Sunday, 30 September 2012 07:37
SUKADANA (LampostOnline): Polres Lampung Timur akan menindak pelaku yang menggunakan senjata api dalam bentrok yang melibatkan tiga desa. Dalam bentrok yang terjadi Jumat (28-9), setidaknya ada 11 orang yang terluka, di antaranya terluka karena tertembak.
Kabag Humas Polres Lampung Timur AKP Suwandar mengatakan dalam bentrokan itu ada beberapa orang yang menggunakan senapan angin. Akibatnya ada lima orang yang terkena luka tembak.
"Senjata yang dipakai senapan angin. Kita akan usut pelaku yang melakukan pelangggaran hukum. Namun, polisi belum menyita senjata api yang dipakai," kata dia, Sabtu (29-9) malam.
Menurutnya, polisi dan pemerintah daerah masih fokus pada pengamanan dan proses mendamaikan para pihak. Belum ada satu pun orang yang diperiksa atau dijadikan tersangka dalam kerusuhan itu.
Suwandar mengungkapkan, setelah kondisi kondusif polisi akan mencari bukti dan menangkap pelaku yang memakai senajata api dan membakar rumah warga.
Kerusuhan terjadi antara warga Desa Jabung dan Desa Umbultebu yang menyerang Desa Pematang Taholo. Orang yang terkena tembakan adalah Parmono (39), Sulardi (55), Marjito (30), Agus (31), dan Sulih (40).
Selain korban luka, kerusuhan ini juga menyebabkan tujuh rumah di Desa Pematang Tahalo terbakar, 2 unit sepeda motor dijarah serta 1 unit dibakar. (PAD/U-4)
Sunday, September 30, 2012
Polisi Buru Perusuh Lampung Timur
Sunday, 30 September 2012 07:37
SUKADANA (LampostOnline): Polres Lampung Timur akan menindak pelaku yang menggunakan senjata api dalam bentrok yang melibatkan tiga desa. Dalam bentrok yang terjadi Jumat (28-9), setidaknya ada 11 orang yang terluka, di antaranya terluka karena tertembak.
Kabag Humas Polres Lampung Timur AKP Suwandar mengatakan dalam bentrokan itu ada beberapa orang yang menggunakan senapan angin. Akibatnya ada lima orang yang terkena luka tembak.
"Senjata yang dipakai senapan angin. Kita akan usut pelaku yang melakukan pelangggaran hukum. Namun, polisi belum menyita senjata api yang dipakai," kata dia, Sabtu (29-9) malam.
Menurutnya, polisi dan pemerintah daerah masih fokus pada pengamanan dan proses mendamaikan para pihak. Belum ada satu pun orang yang diperiksa atau dijadikan tersangka dalam kerusuhan itu.
Suwandar mengungkapkan, setelah kondisi kondusif polisi akan mencari bukti dan menangkap pelaku yang memakai senajata api dan membakar rumah warga.
Kerusuhan terjadi antara warga Desa Jabung dan Desa Umbultebu yang menyerang Desa Pematang Taholo. Orang yang terkena tembakan adalah Parmono (39), Sulardi (55), Marjito (30), Agus (31), dan Sulih (40).
Selain korban luka, kerusuhan ini juga menyebabkan tujuh rumah di Desa Pematang Tahalo terbakar, 2 unit sepeda motor dijarah serta 1 unit dibakar. (PAD/U-4)
Raperda Kota Baru semula ditargetkan 25 September 2012
BANDARLAMPUNG - Megaproyek Kota Baru, Gedungwani, Lampung Selatan, kian nyata untuk segera terealisasi. Pemerintah Provinsi Lampung memastikan megaproyek ini terus berjalan dan tak ada permasalahan dalam proses pembangunannya.
Bak gayung bersambut, DPRD pun merespons pernyataan itu. Dewan berharap rancangan peraturan daerah (raperda) percepatan pembangunan kota baru dapat disahkan bulan ini juga.
Ketua DPRD Lampung Marwan Cik Asan menyatakan, pada 25 September mendatang, DPRD berencana mengesahkan tujuh raperda. ’’Nah, kita berharap raperda kota baru bisa masuk di dalamnya,” ujar dia kemarin.
Legislator asal Partai Demokrat ini menyatakan, panitia khusus raperda kota baru terus bekerja melakukan penyempurnaan terhadap raperda itu. ’’Besok (hari ini, Red) rencananya pansus kembali turun ke lapangan untuk melihat sampai sejauh mana perkembangan kota baru,” tutur dia.
Secara prinsip, lanjut Marwan, pihaknya melihat raperda kota baru sudah tak ada masalah. ’’Nanti kan hasilnya dilaporkan seperti apa,” jelas dia.
Marwan memperkirakan, besar kemungkinan raperda kota baru disahkan pada tahun ini. ’’Kita lihat juga, paling banyak kita coba sahkan tujuh raperda, atau paling tidak empat raperda. Di antaranya jika dimungkinkan raperda kota baru, raperda tentang HIV/AIDS, dan juga tentang aset,” tukasnya.
Diketahui, raperda kota baru masih terganjal di pansus. Penyebabnya, pansus menerapkan sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi Pemprov Lampung. Persyaratan itu termasuk kejelasan status lahan kota baru, peta bidang, dan masterplan kota baru. Pemprov juga diminta membersihkan perambah di wilayah kota baru sebagai syarat lainnya.
Tercatat, di APBD murni 2012, program kota baru menyedot biaya sebesar Rp48,5 miliar. Jumlah itu di luar biaya land clearing yang harus dipersiapkan pemprov. Dana sebesar Rp48, 5 miliar dialokasikan untuk sejumlah pembangunan fisik dan infrastruktur jalan.
Pada tahun ini, Pemprov Lampung memang memulai pengerjaan fisik. Pengerjaan fisik itu meliputi pembangunan jalan tembus menuju kota baru, pembangunan jalan hingga gedung perkantoran. Tercatat, ada empat bangunan yang mulai dibangun pada tahun ini. Yakni balai adat, masjid agung, kantor DPRD Lampung, dan kantor gubernur Lampung.
Untuk balai adat dan masjid agung masing-masing dianggarkan Rp5 miliar, kantor DPRD Rp7,5 miliar, dan kantor gubernur Rp10 miliar.
Sebelumnya, Pemprov Lampung memastikan program megaproyek kota baru terus berjalan dan tak ada permasalahan dalam proses pembangunannya. Sekprov Lampung Berlian Tihang menyatakan, rencana pembangunan fisik kota baru sudah dilakukan sejak 2010. Pelaksanaannya, lanjut dia, sudah tak ada masalah.
Mantan kepala Dinas Bina Marga Lampung ini secara tersirat mengakui, sempat ada persoalan tanah yang membeli kota baru. Namun bersamaan keluarnya izin prinsip dan tukar lahan dari Kementerian Kehutanan, Berlian menyatakan bisa terselesaikan.
Terpisah, Ketua Pansus Raperda Percepatan Pembangunan Kota Baru Farouk Danial mengatakan, dirinya siap saja pindah ke kota baru pada 2014. Asalkan memang infrastruktur dan persyaratan legal formalnya sudah terpenuhi. Menurut dia, pemindahan pusat pemerintahan di Indonesia bukanlah barang baru.
