Sebagai mantan PNS yang memiliki banyak teman yang berprofesi sebagai PNS saya sangat memprihatinkan bila ada teman teman yang kurang memahami perundang undangan yang berlaku, lalu tampa menyadari nya akhirnya terjerat kasus hukum hanya lantaran kekurang pahamannya terhadap terhadap UU dan pereaturan yang berlaku. Sebagaimana kita ketahui bahwa memang sistem politik yang berlaku serang sering membuat posisi mereka sebagai pejabat menjadi dillematis, bahkan bertentangan dengan hati nurani. Bukan hanya politik Pilkada saja, tetapi politik penganggaranpun mendorong terjadionya aktivitas dan bahkan konspirasi yang tidak disadari adalah melawah hukum dan perundangan serta aturan lainnya yang berlaku.
Semula kita berharap banyak situasi seperti ini akan berubah dan berakhir setelah ditetapkannya Sistem Pemilihan Langsuing Lewat DPRD dalam Pilkada Provinsi dan Kabupaten/ Kota. Tetapi sungguh mengherankan ternyata para tokoh yang semula kami sangka Negarawan itu justeru mempertahankan Pilkada Langsung. Padahal nyata nyata didepan mata bahwa pilkada Langsung itu sangat rawan dengan politik uang, tetapi nampaknya mereka yang kita sangkakan sebagai negarawan itu benar benar telah ditutupkan matanya sehingga sama sekali tidak memiliki kesanggupan menangkap adanya politik yang meracuni rakyat itu.
Kita jangan hanya berpijak atas kenyataan bahwa Jokowi dan Ahok serta beberapa Bupati dan Walikota selama memimpin daerah berhasil memimpin secara bersih 'clean dan clear' tetapi bukankah jumlah mereka sangat sedikit. Dan kita juga tidak bijak bila menuduh bahwa hanya penguasa yang berasal dari Parpol tertentu saja yang melakukan korupsi, karena korupsi itu sangat dekat dengan kekuasaan. Karena kenyataannya beberapa Partai yang pernah berkuasa atau partai lain yang berkualisi dengan paratai penguasa juga melakukan korupsi, karena memang partai partai di Indonesia tidak memiliki sumber dana yang mencukupi, sepertinya harus melakukan konspirasi itu, belum lagi konspirasi untuk memperkaya diri.
Kita benar benar prihatin manakala ada teman teman yang terpakjsa berurusan dengan yang berwajib, bila itu terjadi lantaran ketidakpahaman mereka dengan UU dan peraturan lainnya yang berlaku. Tetapi manakala itu dilakukan dilakukan karena pilihan dan penuh kesadaran, maka itu dalah tanggungjawab pribadi.Kita hanya bisa berdoa semoga Ia mendapat perlakuan yang seadilnya, mendapatkan hukuman yang serendah mungkin, serta diberikan ketabahan dan kekuatan baik pribadi maupun keluarganya, karena itu semua adalah resiko.
Tuesday, 23 September 2014
STAF AHLI WALIKOTA METRO DITAHAN
Kejaksaan Negeri Metro menahan
mantan Kepala Dinas Tata Kota dan Pariwisata (Distakopar) Metro Waluyo
pukul 15.35 WIB kemarin (22/9). Waluyo yang kini menjabat staf ahli wali
kota bidang SDM itu disangka telah melakukan tindak pidana korupsi
pengadaan alat berat senilai Rp281 juta dari Rp2,224 miliar yang
dianggarkan melalui APBD 2012.
Kajari Metro F. Juwariyah, SH melalui
Kasi Pidsus Anton Rudianto, SH menjelaskan, perkara itu merupakan
pelimpahan dari
Polresta Metro. Dari hasil penyidikan, tindak pidana korupsi dilakukan
tersangka dengan cara menggelembungkan harga alat berupa crawler dozer.
Alat berat itu digunakan di tempat
pembuangan sampah. Dugaan tindak pidana korupsi semakin kuat berdasarkan
hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan
Lampung. Akibat perbuatan tersangka yang bertindak selaku Pengguna
Anggaran, Negara mengalami kerugian Rp281 juta. Proses penahanan
terhadap tersangka berawal dilimpahkan berkas perkara berikut tersangka
dari Polresta Metro ke Kejari Metro pukul 10.05 WIB.
Tersangka didampingi Eni Mardianti
selaku penasihat hukumnya kemudian menjalani pemeriksaan di ruang
Kasi Pidsus mulai pukul 10.20 14.05 WIB. Selanjutnya pada pukul 14.07
WIB, tim penyidik Kejari Metro menerbitkan Surat Perintah Penahanan
bernomor : PRINT 495/N.8.12/Fd/09/2014 yang ditandatangani Kajari Metro
F. Juwariyah SH.
Mengetahui akan tersangka, melalui
penasihat hukumnya mencoba mengajukan upaya hukum melalui surat
permohonan penangguhan penahanan. Namun, permohonan penangguhan penahanan belum
dikabulkan Kejari Metro.
