Friday, August 25, 2017

ANTARA CETIK DAN GAMOL TIDAK SALING MEMATIKAN

Pulang agak malam sekita pukul 12.18 malan saya sempatkan membuka WA sekedar referesing, astaga saya temukan postingan yang membicarakan sesatu yang menurut saya tak terlalu mendesak di dibicarakan dan apalagi diperdebatkan, pertama karena tak akan selesai dengan berdiskusi di WA. kedua tak akan selesai diskusi tampa moderator seperti itu dan ketiga ini tak mendesak untuk dibahas. Memang bagi saya yang awam masalah kebudayaan ini mungkin tak terlalu sensitif. Tetapi seingat saya para akademisi juga sangat menyukai manakala ada suatu perbedaan panjang, yang akan selalu menark dibahas. Yang meributkan sesuatu perbedaan adalah dunia dagang, dunia bisnis, mereka seringkali sensitif dalam membahas sesuatu yang terkait merk daganmg mereka.

Pernah saya bertamu di ruang kerja seorang Profesor Zakiyah Daradjat, entah apa awal mulanya sehingga pembicaraan meluas sampai ke kegelisahan hatinya mengingat ada beberapa bagian dari tulisannya yang dianggapnya kurang tepat, dan beliau berminat ingin memperbaikinya, Karena buku tersebut menjadi bacaan wajib bagi mahasiswa di beberapa perguruan tinggi.  Hal itu disampaikan kepada penrbit. Di luar dugaannya penerbit ternyata menolak, karena buku tersebut telah mengalami beberapa kali cetak ulang. Bila ibu ingin membantah tulisan itu silakan tulis buku baru, dan kami berjanji akan menerbitkannya.

Keahlian Prof. Zakiyah Daradjat sangat terkenal, tetapi tidak semudahj itu Ia boleh menidakkan sesuatui yang pernah ditulisnya sendiri. Tulisan itu adalah sesuatu yang membanggakan pagi pernerbit. Kalaupun telah muncul keyakinan, pendapat ataupun gagasan lain, maka itu dianggap adalah sesuatu yang berdiri sendiri. Tetapi kekeliruan itu ingin diabadikan dalam dunia akademik. Artinya hal hal yang jelas jelas salahpuin dalam dunia akademik sedapat mungkin akan mereka pertahan catatan akan keberadaannya.

Demikianpun antara Gamol dan Cetik yang memang merupakan realita, realitanya ada yang menyebut gamol dan ada yang menyebutnya cetik itu adalah suatu kekayaan belaka. Jelas gamol dan cetik adalah sesuatu yang sempat atau masih dituturkan oleh para pendukung alat instrumen seni perkusi asal Lampung itu. Terlepas dari Hasim Gamol tidak menyebutkan nama Cetik melainkan gamol, maka kami kami yang terbilang awam ini tidaklah merasa mendesak untuk membicarakannya, jika pembicaraan dimaksudkan untuk saling menidakkan.

Cetik Itu Ada.

Mungkin sikap kami sama dengan percetakan yang saya ceritakan di atas, kalaupun Prof. Berubah pikiran terhadap suatu teori maka dipersilakan Profesor menulis sebuah buku lagi khusus membantah teori yang pernah dilontarkannya sebelumnya. Jika terhadap tulisan sendiri saja seseorang diharuskan menulis buku kembali tetapi tetap mengakui adanya buku pertama. Kalaupun Hasyim Gamol ingin memakai nama Gamol bagi instrumen perkusi asal Lampung itu tidak masalah, tetapi bukan berarti bahwa yang menyebutnya Cetik tidak ada, orang yang menyebut ctik ada. Perkara adanya sejak kapan, itu sesuatu yang lain.Jika dalam tulisan atau Thesis Hasyim Gamolan menyebut Gamol Lampung, bukan berarti menidakkan Cetik. Karena realita penyebut cetik itu memang pernah ada.  Tetapi yang saya tahu sewaktu kecil adalah hanya gamol.

Saya lahir di Desa Pagelaran,  Ayah asal Pekon Awi Kebuayan Perenong, sedang Ibu asal Kembahang Kebuayan Buay Bejalan Di Way. Sebagai pewaris komunitas Kerajaan Sekala Brak. Samar samar dalam ingatan saya orang menabuh Gamol Lampung, tetapi setelah saya sedikit besar gamol itu tak lagi berbunyi karena penabuhnyapun telah tiada. Yang tersisa adalah syair lagunya yang berbunyi :

nak ni nak ni nak ni Kung
gamolan haji Kusai
wat mulli jak Gedung
Yaddo tamong ni Roai

Saya menjadi sangat terkesan karena Roai yang nama lengkapnya Roaini itu salah satu teman kecil saya, dan Tamongnya yang disebut dari Gedung itu adalah Ina Lunik Mari'ah dengan demikian maka gamol Lampung itu setia dalam ingatan saya, sesetianya ingatan terhadap teman kecil, dan nada lagu itu seingat saya adalah juga nada gamol Lampung yang ada dalam ingatan saya.