Di sejumlah tempat seperti Kepulauan Riau dan Kalimantan, pusat pemerintahan berada di luar ibu kota. Meski demikian, untuk raperda kota baru saat ini terganjal di DPRD Lampung. Pasalnya, pansus melihat pemprov belum membenahi persoalan perambah di lahan milik negara tersebut. Alhasil, pansus tak akan menyetujui raperda itu sampai persyaratan yang ditetapkan. Yakni membersihkan perambah bisa dilakukan pemprov. (wdi/c1/adi)
Thursday, September 27, 2012
'Pubalahan' dan 'Taturik' Menukik
Friday, 07 September 2012 00:00
Asarpin
Esais, tinggal di Bandar Lampung
Mamak Kenut, sebuah nama dalam khazanah budaya atau tradisi lisan Lampung, yang kembali dipopulerkan Udo Z. Karzi lewat serangkaian kolomnya di rubrik Nuansa Lampung Post, kini telah dibukukan dengan judul Mamak Kenut: Orang Lampung Punya Celoteh (Indepth Publishing, Bandar Lampung, Juni 2012).
Apa boleh buat, Mamak Kenut pun menjelma seorang tokoh yang begitu melekat dengan si penulisnya. Sampai-sampai beberapa teman pembaca mengindentikkan Mamak Kenut dengan sosok Udo Karzi sendiri.
Mamak Kenut adalah tokoh yang usil, cerewet, dan nakal. Sentilan-sentilan, olok-oloknya, dan celotehnya yang sarkas terasa menyegarkan untuk sebuah kolom pendek dengan ruang yang amat terbatas. Antara nama yang kampungan dengan cita-rasa yang sekolahan dalam diri Mamak Kenut tampaknya berbaur.
Sosok Mamak Kenut tak mudah ditafsirkan karena posisi dan wataknya seringkali sulit ditangkap, walaupun kelampungan dan kekampungan dari nama itu amat kentara. Mamak Kenut memang bukan tokoh tunggal dalam kolom-kolom Udo, tetapi posisinya yang sentral tak bisa dimungkiri.
Posisi ini serupa tapi tak sama dengan Mister Rigen dalam kolom-kolom Umar Kayam di Kedaulatan Rakyat tahun 1980-an atau Markisot dalam kolom-kolom Emha Ainun Nadjib. Walaupun Udo mencoba menghadirkan tokoh-tokohnya dengan posisi yang nyaris tetap dan selalu memiliki pasangan perwatakan, hemat saya Mamak Kenut adalah sebuah pokok dan tokoh sekaligus.
***
Mamak Kenut bisa jadi agak membosankan jika didekati secara tematik. Sebab, apa yang dihadirkan Udo di situ sudah pula dimamah-biak oleh media massa. Namun, yang menarik—dan menjadi daya tarik Mamak Kenut—adalah bagaimana persoalan-persoalan politik itu tecermin lewat penggunaan bahasa Udo yang khas.
Harus diakui, sebagian besar kolom dalam Mamak Kenut menggunakan bahasa campuran Lampung dan Indonesia. Bahkan, di sana-sini muncul pula bahasa Inggris. Pencampuran atau pembauran bahasa dalam Mamak Kenut bukan sekadar strategi kosong, memang barangkali diniatkan dengan sengaja agar tulisan terasa komunikatif dan lucu. Lewat bahasa Lampung Udo tampaknya sengaja mengomentari dunia Indonesia, dan lewat bahasa Indonesia ia tampak menemukan kerinduan akan bahasa kedua orang tuanya.
Apakah ini dapat disebut sebagai strategi melokalisasi bahasa Indonesia? Dengan kata lain, sebuah cara yang sengaja untuk me-Lampung-kan bahasa Indonesia sebagaimana banyak kolumnis-kolumnis Jawa yang sengaja tampaknya ingin men-Jawa-kan bahasa Indonesia? Bisa jadi karena ini kolom-kolom yang dihadirkan dengan bahasa orang kebanyakan dengan maksud menghibur.
Kalaulah Udo lebih total bereksprerimen dengan nakal, kolom-kolomnya lebih berpeluang untuk menampilkan hakikat dari falsafah wat-wat gawoh yang dipopulerkan Lampung Post. Kolom-kolom Udo hemat saya adalah jelmaan dari wat-wat gawoh yang berhasil dan mendalam.
Udo diam-diam memiliki ketangkasan berbahasa khas orang Lampung yang pandai nurik, pacak menghadirkan pubalahan. Udo kaya dengan pubalahan yang khas dan menukik, yang mengingatkan saya kepada beberapa kolom mendiang Mahbub Djunaidi, terutama dalam buku Kolom Demi Kolom.
Judul-judul seperti Politisi Olahraga, Biasa Saja, Bablas, Musyawarah-Mufakat, Orang Bersih, Kapasitas, Iqra, Sementara Itu, Satu Miliar adalah kolom-kolom tangguh yang berkelas. Bahasanya kadang langsung menukik. Kolom-kolom Udo terasa lebih kuat justru ketika ia bicara hal-hal yang tidak terkait langsung dengan isu aktual. Campuran bahasa Lampung dan bahasa Indonesia sengaja dipakai dengan maksud untuk mempertegas identitas atau mungkin menunjukkan sebuah peralihan budaya.
Udo berusaha menghadirkan kembali bahasa percakapan sehari-hari yang tidak birokratis. Udo bolak-balik menggunakan bahasa Indonesia bergaya Lampung dengan bahasa Lampung bergaya Indonesia. Dalam campuran linguistik ini, lalu lintas bahasa tampaknya berjalan sangat komunikatif. Inilah bahasa keakraban, bahasa kehidupan sehari-hari orang Lampung kini, baik yang tinggal di kota maupun di desa. Melalui bahasa campuran, pembaca merasa lebih akrab dan tersentuh.
Dari segi linguistik, Udo saya kira telah memiliki bahasa pengucapan khas, yang bukan sekadar pengagum para pendahulunya, yang memiliki keberanian berucap yang konyol tapi penuh kejujuran sekaligus bijak. Orang yang telah memiliki bahasa dengan gayanya sendiri adalah orang yang tak mudah tergoda oleh rayuan tulisan orang lain yang bagus. Kalaupun sesekali ia menelikung, ciri khas dan karakternya akan dengan mudah dikenali oleh pembaca setianya.
Saya cemburu dengan orang yang telah memiliki bahasa pengucapan khusus, dalam arti telah memiliki gaya dan ciri khasnya sendiri. Soal model dan genre yang dipakai, itu urusan nomor sekian. Yang terpenting saya telah menemukan sesuatu yang menyegarkan tatkala membacanya.
Tak banyak orang yang menyukai "kolom-kolom yang tidak serius" tapi menghadirkan urusan yang begitu serius. Ketika masih mahasiswa, saya sama sekali tak menyukai kolom-kolom Mahbub Djunaidi, Emha Ainun Nadjib, Abdurrahman Wahid, Mohamad Sobary, M.A.W. Brouwer, Zaim Saidi, dan Farid Gaban. Tapi belakangan saya "tergila-gila" dengan tulisan mereka lantaran itulah menurut saya hakikat dari sebuah tulisan esai yang sejati.
Udo selalu konsisten dengan gayanya yang ke-Lampung-Lampung-an. Saya kira ini modal awal bagi seorang penulis yang bersungguh-sungguh dan percaya diri. Dan Udo, adalah satu dari seribu orang Lampung yang mampu menyampaikan pubalahan dan taturik yang menukik dalam bentuk tulisan pendek. Orang yang pacak menyampaikan warahan atau pubalahan serta taturik secara lisan belum tentu tetap pacak ketika disampaikan dalam bentuk tulisan. Dan Udo telah melakukan itu, dan hasilnya adalah ratusan kolom yang layak untuk dijadikan bahan skripsi para calon sarjana di bidang humaniora.
Pilihan kata yang menerabas kaidah resmi dan dengan ringan mencomot kosakata daerah Lampung demi sebuah kisah yang hidup, sungguh amat terpuji. Pilihan kata ada yang begitu lucu. Ambil contoh misalnya kata "pelitisi". Kata ini tentu pelesetan dari politisi. Selain logatnya agak kelampungan, kata ini mengandung maksud ledekan atau sindiran. Udo memilki semangat bertutur secara lisan yang kadang unik, tetapi terkadang begitu polos, seperti “Gua Gegol Nanti”. Gerundel-gerundel dan pisuh-misuh-nya amat berbahaya dan bisa menimbulkan perkara yang panjang.
Barangkali dapat dimaklumi jika anak-anak muda kurang berselera dengan gaya Mamak Kenut, apalagi anak muda yang tak mengerti bahasa Lampung. Tapi jangan coba-coba meremehkan pembaca tua, apalagi dengan santai Anda yang berusaha membacakannya kepada kakek Anda, apalagi dia orang Lampung, spontan rawut wajahnya ceria dan terkadang tertawa terbahak-bahak (mungkin) tidak karena ceritanya lucu, tetapi pilihan nama tokoh-tokohnya begitu menyentuh perasaan kelampungan. n
Asarpin
Esais, tinggal di Bandar Lampung
Mamak Kenut, sebuah nama dalam khazanah budaya atau tradisi lisan Lampung, yang kembali dipopulerkan Udo Z. Karzi lewat serangkaian kolomnya di rubrik Nuansa Lampung Post, kini telah dibukukan dengan judul Mamak Kenut: Orang Lampung Punya Celoteh (Indepth Publishing, Bandar Lampung, Juni 2012).
Apa boleh buat, Mamak Kenut pun menjelma seorang tokoh yang begitu melekat dengan si penulisnya. Sampai-sampai beberapa teman pembaca mengindentikkan Mamak Kenut dengan sosok Udo Karzi sendiri.
Mamak Kenut adalah tokoh yang usil, cerewet, dan nakal. Sentilan-sentilan, olok-oloknya, dan celotehnya yang sarkas terasa menyegarkan untuk sebuah kolom pendek dengan ruang yang amat terbatas. Antara nama yang kampungan dengan cita-rasa yang sekolahan dalam diri Mamak Kenut tampaknya berbaur.
Sosok Mamak Kenut tak mudah ditafsirkan karena posisi dan wataknya seringkali sulit ditangkap, walaupun kelampungan dan kekampungan dari nama itu amat kentara. Mamak Kenut memang bukan tokoh tunggal dalam kolom-kolom Udo, tetapi posisinya yang sentral tak bisa dimungkiri.
Posisi ini serupa tapi tak sama dengan Mister Rigen dalam kolom-kolom Umar Kayam di Kedaulatan Rakyat tahun 1980-an atau Markisot dalam kolom-kolom Emha Ainun Nadjib. Walaupun Udo mencoba menghadirkan tokoh-tokohnya dengan posisi yang nyaris tetap dan selalu memiliki pasangan perwatakan, hemat saya Mamak Kenut adalah sebuah pokok dan tokoh sekaligus.
***
Mamak Kenut bisa jadi agak membosankan jika didekati secara tematik. Sebab, apa yang dihadirkan Udo di situ sudah pula dimamah-biak oleh media massa. Namun, yang menarik—dan menjadi daya tarik Mamak Kenut—adalah bagaimana persoalan-persoalan politik itu tecermin lewat penggunaan bahasa Udo yang khas.
Harus diakui, sebagian besar kolom dalam Mamak Kenut menggunakan bahasa campuran Lampung dan Indonesia. Bahkan, di sana-sini muncul pula bahasa Inggris. Pencampuran atau pembauran bahasa dalam Mamak Kenut bukan sekadar strategi kosong, memang barangkali diniatkan dengan sengaja agar tulisan terasa komunikatif dan lucu. Lewat bahasa Lampung Udo tampaknya sengaja mengomentari dunia Indonesia, dan lewat bahasa Indonesia ia tampak menemukan kerinduan akan bahasa kedua orang tuanya.
Apakah ini dapat disebut sebagai strategi melokalisasi bahasa Indonesia? Dengan kata lain, sebuah cara yang sengaja untuk me-Lampung-kan bahasa Indonesia sebagaimana banyak kolumnis-kolumnis Jawa yang sengaja tampaknya ingin men-Jawa-kan bahasa Indonesia? Bisa jadi karena ini kolom-kolom yang dihadirkan dengan bahasa orang kebanyakan dengan maksud menghibur.
Kalaulah Udo lebih total bereksprerimen dengan nakal, kolom-kolomnya lebih berpeluang untuk menampilkan hakikat dari falsafah wat-wat gawoh yang dipopulerkan Lampung Post. Kolom-kolom Udo hemat saya adalah jelmaan dari wat-wat gawoh yang berhasil dan mendalam.
Udo diam-diam memiliki ketangkasan berbahasa khas orang Lampung yang pandai nurik, pacak menghadirkan pubalahan. Udo kaya dengan pubalahan yang khas dan menukik, yang mengingatkan saya kepada beberapa kolom mendiang Mahbub Djunaidi, terutama dalam buku Kolom Demi Kolom.
Judul-judul seperti Politisi Olahraga, Biasa Saja, Bablas, Musyawarah-Mufakat, Orang Bersih, Kapasitas, Iqra, Sementara Itu, Satu Miliar adalah kolom-kolom tangguh yang berkelas. Bahasanya kadang langsung menukik. Kolom-kolom Udo terasa lebih kuat justru ketika ia bicara hal-hal yang tidak terkait langsung dengan isu aktual. Campuran bahasa Lampung dan bahasa Indonesia sengaja dipakai dengan maksud untuk mempertegas identitas atau mungkin menunjukkan sebuah peralihan budaya.
Udo berusaha menghadirkan kembali bahasa percakapan sehari-hari yang tidak birokratis. Udo bolak-balik menggunakan bahasa Indonesia bergaya Lampung dengan bahasa Lampung bergaya Indonesia. Dalam campuran linguistik ini, lalu lintas bahasa tampaknya berjalan sangat komunikatif. Inilah bahasa keakraban, bahasa kehidupan sehari-hari orang Lampung kini, baik yang tinggal di kota maupun di desa. Melalui bahasa campuran, pembaca merasa lebih akrab dan tersentuh.
Dari segi linguistik, Udo saya kira telah memiliki bahasa pengucapan khas, yang bukan sekadar pengagum para pendahulunya, yang memiliki keberanian berucap yang konyol tapi penuh kejujuran sekaligus bijak. Orang yang telah memiliki bahasa dengan gayanya sendiri adalah orang yang tak mudah tergoda oleh rayuan tulisan orang lain yang bagus. Kalaupun sesekali ia menelikung, ciri khas dan karakternya akan dengan mudah dikenali oleh pembaca setianya.
Saya cemburu dengan orang yang telah memiliki bahasa pengucapan khusus, dalam arti telah memiliki gaya dan ciri khasnya sendiri. Soal model dan genre yang dipakai, itu urusan nomor sekian. Yang terpenting saya telah menemukan sesuatu yang menyegarkan tatkala membacanya.
Tak banyak orang yang menyukai "kolom-kolom yang tidak serius" tapi menghadirkan urusan yang begitu serius. Ketika masih mahasiswa, saya sama sekali tak menyukai kolom-kolom Mahbub Djunaidi, Emha Ainun Nadjib, Abdurrahman Wahid, Mohamad Sobary, M.A.W. Brouwer, Zaim Saidi, dan Farid Gaban. Tapi belakangan saya "tergila-gila" dengan tulisan mereka lantaran itulah menurut saya hakikat dari sebuah tulisan esai yang sejati.
Udo selalu konsisten dengan gayanya yang ke-Lampung-Lampung-an. Saya kira ini modal awal bagi seorang penulis yang bersungguh-sungguh dan percaya diri. Dan Udo, adalah satu dari seribu orang Lampung yang mampu menyampaikan pubalahan dan taturik yang menukik dalam bentuk tulisan pendek. Orang yang pacak menyampaikan warahan atau pubalahan serta taturik secara lisan belum tentu tetap pacak ketika disampaikan dalam bentuk tulisan. Dan Udo telah melakukan itu, dan hasilnya adalah ratusan kolom yang layak untuk dijadikan bahan skripsi para calon sarjana di bidang humaniora.
Pilihan kata yang menerabas kaidah resmi dan dengan ringan mencomot kosakata daerah Lampung demi sebuah kisah yang hidup, sungguh amat terpuji. Pilihan kata ada yang begitu lucu. Ambil contoh misalnya kata "pelitisi". Kata ini tentu pelesetan dari politisi. Selain logatnya agak kelampungan, kata ini mengandung maksud ledekan atau sindiran. Udo memilki semangat bertutur secara lisan yang kadang unik, tetapi terkadang begitu polos, seperti “Gua Gegol Nanti”. Gerundel-gerundel dan pisuh-misuh-nya amat berbahaya dan bisa menimbulkan perkara yang panjang.
Barangkali dapat dimaklumi jika anak-anak muda kurang berselera dengan gaya Mamak Kenut, apalagi anak muda yang tak mengerti bahasa Lampung. Tapi jangan coba-coba meremehkan pembaca tua, apalagi dengan santai Anda yang berusaha membacakannya kepada kakek Anda, apalagi dia orang Lampung, spontan rawut wajahnya ceria dan terkadang tertawa terbahak-bahak (mungkin) tidak karena ceritanya lucu, tetapi pilihan nama tokoh-tokohnya begitu menyentuh perasaan kelampungan. n
TRAGEDI KMP BAHUGA: Hendak Pamit Haji, Ternyata Menjadi Korban
Thursday, 27 September 2012
BAKAUHENI--Kepergian Sri Nuraini (33), bersama putra keduanya Nazwa (10) untuk selama-lamanya, meninggalkan duka yang sangat mendalam bagi Purwati (60), warga Kecamatan Gadingrejo, Pringsewu. Ibu korban sekaligus eyang putri dari siswa kelas IV SD yang ikut menghembuskan nafas terakhir itu tak kuasa menahan tangis.
Putri ketiga dari pasangan suami istri (Pasutri), alm Sri Nuraini dan Budi Sudarsono yang selamat, yakni Micel (1,5) itu terus dielus-elus dan diusap-usap oleh Eyang Purwati. Selain Micel, putra pertama Budi, yakni Sultan (12) berhasil dievakuasi dan dilarika ker RS Krakatau Medika, cilegon.
"Mereka berlima (Kedua orang tua dan tiga anak,) mau ke Gadingrejo ke rumah orangtua untuk minta restu, Sebab pada 17 Oktober mendatang, Sri dan Budi mau menjalankan ibadah haji. " kata Purwati mengenang ucapan putrinya (Alm Sri) sehari sebelum berangkat dari rumahnya di daerah Tangerang Selatan menuju menuju pelabuhan penyeberangan Merak dan menyeberang ke Lampung.
"Saya sangat terpukul mendengar kabar kapal yang ditumpangi anak-anakku dan ketiga cucuku tenggelam. Anakku mati, cucuku mati...." ucap ibu berjilbab itu terus menangis.
Jenazah ibu dan anak itu masih berada di RS Medika Tangerang bersama suaminya, Budi dan putra pertama, Sultan (12). Namun bapak dan anak itu sedang menjalani pengobatan akibat kapal yang ditumpangi mereka tenggelam ditabrak kapal tanker Norgas Cathinka. Suasana diruangan VIP ASDP Bakauheni kembali diselimuti kesedihan, ketika melihat Micel yang saat kejadian dalam pelukan Ibunda itu terlepas, dan ditemukan selamat didalam pelampung.
Menurut sejumlah saksi yang merupakan penumpang KMP Bahuga Jaya, tidak mengetahui secara pasti tabrakan kapal tersebut. Mereka mengaku kapal tanker warna merah muda tiba tiba menabrak lambung kapal Bahuga. Setelah tertabrak kapal langsung miring dan tidak sampai setengah jam, kapal tenggelam.
"Saya berhasil keluar dari himpitan kendaraan, sementara teman saya terjebak didalam truk. Saya sempat menarik tangannya namun tidak berhasil," ujar Suparyono, sopir truk warga Liwa, Lampung Barat yang selamat dari kecelakaan maut itu. (KRI/L-1)
Monday, September 24, 2012
Gulai 'Pepenyok' dan'Langok' Jadi Ikon Lumbok Seminung
LIWA (Lampost): Gulai pepenyok dan gulai langok akan dijadikan ikon kuliner khas Kecamatan Lumbok Seminung, Lampung Barat. Bahkan, pada peresmian Pondok Wisata Tepi Ranau, 25 November 2011, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKK) Lampung Barat akan menggelar lomba memasak kedua jenis gulai itu dengan bahan baku ikan nila dari Danau Ranau.
Kepala DKK Lampung Lampung Barat Natajuddin Amran mengatakana lomba memasak tersebut akan dijadikan momentum menetapkan makanan khas tersebut sebagai ikon kuliner di kawasan wisata tersebut. "Masakan ini juga diharapkan bisa menjadi daya tarik wisatawan."
Nata menambahkan Pondok Wisata Tepi Ranau yang terletak di Pekon Kagungan, Lumbok Seminung, juga untuk mendukung kegiatan kepariwisataan apalagi di daerah ini juga sudah ada Pekon Wisata Tepian Ranau.
Selain peresmian Pondok Wisata Tepi Ranau, pada waktu yang sama Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, Lampung Barat, juga akan menggelar Gebyar Pesona Lumbok Ranau (GPLR) V, pada 26—27 November.
Kepala Bidang Pariwisata Dinas Pariwisata dan Budaya Lampung Barat Arief Nugroho mengatakan GPLR akan diisi kegiatan menyusuri Danau Ranau, fotografi, ekshibisi paralayang, lomba perahu motor hias, dan lomba bakar ikan.
Kegiatan lain berupa gelar budaya tradisi Lampung Barat (tari dan lagu), pelayaran/jelajah Danau Ranau dengan perahu motor, lomba triatlon, dan lomba tarik tambang perahu jukung.
Selanjutnya, makan malam di pinggir Danau Ranau yang diisi dengan penampilan hasil perburuan foto dengan LCD. Pada hari terakhir, 27 November, digelar lomba masu babui (berburu babi), lomba memancing keluarga, dan lomba ngera'as (memanah ikan).
"Sejumlah kegiatan itu diharapkan kawasan wisata Lumbok Seminung dengan objek Danau Ranau bisa lebih dikenal dan makin banyak dikunjungi wisatawan," ujar Arief. (HEN/R-2)
Sumber: Lampung Post, Rabu, 16 November 2011
Komisi IV Yakin Kotabaru Capai Target
BANDARLAMPUNG–Komisi IV DPRD Lampung mendukung sepenuhnya anggaran untuk Kotabaru yang diajukan pemerintah provinsi (pemprov) dalam APBD Perubahan 2012.
Hal ini setelah kemarin (11/9) komisi IV DPRD melakukan peninjauan langsung ke lokasi Kotabaru di Desa Jatiagung Lampung Selatan.
Ketua Komisi IV Komang Koheri menjelaskan, dari hasil tinjauan tersebut sudah diketahui progress pembangunan Kotabaru. “Kita optimis pembangunan Kotabaru ini bisa diselesaikan sesuai dengan rencana, asal semua pihak mendukung,” terangnya.
Politisi PDI Perjuangan ini menambahkan, komisi IV sudah setuju, tinggal menunggu sikap fraksi-fraksi dan pihak eksekutifnya untuk bisa meyakinkan kepada DPRD sehingga pembangunan Kotabaru ini dapat berjalan lancar. “Kotabaru ini program yang bagus, dan saya yakin rencana pindah kantor tahun 2014 bisa tercapai,” tambahnya.
Untuk diketahui, dalam APBD Perubahan 2012, pemprov menganggarkan Rp10 miliar untuk pembebasan lahan Kotabaru dan Rp15 miliar untuk pembangunan jalan.
Sekretaris daerah (Sekda) Lampung Berlian Tihang menjelaskan, dianggarkannya dana tersebut karena pembangunan Kotabaru ini dianggap prioritas dan mendesak.
"Diharapkan masalah pembebasan lahan dan juga pembangunan jalan dapat selesai tahun ini. Pembangunan jalan Kotabaru itu dari jalan masuk hingga lokasi, jadi mobil angkutan untuk pembangunan mudah melintas sehingga pembangunan bisa lebih lancar," jelasnya.
Meski demikian, bukan berarti pemprov mengenyampingkan program pembangunan yang lain. Tapi pembangunan Kotabaru ini yang lebih mendesak. Apalagi, target untuk bisa pindah berkantor disana tahun 2014. "Jadi dengan dimasukkannya anggaran pada APBDP ini, tujuannya agar target yang diharapkan bisa tercapai," imbuhnya. (aqu)
Busana Adat Lampung, WIKIPEDIA
Daerah Lampung dikenal sebagai penghasil kain tapis, kain tenun bersulam benang emas yang indah. Kain ini dibuat oleh wanita. Pada penyelenggaraan upacara adat, seperti perkawinan, tapis yang dipenuhi sulaman benang emas dengan motif yang indah merupakan kelengkapan busana adat daerah Lampung.
Dalam keseharian laki-laki Lampung mengikat kepalanya dengan kikat. Bahannya dari kain batik. Bila dipakai dalam kerapatan adat dipadukan dengan baju teluk belanga dan kain. Lelaki muda Lampung lebih menyukai memakai kepiah/ketupung, yaitu tutup kepala berbentuk segi empat berwarna hitam terbuat dari kain tebal, apalagi kalau ingin bertemu dengan gadis. Untuk mengiring pengantin dikenakan kekat akkin, yaitu destar dengan bagian tepi dihias bunga-bunga dari benang emas dan bagian tengah berhiaskan siger, serta di salah satu sudutnya terdapat sulaman benang emas berupa bunga tanjung dan bunga cengkeh.
Sebagai penutup badan dikenakan kawai, yaitu baju berbentuk teluk belanga belah buluh atau jas. Baju ini terbuat dari bahan kain tetoron atau belacu dan lebih disukai yang berwarna terang. Tetapi sekarang banyak digunakan kawai kemija, yaitu bentuk kemeja seperti pakaian sekolah atau moderen. Pemakaian kawai kemija ini sudah biasa untuk menyertai kain dan peci, ketika menghadiri upacara adat sekalipun.
Bagian bawah mengenakan senjang, yaitu kain yang dibuat dari kain Samarinda. Bugis atau batik Jawa. Tetapi sekarang telah dikenal adanya celanou (celana) pendek dan panjang sebagai penganti kain.
Kaum wanita Lampung sehari-hari memakai kanduk/kakambut atau kudung sebagai penutup kepala yang dililitkan. Bahannya dari kain halus tipis atau sutera. Selain itu, kaum ibu kadangkadang menggunakannya sebagai kain pengendong anak kecil.
Lawai kurung digunakan sebagai penutup badan, memiliki bentuk seperti baju kurung. Baju ini terbuat dari bahan tipis atau sutra dan pada tepi muka serta lengan biasa dihiasi rajutan renda halus. Sebagai kain dikenakan senjang atau cawol. Untuk mempererat ikatan kain (senjang) dan celana di pinggang laki-laki digunakan bebet (ikat pinggang), sedangkan wanitanya menggunakan setagen. Perlengkapan lain yang dikenakan oleh laki-laki Lampung adalah selikap, yaitu kain selendang yang dipakai untuk penahan panas atau dingin yang dililitkan di leher. Pada waktu mandi di sungai, kain ini dipakai sebagai kain basahan. Selikap yang terbuat dari kain yang mahal dipakai saat menghadiri upacara adat dan untuk melakukan ibadah ke masjid.
Untuk menghadiri upacara adat, seperti perkawinan kaum wanita, baik yang gadis maupun yang sudah kawin, menyanggul rambutnya (belatung buwok). Cara menyanggul seperti ini memerlukan rambut tambahan untuk melilit rambut ash dengan bantuan rajutan benang hitam halus. Kemudian rajutan tadi ditusuk dengan bunga kawat yang dapat bergerak-gerak (kembang goyang).
Khusus bagi wanita yang baru menikah, pada saat menghadiri upacara perkawinan mengenakan kawai/kebayou (kebaya) beludru warna hitam dengan hiasan rekatan atau sulaman benang emas pada ujung-ujung kebaya dan bagian punggungnya. Dikenakan senjang/ cawol yang penuhi hiasan terbuat dari bahan tenun bertatah sulam benang emas, yang dikenal sebagai kain tapis atau kain Lampung. Sulaman benang emas ada yang dibuat berselang-seling, tetapi ada yang disulam hampir di seluruh kain.
Para ibu muda dan pengantin baru dalam menghadiri upacara adat mengenakan kain tapis bermotif dasar bergaris dari bahan katun bersulam benang emas dan kepingan kaca. Di bahunya tersampir tuguk jung sarat, yaitu selendang sutra bersulam benang emas dengan motif tumpal dan bunga tanjung. Selain itu, juga dapat dikenakan selekap balak, yaitu selendang sutra disulam dengan emas dengan motif pucuk rebung, di tengahnya bermotifkan siger yang di kelilingi bunga tanjung, bunga cengkeh dan hiasan berupa ayam jantan.
Untuk memperindah dirinya dipergunakan berbagai asesoris terbuat dari emas. Selambok/rattai galah, yaitu kalung leher (monte) berangkai kecil-kecil dilengkapi dengan leontin dari batu permata yang ikat dengan emas. Kelai pungew, yaitu gelang yang dipakai di lengan kanan atau kiri, biasanya memiliki bentuk seperti badan ular (kalai ulai). Pada jari tengah atau manis diberi cincin (alali) dari emas, perak atau suasa diberi mata dari permata. Dikenakan pula kalai kukut, yaitu gelang kaki yang biasanya berbentuk badan ular melingkar serta dapat dirangkaikan. Kalai kukut ini dipakai sebagai perlengkapan pakaian masyarakat yang hidup di desa, kecuali saat pergi ke ladang.
Pakaian mewah dipenuhi dengan warna kuning keemasan dapat dijumpai pada busana yang dikenakan pengantin daerah Lampung. Mulai dari kepala sampai ke kaki terlihat warna kuning emas.
Di kepala mempelai wanita bertengger siger, yaitu mahkota berbentuk seperti tanduk dari lempengan kuningan yang ditatah hias bertitik-titik rangkaian bunga. Siger ini berlekuk ruji tajam berjumlah sembilan lekukan di depan dan di belakang (siger tarub), yang setiap lekukannya diberi hiasan bunga cemara dari kuningan (beringin tumbuh). Puncak siger diberi hiasan serenja bulan, yaitu kembang hias berupa mahkota berjumlah satu sampai tiga buah. Mahkota kecil ini mempunyai lengkungan di bagian bawah dan beruji tajam-tajam pada bagian atas serta berhiaskan bunga. Pada umumnya terbuat dari bahan kuningan yang ditatah.
Badan mempelai dibungkus dengan sesapur, yaitu baju kurung bewarna putih atau baju yang tidak berangkai pada sisinya dan di tepi bagian bawah berhias uang perak yang digantungkan berangkai (rambai ringgit). Sebagai kainnya dikenakan kain tapis dewo sanow (kain tapis dewasana) dipakai oleh wanita pada waktu upacara besar (begawi) dari bahan katun bersulam emas dengan motif tumpal atau pucuk rebung. Kain ini dibuat beralaskan benang emas, hingga tidak nampak kain dasarnya. Bila kain dasarnya masih nampak disebut jung sarat. Jenis tapis dewasana merupakan hasil tenunan sendiri, yang sekarang sangat jarang dibuat lagi.
Pinggang mempelai wanita dilingkari bulu serti, yaitu ikat pinggang yang terbuat dari kain beludru berlapis kain merah. Bagian atas ikat pinggang ini dijaitkan kuningan yang digunting berbentuk bulat dan bertahtakan hiasan berupa bulatan kecil-kecil. Di bawah bulu serti dikenakan pending, yaitu ikat pinggang dari uang ringgitan Belanda dengan gambar ratu Wihelmina di bagian atas.
Pada bagian dada tergantung mulan temanggal, yaitu hiasan dari kuningan berbentuk seperti tanduk tanpa motif, hanya bertatah dasar. Kemudian dinar, yaitu uang Arab dari emas diberi peniti digantungkan pada sesapur, tepatnya di bagian atas perut. Dikenakan pula buah jukum, yaitu hiasan berbentuk buah-buah kecil di atas kain yang dirangkai menjadi untaian bunga dengan benang dijadikan kalung panjang. Biasanya kalung ini dipakai melingkar mulai dari bahu ke bagian perut sampai ke belakang.
Gelang burung, yaitu hiasan dari kuningan berbentuk burung bersayap yang diikatkan pada lengan kiri dan kanan, tepatnya di bawah bahu. Di atasnya direkatkan bebe, yaitu sulaman kain halus yang berlubang-lubang. Sementara gelang kana, terbuat dari kuningan berukir dan gelang Arab, yang memiliki bentuk sedikit berbeda, dikenakan bersama-sama di lengan atas dan bawah.
Mempelai laki-laki mengenakan kopiyah mas sebagai mahkota. Bentuknya bulat ke atas dengan ujung beruji tajam. Bahannya dari kuningan bertahtakan hiasan karangan bunga. Badannya ditutup dengan sesapur warna putih berlengan panjang. Dipakai celanou (celana) panjang dengan warna sama dengan warna baju.
Pada pinggang dibalutkan tapis bersulam benang emas penuh diikat dengan pending. Bagian dada dilibatkan membentuk silang limar, yaitu selendang dari sutra disulam benang emas penuh. Lengan dihias dengan gelang burung dan gelang kana. Perlengkapan lain yang menghiasi badan sama seperti yang dikenakan oleh mempelai wanita. Kaki kedua mempelai dibungkus dengan selop beludru warna hitam.
Pulung Berseni Kembali
Sunday, 16 September 2012 00:00
SETELAH pensiun dari sebagai birokrat, Pulung Suwandaru bisa kembali menekuni dunia perupa yang sudah lebih dahulu dia geluti. Ada perasaan lebih bebas untuk berkarya setelah lepas dari jabatan sebagai abdi negara.
Pulung pensiun dengan posisi terakhir sebagai Kepala Museum Lampung. Jabatan itu dia pegang selama hampir empat tahun hingga 2010. Kini, dia hanya melakukan dua hal, berkarya dan mengajar.
Sebagai pelukis, goresan Pulung dikenal khas dengan gaya realis yang kental dengan kritik sosial. Kini goresannya merambah untuk keperluan fashion. Dia menggambar ornamen khas Lampung yang selanjutnya akan dijadikan sebagai desain batik Lampung.
Menurut Pulung, secara sosilogis historis nenek moyang masyarakat Lampung tidak mengenal dan memakai batik. Orang Lampung zaman dahulu lebih mengenal tenun, sulam, dan tapis. Kain yang dikenal dan banyak dipakai adalah sulam dan tapis. Berbeda dengan masyarakat Jawa yang memang lebih dahulu sudah memakai batik sebagai pakaiannya.
Meskipun tidak mengenal batik, kata Pulung, orang Lampung kaya akan ragam hias. Berbagai ornamen khas diukir di rumah-rumah dan berbagai peralatan yang terbuat dari kayu. “Jika saat ini masyarakat ingin membuat batik yang khas Lampung perlu mengetahui seperti apa ragam hias terdahulu,” katanya.
Itulah aktivitas yang digeluti kakek satu cucu ini. Melukis ornamen khas Lampung yang nantinya dijadikan motif batik. Tempat melukis di samping rumahnya, di Jalan Panglima Polim, Bandar Lampung, menumpuk desain batik hasil goresan Pulung. Beberapa desain terkumpul rapi dalam map, dan sisanya ditempel di tembok.
Menurut Pulung, ornamen khas Lampung sangat kaya. Namun, yang selalu ditampilkan hanyalah siger dan kapal. Masyarakat Lampung dahulu membuat ornamen dengan melihat dari alam. Alam sebagai sumber ilmu pengetahuan
sudah dimanfaatkan sejak dahulu. “Padahal kaya ornamen, tapi yang selalu ditonjolkan hanya siger dan kapal. Lama-lama bosan, orang memakainya. Bandingkan dengan ragam batik Jawa yang juga sangat kaya,” kata dia.
Pulung mencontohkan beberapa ornamen Lampung yang justru jarang dipakai, bunga kopi, bunga manggis, kayu ara, buah, dan kembang nanas. Selain flora, fauna pun bisa menjadi motif, selain dari gajah, misalnya kerbau. “Untuk motif binatang pun jangan dibuat menyerupai gambar sebenarnya. Untuk ragam hias batik, perlu dibuat desain yang lebih simetris dua dimensi. Misalnya kerbau hanya digambar dengan bentuk kepala segitiga dan diberi tanduk,” kata lulusan Fakultas Hukum Universitas Jember ini.
Dia mengingatkan agar para pembuat desain batik tahu filosofi ornamen Lampung sehingga tidak keliru dalam menempatkannya. Misalnya ornamen yang harusnya ditempatkan pada badan bagian bawah, jangan diletakkan pada pakaian untuk di kepala. “Dalam pembuatan orneman memang tidak ada salah dan benar. Tapi yang perlu diperhatikan adalah filosfinya,” ujar Pulung.
Museum Lampung, kata dia, merupakan tempat belajar tentang ragam ornamen yang pernah dibuat oleh masyarakat zaman dahulu. Dengan melihat referensi dan literatur yang ada dalam museum, pembuat batik tidak akan melakukan kekeliruan. Ornamen yang dibuat hari ini bertujuan melestarikan karya nenek moyang dengan mempertimbangkan keberlangsungannya hingga hari esok. “Jangan hanya asal-asalan membuat ornamen karena inginmendapat keuntungan. Jadi batik bukan bukan hanya untuk kepentingan bisnis semata, tapi juga untuk melestarikan ornamen zaman dahulu,” katanya.
Guna mengenalkan kekayaan ornamen khas Lampung, Pulung mengajarkannya pada anak-anak TK dan TPA. Anak-anak diminta untuk mewarnai berbagai ornamen sederhana supaya tahu bahwa bahwa ornamen tersebut bukan hanya siger dan kapal. Beberapa anak di sekitar rumahnya pun bisa belajar melukis dengan datang langsung ke sanggarnya pada hari Minggu. Semua ilmu tentang melukis akan diberikan Pulung secara cuma-cuma.
Dia pun mengajar narapidana. Menurutnya, beberapa narapidana yang masih sangat muda perlu diberikan keterampilan. Para pemuda yang masuk penjara ini masih memiliki keinginan kuat untuk berubah dan memperbaiki dari. Selain mengajarkan tekni melukis, Pulung pun mengajarkan keterampilan mengolah buah brenuk atau buah maja menjadi menjadi barang yang laku dijual. Di tangan Pulung brenuk bisa dibuat berbagai hiasan, seperti lampu, kotak tisu, dan alat musik.
Pulung adalah pelukis yang memperkenal tentang pengolahan brenuk menjadi barang kerajinan. Dia pun dipercaya Pemprov Lampung untuk menjadikan brenuk sebagai salah satu barang kerajinan khas dari Sai Bumi Ruwa Jurai.
Usai memang sudah tidak lagi muda, tapi Pulung masih produktif melukis di kanvas.
Minimal dia menargetkan dua sketsa lukisan dalam satu bulan.
Menuangkan ide awal dalam bentuk sketsa untuk kemudian dikerjakan jadi lukisan utuh.
Pria kelahiran Lampung 58 tahun silam ini masih aktif mengikuti berbagai pameran skala nasional. Pada Juni lalu, lukisannya ditampilkan dalam pameran manifesto 2012. Dia pun berencana akan terlibat dalam pameran lukisan yang akan digelar beberapa bulan ke depan. Pameran ini khusus diikuti oleh pelukis senior yang usianya di atas 50 tahun.
Menurut Pulung, pameran ini diadakan untuk memberikan inspirasi dan semangat bagi para pelukis muda untuk terus berkarya. “Yang tua-tua saja masih aktif, masak yang muda tidak,” ujarnya.
Awalnya, Pulung lebih sering melukis alam berupa, flora dan fauna. Namun, menjelang reformasi 1997, lukisannya mulai berubah aliran. Karyanya lebih dikontekskan pada kondisi sosial masyarakat dan politik yang terjadi menjelang dan pascareformasi. Lukisannya pun menggambarkan bagaimana kondisi ekonomi pada saat terjadi krisis moneter.
Ketika Departemen Penerangan dibubarkan oleh Presiden Gusdur, Pulung pun membuat lukisan. Lukisan yang menggambarkan kekecewaannya pada kebijakan presiden ke-4 tersebut. Pulung mengawali karier sebagai PNS di Kanwil Departemen Penerangan di Lampung. Setelah dibubarkan, dia pun masuk ke Dinas Kebudayaan dan Pariwisata.
Ada sebuah lukisan karya Pulung yang menggambarkan bagaimana pertarungan Gubernur Lampung Sjachroedin ketika berkonflik dengan DPRD yang mengakibatkan terhambatnya APBD. Dalam lukisan itu digambarkan dua ayam jantan bersama satu bola basket yang berada dalam sangkar. Lukisan dua dimensi digabungkan dengan sangkar ayam tiga dimensi. Di sangkar terebut digantungkan kipas dan peluit.
“Meskipun saya adalah PNS Pemprov, karya tetap bebas dan tidak ada tekanan. Apalagi setelah pensiun ini bisa lebih bebas lagi,” kata suami dari Wahyu Endang Yuniati ini. (PADLI RAMDAN/M-1)
SETELAH pensiun dari sebagai birokrat, Pulung Suwandaru bisa kembali menekuni dunia perupa yang sudah lebih dahulu dia geluti. Ada perasaan lebih bebas untuk berkarya setelah lepas dari jabatan sebagai abdi negara.
Pulung pensiun dengan posisi terakhir sebagai Kepala Museum Lampung. Jabatan itu dia pegang selama hampir empat tahun hingga 2010. Kini, dia hanya melakukan dua hal, berkarya dan mengajar.
Sebagai pelukis, goresan Pulung dikenal khas dengan gaya realis yang kental dengan kritik sosial. Kini goresannya merambah untuk keperluan fashion. Dia menggambar ornamen khas Lampung yang selanjutnya akan dijadikan sebagai desain batik Lampung.
Menurut Pulung, secara sosilogis historis nenek moyang masyarakat Lampung tidak mengenal dan memakai batik. Orang Lampung zaman dahulu lebih mengenal tenun, sulam, dan tapis. Kain yang dikenal dan banyak dipakai adalah sulam dan tapis. Berbeda dengan masyarakat Jawa yang memang lebih dahulu sudah memakai batik sebagai pakaiannya.
Meskipun tidak mengenal batik, kata Pulung, orang Lampung kaya akan ragam hias. Berbagai ornamen khas diukir di rumah-rumah dan berbagai peralatan yang terbuat dari kayu. “Jika saat ini masyarakat ingin membuat batik yang khas Lampung perlu mengetahui seperti apa ragam hias terdahulu,” katanya.
Itulah aktivitas yang digeluti kakek satu cucu ini. Melukis ornamen khas Lampung yang nantinya dijadikan motif batik. Tempat melukis di samping rumahnya, di Jalan Panglima Polim, Bandar Lampung, menumpuk desain batik hasil goresan Pulung. Beberapa desain terkumpul rapi dalam map, dan sisanya ditempel di tembok.
Menurut Pulung, ornamen khas Lampung sangat kaya. Namun, yang selalu ditampilkan hanyalah siger dan kapal. Masyarakat Lampung dahulu membuat ornamen dengan melihat dari alam. Alam sebagai sumber ilmu pengetahuan
sudah dimanfaatkan sejak dahulu. “Padahal kaya ornamen, tapi yang selalu ditonjolkan hanya siger dan kapal. Lama-lama bosan, orang memakainya. Bandingkan dengan ragam batik Jawa yang juga sangat kaya,” kata dia.
Pulung mencontohkan beberapa ornamen Lampung yang justru jarang dipakai, bunga kopi, bunga manggis, kayu ara, buah, dan kembang nanas. Selain flora, fauna pun bisa menjadi motif, selain dari gajah, misalnya kerbau. “Untuk motif binatang pun jangan dibuat menyerupai gambar sebenarnya. Untuk ragam hias batik, perlu dibuat desain yang lebih simetris dua dimensi. Misalnya kerbau hanya digambar dengan bentuk kepala segitiga dan diberi tanduk,” kata lulusan Fakultas Hukum Universitas Jember ini.
Dia mengingatkan agar para pembuat desain batik tahu filosofi ornamen Lampung sehingga tidak keliru dalam menempatkannya. Misalnya ornamen yang harusnya ditempatkan pada badan bagian bawah, jangan diletakkan pada pakaian untuk di kepala. “Dalam pembuatan orneman memang tidak ada salah dan benar. Tapi yang perlu diperhatikan adalah filosfinya,” ujar Pulung.
Museum Lampung, kata dia, merupakan tempat belajar tentang ragam ornamen yang pernah dibuat oleh masyarakat zaman dahulu. Dengan melihat referensi dan literatur yang ada dalam museum, pembuat batik tidak akan melakukan kekeliruan. Ornamen yang dibuat hari ini bertujuan melestarikan karya nenek moyang dengan mempertimbangkan keberlangsungannya hingga hari esok. “Jangan hanya asal-asalan membuat ornamen karena inginmendapat keuntungan. Jadi batik bukan bukan hanya untuk kepentingan bisnis semata, tapi juga untuk melestarikan ornamen zaman dahulu,” katanya.
Guna mengenalkan kekayaan ornamen khas Lampung, Pulung mengajarkannya pada anak-anak TK dan TPA. Anak-anak diminta untuk mewarnai berbagai ornamen sederhana supaya tahu bahwa bahwa ornamen tersebut bukan hanya siger dan kapal. Beberapa anak di sekitar rumahnya pun bisa belajar melukis dengan datang langsung ke sanggarnya pada hari Minggu. Semua ilmu tentang melukis akan diberikan Pulung secara cuma-cuma.
Dia pun mengajar narapidana. Menurutnya, beberapa narapidana yang masih sangat muda perlu diberikan keterampilan. Para pemuda yang masuk penjara ini masih memiliki keinginan kuat untuk berubah dan memperbaiki dari. Selain mengajarkan tekni melukis, Pulung pun mengajarkan keterampilan mengolah buah brenuk atau buah maja menjadi menjadi barang yang laku dijual. Di tangan Pulung brenuk bisa dibuat berbagai hiasan, seperti lampu, kotak tisu, dan alat musik.
Pulung adalah pelukis yang memperkenal tentang pengolahan brenuk menjadi barang kerajinan. Dia pun dipercaya Pemprov Lampung untuk menjadikan brenuk sebagai salah satu barang kerajinan khas dari Sai Bumi Ruwa Jurai.
Usai memang sudah tidak lagi muda, tapi Pulung masih produktif melukis di kanvas.
Minimal dia menargetkan dua sketsa lukisan dalam satu bulan.
Menuangkan ide awal dalam bentuk sketsa untuk kemudian dikerjakan jadi lukisan utuh.
Pria kelahiran Lampung 58 tahun silam ini masih aktif mengikuti berbagai pameran skala nasional. Pada Juni lalu, lukisannya ditampilkan dalam pameran manifesto 2012. Dia pun berencana akan terlibat dalam pameran lukisan yang akan digelar beberapa bulan ke depan. Pameran ini khusus diikuti oleh pelukis senior yang usianya di atas 50 tahun.
Menurut Pulung, pameran ini diadakan untuk memberikan inspirasi dan semangat bagi para pelukis muda untuk terus berkarya. “Yang tua-tua saja masih aktif, masak yang muda tidak,” ujarnya.
Awalnya, Pulung lebih sering melukis alam berupa, flora dan fauna. Namun, menjelang reformasi 1997, lukisannya mulai berubah aliran. Karyanya lebih dikontekskan pada kondisi sosial masyarakat dan politik yang terjadi menjelang dan pascareformasi. Lukisannya pun menggambarkan bagaimana kondisi ekonomi pada saat terjadi krisis moneter.
Ketika Departemen Penerangan dibubarkan oleh Presiden Gusdur, Pulung pun membuat lukisan. Lukisan yang menggambarkan kekecewaannya pada kebijakan presiden ke-4 tersebut. Pulung mengawali karier sebagai PNS di Kanwil Departemen Penerangan di Lampung. Setelah dibubarkan, dia pun masuk ke Dinas Kebudayaan dan Pariwisata.
Ada sebuah lukisan karya Pulung yang menggambarkan bagaimana pertarungan Gubernur Lampung Sjachroedin ketika berkonflik dengan DPRD yang mengakibatkan terhambatnya APBD. Dalam lukisan itu digambarkan dua ayam jantan bersama satu bola basket yang berada dalam sangkar. Lukisan dua dimensi digabungkan dengan sangkar ayam tiga dimensi. Di sangkar terebut digantungkan kipas dan peluit.
“Meskipun saya adalah PNS Pemprov, karya tetap bebas dan tidak ada tekanan. Apalagi setelah pensiun ini bisa lebih bebas lagi,” kata suami dari Wahyu Endang Yuniati ini. (PADLI RAMDAN/M-1)
Tuesday, September 4, 2012
SURAT EDARAN : Rumah Semipermanen Berpotensi Kebakaran
Lampost : Rabu, 05 September 2012
BANDAR LAMPUNG (Lampost): Menurut teori, potensi kebakaran bisa terjadi di tempat yang padat penduduknya dan rumah semipermanen. Hal itu karena biasanya tempat tinggal padat penduduk dan rumah semipermanen tidak menggunakan kabel listrik berstandar nasional (SNI).
Untuk itu, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Bandar Lampung Eddy Heryanto mengimbau kepada warga yang tinggal di wilayah padat penduduk agar berhati-hati terhadap bahaya kebakaran.
Pihak BPBD telah melayangkan surat edaran melalui kecamatan dan kelurahan agar mengimbau kepada warga untuk berhati-hati serta waspada terhadap bahaya kebakaran yang mungkin akan terjadi di wilayah Kota Bandar Lampung.
"Kami telah melayangkan surat edaran dari Wali Kota ke setiap kantor kecamatan dan kelurahan agar disampaikan kepada masyarakat. Tujuannya, agar masyarakat waspada atas musibah kebakaran di wilayah masing-masing," kata dia, Selasa (4-9).
Dalam surat edaran itu, kata Eddy, dijelaskan ada beberapa imbauan kepada masyakat berkaitan dengan upaya penggulangan atau mencegah terjadinya kebakaran.
Antara lain, melarang warga untuk membuka lahan garapan dengan cara membakar, membakar sampah tidak boleh ditinggal, bangunan tempat tinggal dan bangunan lain yang berbatasan dengan lahan dan semak belukar agar dibersihkan minimal sampai dengan 5 meter. Kemudian, bila kedapatan kebakaran lahan dan semak belukar agar mengerahkan warga untuk membantu memadamkan.
Selain itu, Eddy juga mengimbau kepada warga agar menggunakan kabel yang mempunyai merek SNI. Sebab, salah satu penyebab kebakaran terjadi akibat hubungan arus pendek listrik. "Terutama terjadi di permukiman semipermanen yang masih banyak warga tidak menggunakan kabel bermerek SNI," kata dia. (*/K-2)
BANDAR LAMPUNG (Lampost): Menurut teori, potensi kebakaran bisa terjadi di tempat yang padat penduduknya dan rumah semipermanen. Hal itu karena biasanya tempat tinggal padat penduduk dan rumah semipermanen tidak menggunakan kabel listrik berstandar nasional (SNI).
Untuk itu, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Bandar Lampung Eddy Heryanto mengimbau kepada warga yang tinggal di wilayah padat penduduk agar berhati-hati terhadap bahaya kebakaran.
Pihak BPBD telah melayangkan surat edaran melalui kecamatan dan kelurahan agar mengimbau kepada warga untuk berhati-hati serta waspada terhadap bahaya kebakaran yang mungkin akan terjadi di wilayah Kota Bandar Lampung.
"Kami telah melayangkan surat edaran dari Wali Kota ke setiap kantor kecamatan dan kelurahan agar disampaikan kepada masyarakat. Tujuannya, agar masyarakat waspada atas musibah kebakaran di wilayah masing-masing," kata dia, Selasa (4-9).
Dalam surat edaran itu, kata Eddy, dijelaskan ada beberapa imbauan kepada masyakat berkaitan dengan upaya penggulangan atau mencegah terjadinya kebakaran.
Antara lain, melarang warga untuk membuka lahan garapan dengan cara membakar, membakar sampah tidak boleh ditinggal, bangunan tempat tinggal dan bangunan lain yang berbatasan dengan lahan dan semak belukar agar dibersihkan minimal sampai dengan 5 meter. Kemudian, bila kedapatan kebakaran lahan dan semak belukar agar mengerahkan warga untuk membantu memadamkan.
Selain itu, Eddy juga mengimbau kepada warga agar menggunakan kabel yang mempunyai merek SNI. Sebab, salah satu penyebab kebakaran terjadi akibat hubungan arus pendek listrik. "Terutama terjadi di permukiman semipermanen yang masih banyak warga tidak menggunakan kabel bermerek SNI," kata dia. (*/K-2)
Subscribe to:
Posts (Atom)