Selanjutnya pada pukul 15.35 WIB,
tersangka dibawa ke Lembaga Pemasyarakatan Kota Metro dengan dikawal dua
penyidik dari Polresta Metro dan dua penyidik dari Kejari Metro dengan
mobil tahanan BE 2128 FZ. Istri tersangka yang mendampingi tersangka
sejak menjalani pemeriksaan juga ikut mengantarkan dengan mobil itu.
Anton Rudianto, SH menambahkan, penahanan terhadap
tersangka dilakukan guna memudahkan penyidikan dan menjaga kemungkinan
tersangka memengaruhi saksi serta menghilangkan barang bukti.
"Tidak menutup kemungkinan akan ada
tersangka lain. Ini bila dari hasil penyidikan ditemukan bukti
keterlibatan pihak lain," tegas Kasi Pidsus Kejari Metro, Selasa (22/9).
Menurut Anton, atas perbuatannya,
tersangka dijerat pasal 2 dan 3 Undang-Undang No. 31/1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan
Undang-Undang No. 20/2001 jo pasal 55 dan 56 KUHP. Sementara Eni Mardianti selaku penasihat
hukum tersangka belum bersedia memberi pernyataan atas penetapan
kliennya sebagai tahanan Kejari Metro. "Nantilah. Pada persidangan akan
jelas semuanya," ungkapnya.sumber
STAF AHLI WALIKOTA METRO DITAHAN
Kejaksaan Negeri Metro menahan mantan Kepala Dinas Tata Kota dan Pariwisata (Distakopar) Metro Waluyo pukul 15.35 WIB kemarin (22/9). Waluyo yang kini menjabat staf ahli wali kota bidang SDM itu disangka telah melakukan tindak pidana korupsi pengadaan alat berat senilai Rp281 juta dari Rp2,224 miliar yang dianggarkan melalui APBD 2012.Kajari Metro F. Juwariyah, SH melalui Kasi Pidsus Anton Rudianto, SH menjelaskan, perkara itu merupakan pelimpahan dari Polresta Metro. Dari hasil penyidikan, tindak pidana korupsi dilakukan tersangka dengan cara menggelembungkan harga alat berupa crawler dozer. Alat berat itu digunakan di tempat pembuangan sampah. Dugaan tindak pidana korupsi semakin kuat berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Lampung. Akibat perbuatan tersangka yang bertindak selaku Pengguna Anggaran, Negara mengalami kerugian Rp281 juta. Proses penahanan terhadap tersangka berawal dilimpahkan berkas perkara berikut tersangka dari Polresta Metro ke Kejari Metro pukul 10.05 WIB.
Tersangka didampingi Eni Mardianti selaku penasihat hukumnya kemudian menjalani pemeriksaan di ruang Kasi Pidsus mulai pukul 10.20 14.05 WIB. Selanjutnya pada pukul 14.07 WIB, tim penyidik Kejari Metro menerbitkan Surat Perintah Penahanan bernomor : PRINT 495/N.8.12/Fd/09/2014 yang ditandatangani Kajari Metro F. Juwariyah SH.
Mengetahui akan tersangka, melalui penasihat hukumnya mencoba mengajukan upaya hukum melalui surat permohonan penangguhan penahanan. Namun, permohonan penangguhan penahanan belum dikabulkan Kejari Metro.
Selanjutnya pada pukul 15.35 WIB, tersangka dibawa ke Lembaga Pemasyarakatan Kota Metro dengan dikawal dua penyidik dari Polresta Metro dan dua penyidik dari Kejari Metro dengan mobil tahanan BE 2128 FZ. Istri tersangka yang mendampingi tersangka sejak menjalani pemeriksaan juga ikut mengantarkan dengan mobil itu.
Anton Rudianto, SH menambahkan, penahanan terhadap tersangka dilakukan guna memudahkan penyidikan dan menjaga kemungkinan tersangka memengaruhi saksi serta menghilangkan barang bukti.
"Tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka lain. Ini bila dari hasil penyidikan ditemukan bukti keterlibatan pihak lain," tegas Kasi Pidsus Kejari Metro, Selasa (22/9).
Menurut Anton, atas perbuatannya, tersangka dijerat pasal 2 dan 3 Undang-Undang No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 20/2001 jo pasal 55 dan 56 KUHP. Sementara Eni Mardianti selaku penasihat hukum tersangka belum bersedia memberi pernyataan atas penetapan kliennya sebagai tahanan Kejari Metro. "Nantilah. Pada persidangan akan jelas semuanya," ungkapnya.
Sumber : http://kejarimetro.blogspot.com/2014/09/staf-ahli-walikota-metro-ditahan.html
No comments:
Post a Comment