Pada suatu saat saya sangat bergembira mendengar kabar bahwa gamol Lampung akan digalakkan lagi melalui sekolah sekolah. Pihak Pemerintah berkenan ikut memfasilitasi dilatihkannya Gamol Asal Lampung Barat itu di di sekolah sekolah pada saat itu adalah baru pertama kali saya mengenal istilah cetik.  Dari kegiatan itu maka muncullah tokoh si Raja Cetik. Gembira rasanya gamol yang sempat melekat diingatan sejak kecil itu muncul lagi, sekalipun namanya Cetik, tetapi dalam otak saya cetik adalah Gamol, dan gamol adalah cetik.

Perkara Nama.

Sikap pribadi saya adalah sama sekali tidak mendukung sikap yang harus mengambil kesimpulan ceti atau gamol secara mematikan, saling menidakkan. Adalah kenyataan bahwa ada masanya orang menyebutnya sebagai gamol, ada pula masanya orang menyebutnya sebagai cetik. Hanya saja memang perlu penelusurat sejak kapan orang menyebut gamol ini cetik. Adakan penelitian terlebih dahulu, toh sampel penelitian sangat jelas dan sangat terbatas. Istilah gamol sangat mudah dipahami karena nama itu tersebar diberbagai wilayah di Indonesia, tetapi istilah cetik, dari kata apa, dan apa pula pengertiannya.

Saya serasa ingin tertawa sendiri, karena orang tua saya berasal dari Pekon Awi, memang di komunitas Peminggir  Sukaratu Pagelaran, sama halnya di Sukabanjar, Pardasuka, Kedondong, Cukuhbalak dan beberapa daerah lain itu Awi itu artinya bambu, tetapi bagi daerah lain Awi itu tabu menyebutnya. Kata pihak percetakan buku yang sudah beberapakali dicetak ulang itu tak perlu diperbaiki dan ditarik dari peredaran, silakan saja menulos buku baru dan dijamin akan diterbitkan, karena ini catatan sejarah.

Memang tak perlu pula kita menghioalngkan kata Cetik, hatta di daerah lain nama cetik itu adalah nama yang buruk di Bali. Maka harus ditelioti terlebih dahulu secara metodologis,siapa awal mula pemakaio nama cetik itu, jika memang nama cetik itu adalah pemberian orang Bali maka memang harus dipertanyakan maksud pemebrian nama itu. Tetapi manakala pemakai sendiri yang memberikan nama itu maka perlu dicatat kisah pemberian nama cetik, cetik berasal dari kata apa, arti katanya apa, arti dalam istilah juga apa, Siapa yang menyebutnya pertama dan siapa pula yang mengikutinya, mengembangkannya atau menyebarkannya, dalam kontek apa.

Manakala sudah ada hasil penelitiannya, bolehlah kita berkumpul bersama untuk membicarakannya, boleh juga kita tampilkan makalah pembanding atau dan sebagainya. Itupun masih tergantung ada atau tidaknya pihak yang memfasilitasi itu semua.

Akhirul Kalam.

Pada saat ini yang sebenarnya kita harapkan adalah bahwa instrumen perkusi khas Lampung itu bisa diopertahankan dan dikembangkan. Dipertahankan artinya semakin banyak orang yang mau menerima kehadirannya dan bahkan mau belajar menabuhnya dan mengembangkannya artinya menciptakan nada nada tabuhnya, bila perlu mengarangkan lagu lagu yang sangat mungkin bisa diiringi oleh instrumen yang hanya memiliki nada nada yang terbatas ini.

Tetapi tentu saja bila ingin mengarangkan lagu dan syair untuk konsumsi gamolan atau cetik ini harus yang terkait dengan tanah atau wilayah Lampung, terkait atas aktivitas masyarakat adat Lampung, terkait adat istiadat Lampung dan semacamnya. Atau dengan kreasi baru, jika akan mengembangkan kreasi baru maka jangan lupa agar kreasi itu tidak keluar dari karakter dan filosofi masyarakat Lampung sehingga tak terlepas dari nilai nilai yang selama ini dijunjung oleh masyarakat Lampung. Terima kasih.

2 comments:

  1. Hehe .... seru juga ya ... membaca tulisan sendiri ... lima tahun yang lalu .... Hidup Cetik ... hidup gamol ....

    ReplyDelete
  2. Secara tak sengaja ... saya jumoa dengan Hasim Gamol ..... nama itu sudah tidak asing lagi bagi saya ... sejak 5 tahun lebih yang lalu ..... pertemuan saya dengan Hasim Gamol .... di acara PWRI sebulan lalu ... sangat mengesankan dan sangat berarti bagi saya Selamat datang ... Puasi

    ReplyDelete