menterjemahkan irama musik ini secara somisasi, tetapi beliau bisa menunjukkan cara menabuh secara klear sehingga seniman akademik bisa mendapatkan nada solmisasi dari beliau secara sempurna dan utuh. Disamping itu Mamak Lil bisa bercerita banyak tentang lat musik perkusi yang satu ini seorang diri, sehingga beliau tak berkutik ketika digelari Si Raja Cetik.
Berbeda dengan Hasyim Kan Gamolan, beliau nampaknya terdorong untuk berusaha menjelaskan akan kebenaran teorinya di bangku Perguruan Tinggi, karena beliau adalah akademisi yang sebelumnya telah meneliti, menulis dan mempertanggungjawabkan hasil penelitiannya sehingga beliau diperbolehkan menyandang gelar kesarjanaannya. Prestasi yang demikian bagis di dunia seni itu maka sangat pantas bila beliau menjadi tokoh yang sangat populer dalam dunia perkusi Lampung ini. Jelas belum ada duanya. Tetapi kita tak begitu saja mengerti mengapa belaiu sangat alergi mendengar kata Cetik itu. Mungkin nama ini sengaja tak dimasukkan dalam thesis atau disertasinya sehingga pasca pengujian thesis atau disertasinya orang seperti tak boleh lagi menyebut nyebut nama cetik itu.
Karena beliau berusaha membantah setiap ucapan celetukan di WA saya merasa prihatin, saya pernah memiliki nasib yang sama ketika semua tulisan tulisan saya yang memang saya peruntukkan di komunitas yang ada sebagian Provinsi se Indonesia itu. Mereka biasa melontarkan istilah dan respon yang sedianya hanya ingin lucu lucu saja, lalu bila kita tanggapi secara serius maka kita akan kehabisan stamina, karena saya adalah sebagai penulis maka sasaran tembak tentu saja ditujukan kepada saya secara pribadi, akhirnya saya tak inginmelayani mereka, bila memang ada yang tidak sependapat dengan tulisan saya, saya persilakan untuk menulis dan saya menjamin akan dimuat di blog yang sama. Saya ingin menganjurkan Hasyim Kan Gamolan untuk tidak melayani celetukan celetukan itu. Tetapi belakangan justeru saya digolongkan sebagai orang yang mengalami rabun dekat dan gagal paham tentang Cetik dan Gamol ini.
Saya ingin katakan TERSERAH KAMULAH. Saya tak ingin pedulikan ungkapan yang cuma celetukan, bagi saya yang penting musik perkusi Lampung mendapat kemajuan, saya jadi segan untuk menggunakan kata cetik atau gamol, khawatir ada yang kurang berkenan.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment