Saturday, August 10, 2013

(fokus) SEGUBAL SALAH SATU KUE PIIL


MESKI hanya berupa kue ketan yang dibungkus dengan daun pisang, segubal punya makna dalam masyarakat Lampung. Ia menjadi semacam simbol dan bagian dari tradisi adat yang penting dalam masyarakat Lampung.

Segubal, kue khas Lebaran Lampung
Kue ini sejajar dengan kue lapis legit dan engkak ketan sebagai sajian ?wajib? masyarakat Lampung. Buat orang Lampung, kue-kue ini adalah piil mereka yang mungkin saja membedakan dengan masyarakat lainnya.

Kue-kue ini menciptakan ?kekangenan? tersendiri, karena hanya ada saat Lebaran dan acara-acara adat. "Lidah orang Lampung itu sudah familiar dengan kue-kue ini. Kalau enggak ada dicari, tapi enggak ada yang mau melestarikan. Akhirnya, kue orang Lampung ini dibuat sama yang bukan orang Lampung. Rasanya jadi aneh-aneh," kata Nenek Hanim, salah satu dari sedikit orang Lampung yang bisa membuat kue-kue ini.

Dulu, saat gawi-gawi adat di helat di daerah-daerah kantong masyarakat Lampung yang masih kental dengan adat istiadatnya, tiga jenis penganan ini harus ada. Saat pemilik gawi menyajikan penganan ke tokoh-tokoh adat maupun tetamunya, jika tidak ada tiga kue ini akan jadi omongan bahkan cibiran. Atau, ketika tiga jenis kue ini ada, tetapi rasanya tak sesuai, maka ini menjadi seperti aib.

Karena itu, kue-kue ini sering dijadikan sebagai sesan (buah tangan, red) saat orang Lampung akan melamar atau mengantar calon pengantin menikah. "Waktu manjau mengian (pengantin pria Lampung bertandang ke rumah kerabat istrinya, red), kue ini juga harus ada dan jadi sajian sebelum nyeruit," kata Nenek Hanim.

Namun, lambat laun, kue-kue ini semakin tergerus dengan gempuran berbagai macam kue-kue modern. Segubal dan legit dianggap sebagai kue jadul yang dianggap tak penting-penting amat dalam sajian.

"Anak dan cucung saya aja enggak bisa buat legit. Enggak usah buat legit, disuruh buat segubal aja enggak pernah bisa.?

Karena itu, ia miris saat kue-kue itu dibuat dengan rupa yang aneh-aneh. Ironisnya, kue-kue itu justru dilestarikan oleh orang yang bersuku non-Lampung. "Ada orang China yang malah lebih jago buat legit daripada orang Lampung. Nyocaro amun kak gehijo? (Bagaimana kalau sudah seperti ini, red).?

Hal ini diakui pula oleh pakar kue Ny. Tan. Ia menyebut generasi sekarang cenderung memilih sesuatu yang gampang dan tak perlu repot, apalagi sampai harus berjam-jam membuat kue di dapur. "Mereka tinggal pesan saja, masalahnya sekarang tak semua orang bisa membuat kue-kue itu," kata Ny. Tan.

Akibatnya, rasa pun menjadi bervariasi, tak lagi mengikuti pakemnya. Ia sendiri mengaku memodifikasi kue-kue legit itu mulai dari motif sampai rasa. Legit tak melulu manis, tapi juga ada yang rasa keju.  (MEZA SWASTIKA/DIAN WAHYU/M1)

Sumber: Lampung Post, Minggu, 4 Agustus 2013

No comments:

Post a Comment