Monday, May 21, 2012
MESUJI (Bagian 2) Sungai, Urat Nadi Perekonomian
DULU, wilayah Mesuji hanya bisa dijangkau dengan alat transportasi melalui air. Sedangkan melalui darat baru dikenal sejak 1980-an, seiring masuknya transmigran dan mulai diterapkannya kawasan hutan tanaman industri (HTI), serta dibukanya perusahaan-perusahaan perkebunan.
Sejak itulah penduduk asli Mesuji, yang selama itu mendiami kawasan perairan dan pinggir-pinggir sungai, mulai mengenal transportasi darat. Sumber kehidupan warga asli Mesuji juga berubah dari pencari ikan kemudian sebagian menjadi petani.
"Dulu, kami ke mana-mana naik perahu. Malah kami sering ke Jakarta pakai perahu untuk jual kayu," kata Mang Otong (53), warga asli Kampung Cambai. Menurut Mang Otong, perjalanan ke Jakarta memakai kapal kayu bermesin diesel membutuhkan waktu sehari semalam.
Sungai merupakan urat nadi perekonomian saat itu. Sungai juga yang kini menjadi batas-batas wilayah kecamatan. Dari tujuh kecamatan, semuanya dilalui sungai-sungai yang membentang selebar lebih dari 100 meter. Bahkan perbatasan dengan Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan, juga ditandai dengan sungai.
Ada tiga sungai besar yang melintas, yakni Sungai Mesuji, Sungai Buaya, dan Sungai Gebang. Selain itu, ratusan anak-anak sungai yang membelah dan membentuk kontur Mesuji menjadi daratan dan tanah rawa.
Warga asli Mesuji sendiri mengaku tidak termasuk ke dalam rumpun suku Lampung maupun rumpun suku Ogan. Dialek Mesuji juga khas, yang sangat berbeda dengan dialek bahasa Lampung maupun Ogan. "Orang Mesuji masuk rumpun Pegagan," kata Zulkarnaen Zubairi, seorang budayawan Lampung. (KRISTIANTO/R-2)
Sumber : Lampost 18 Mei 2012
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment