Hasyim Gamol, di mata saya nama ini sudah akseptable, nama yang telah diterima kehadirannya dan eksis di mata masyarakat pewaris budaya Lampung khususnya pewaris seni tabuh yang terbuat dari bambu dan tersedia 7 pilihan nada di alat seni tradisional itu, gamol demikian para pewaris itu biasa menyebutnya, cetik belakangan nama yang diperkenalkan oleh berbagai pihak, semula bagi penikmat seni tradisional ini apakah disebut gamol ataupun ceti tidaklah menjadi persoalan. Yang jelas Lampung dahulu memiliki semacam alat seni musik dan barangnyapun masih mudah untuk menemukannya, real sebagai warisan budaya yang akan membanggakan kita semua.Jasa Hasyim Gamol tidak terpungkiri karena beliau telah membawa warisan yang tak ternilai ke ranah akademis, nampaknya beliau menjadikan alat musik yang satu ini sebagai judul thesis S2 nya, dan thesis ini dinyatakan lulus oleh para Penguji. Maka Hasyim Gamol juga sangat layak bila disebut akademisi.
Adalah sangat mengejutkan bila Hasyim Gamol lalu akan menarik nama Gamol Lampung dari nama bagi alat musik ini hanya lantaran pada acara Tabur Trans 7 me-
nyebut alat musik ini dengan nama cetik. memang bila seandainya dalam acara itu nama 'Gamol Lampung' sama sekali tidak disebut sebut maka akan menjadi hal yang memang pantas disesalkan, karena sebutan gamol Lampung adalah sangat sesuai dengan tutur para pewaris peninggalan nenek moyang ini. Sama juga halnya manakala dalam thesis Hasyim gamol akan kita anggap kurang lengkap manakala dalam thesis itu sama sekali tidak menyebut 'Cetik' sebagai sebutan bagi lat musik trtadisional kebanggan kita ini.
Namun demikian kita tentu sangat menyepakati bahwa sebutan 'Cetik' dan 'Gamol' bagi warisan yang kita terima dari nenek moyang ini bukanlah sesuatu yang saling menidakkan, melainkan saling menguatkan. Bila disebut Gamol Lampung, maka sangat mudah difahami bagi siapapun dan kita bangga bila orang memahaminya, tetapi bila disebutkan cetik, maka kita juga akan bangga karena memiliki sebutan khusus, walaupun tidak langsung difahami orang. Biarkan saja nama cetik dan gamol digunakan digunakan keduanya oleh masyarakat, karena toh keduanya juga muncul dari masyarakat. Dan tak perlu ada yang diralat, apatah lagi akan dihapuskan.
Bagi dunia akademis perkembangan dan pergeseran adalah sesuatu yang menggembirakan. Tidak kurang dari seorang Dr. Zakiyah Darajat, seorang Guruy Besar di IAIN Jakarta. Beliau mendatangi percetakan dengan maksud manakala bukunya akan dicetak ulang kesembilan kalinya maka Ia mengajukan beberapa hal sebagai perbaikan untuk melelngkapi tulisannya dalam buku itu. Keinginan sang penulis untuk meralat beberapa hal dalam buku itu dengan segala hormat ditolak percetakan, tetapi beliau dipersilakan menulis buku baru, dan percetakan menyatakan siap untuk menerbitkannya.
Dunia perguruan tinggi sangat menghargai karya penelitian sekalipun nanti pada suatu saat diketahui ada yang kurang pas atau mungkin keliru dalam penelitian. Bagi dunia perguruan tinggi sebuah karya dihargai orisinalitas tulisan dan penelitian, seorang peneliti boleh salah tetapi Ia diharamkan untuk menjiplak. Thesis dan Disertai yang salah tidak perlu ditarik dan atau digagalkan kelulusannya. Yang ditarik dan digagalkan kelulusannya adalah bila ketahuan itu hanya jiplakan belaka. Dan Kata Gamol Lampung yang digunakan oleh HasyimGamol adalah hasil penelitian, dan realitas di masyarakat pewaris, kata itulah yang digunakan, berarti tak ada yang salah, tak ada yang harus diralat, dan apalagi ditarik. Karena penulisan itu tentunya telah sesuai dengan aturan kaidah dalam menuliskan karya ilmiah.
Biarkan saja nanti para generasi yang akan datang akan lebih senang menggunakan kata yang mana, tak perlu dipersoalkan, apalagi kedua kata itu memang berkembang di masyarakat seniman tradisional Lampung. Mari kita sudahi saja perdebatan kecil itu, karena yang paling penting bagi kita bagimana caranya agar membuat alat musik yang memiliki tujuh pilihan nada itu mampu menghasilkan alunan suara bermakna. Dan tak mengapa kita melakukan berbagai kolaborasi antara 'Gamol Lampung atau Cetik' dengan alat musik lainnya karena kemampuan berkolaborasi adalah pertanda eksistensinya alat musik yang kita terima nenek moyang kita ini.
No comments:
Post a Comment