Opini Lampost : Sabtu, 19 Maret 2011
Maulana Mukhlis
Dosen Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Lampung
Kemarin, 18 Maret 2011, Provinsi Lampung genap berusia 47 tahun. Jika membaca sejarah, proses terbentuknya Lampung sebagai provinsi memang "relatif" lebih mudah dibandingkan dengan proses panjang pembentukan Provinsi Banten, misalnya, meskipun secara historis keduanya memiliki inisiatif awal yang berbarengan. Mungkin karena kemudahan itulah, bagi masyarakat Lampung, ulang tahun provinsi belum menjadi sesuatu yang istimewa dan keharusan untuk secara aktif terlibat di dalamnya. Jika ada kegiatan, itu pun hanya aktivitas seremonial dari pemerintah daerah yang juga tidak terlalu istimewa. Ternyata, tetap ada ruang yang berbeda antara publik dan pemerintah.
Yang istimewa menurut saya dalam usia Lampung yang ke-47 ini adalah munculnya berbagai ide besar megaproyek pembangunan yang akan dilakukan di (dan oleh) Lampung. Namun, saya tidak hendak menilai istimewa tidaknya ulang tahun Lampung, tetapi sekadar refleksi mengingatkan kita semua tentang agenda membangun Lampung ke depan. Indikator mengukurnya adalah dengan membandingkan seberapa besar capaian pembangunan Lampung dibandingkan dengan rencana yang tercantum baik dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) 2005-2025 maupun dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) 2009-2014.
Upaya mengingat kembali akan komitmen pembangunan Lampung dalam RPJPD dan RPJMD tersebut menjadi sesuatu yang penting sebagai penyeimbang dari asumsi publik yang banyak muncul saat ini bahwa energi Provinsi Lampung kini hanya “tersedot” pada megaproyek pembangunan seperti pembangunan Kota Baru Lampung, pembangunan jalan tol, pembangunan Jembatan Selat Sunda, perluasan landasan Bandara Radin Inten II, dan pembangunan rel kereta api.
Megaproyek di atas memang pada akhirnya juga diikhtiarkan untuk publik, tapi masalah yang sesungguhnya dihadapi oleh publik di Lampung bukanlah kapan megaproyek itu akan selesai; tetapi kapan jalan mereka mulus, kapan pupuk mudah diperoleh, kapan harga gabah naik dan kapan kebutuhan dasar pangan mereka terpenuhi dengan mudah dan murah. Oleh karena itu, mengembangkan wacana pembangunan Lampung dalam skala besar, juga harus diimbangi dengan kapasitas Pemprov Lampung dalam menyelesaikan kebutuhan dasar—yang justru menjadi isu strategis—yang dihadapi oleh masyarakat Lampung saat ini.
RPJMD 2009-2014 menyebutkan Provinsi Lampung dihadapkan pada beberapa isu strategis. Dalam bidang ekonomi, Lampung dihadapkan pada pertumbuhan ekonomi yang pertumbuhannya belum signifikan, upaya mempertahankan ketahanan pangan, pengembangan agroindustri, penciptaan lapangan kerja, serta optimalisasi bagi hasil migas dalam kerangka peningkatan pendapatan daerah.
Dalam bidang sosial budaya dan kependudukan, kita masih dihadapkan pada jumlah penduduk miskin yang tinggi, pengendalian pertumbuhan penduduk, peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan, dan penanganan isu global. Pada bidang infrastruktur, masih terdapat kualitas dan kuantitas infrastuktur yang lemah dan tidak memadai serta kapasitas adaptasi dan mitigasi menghadapi bencana yang belum maksimal.
Sedangkan dalam isu tata ruang dan pertanahan, penataan daerah otonomi baru, optimalisasi keunggulan wilayah serta pengembangan kawasan strategis masih menjadi PR strategis untuk Lampung. Terakhir, dalam isu lingkungan hidup dan sumber daya alam, Lampung juga dihadapkan pada upaya konservasi sumber daya alam, antisipasi krisis air, penanganan dampak pemanasan global (climate change) dan pengembangan energi terbarukan. Yang tak kalah penting adalah isu membangun sinkronisasi dan koordinasi pembangunan serta pengembangan jaminan sosial bagi masyarakat secara luas, adil dan merata.
Bagi saya, meskipun mungkin secara konsisten upaya mewujudkan strategi, program dan kegiatan untuk menghadapi dan menyelesaikan isu strategis Provinsi Lampung telah dilakukan oleh SKPD, memberikan penjelasan ke publik tentang capaian kinerja atas berbagai program pembangunan yang tertuang dalam agenda pembangunan tahunan menjadi penting dilakukan dalam rangka akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan.
Menurut saya, ini momentum untuk membuktikan ke publik bahwa ide mengembangkan isu jangka panjang, toh tidak meniadakan isu jangka pendek.
Ulang tahun Provinsi Lampung juga harus dimaknai sebagai evaluasi seberapa besar kualitas layanan publik dan progres terhadap agenda pembangunan (formal) telah dilakukan. Dengan kesadaran itu, kita bisa menata upaya perbaikan di masa mendatang. Jika tidak, ulang tahun (sekali lagi) hanya akan bermakna bertambah umur tetapi tidak bertambah makmur. n
Saturday, March 19, 2011
Thursday, March 17, 2011
ABANG IRFAN ANSHORI TELAH TIADA
Bandar Lampung Lampost : Kamis, 17 Maret 2011
OBITUARIUM
OBITUARIUM
BANDAR LAMPUNG (Lampost): Irfan Anshory (58), salah satu anggota dewan juri hadiah sastra Rancage untuk sastra Lampung, menghembuskan napas terakhirnya, Selasa (15-3), pukul 05.30.
Irfan meninggal dalam perjalanan menuju Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung. Rencananya jenazah beliau akan dikebumikan di Lampung.
Irfan yang juga merupakan salah satu anggota Tim Tafsir Ilmiah Masjid Salman ITB tersebut meninggal dunia akibat menderita sakit sirosis hepatitis.
Pria kelahiran Talangpadang, Tanggamus, 18 November 1952 tersebut juga merupakan dewan juri hadiah sastra Rancage 2008, saat Lampung pertama kali mendapatkan penghargaan hadiah sastra Rancage lewat buku kumpulan puisi Mak Dawah Mak Dibingi (2007) yang ditulis oleh Udo Z. Karzi.
"Kami sangat kehilangan atas sosok beliau. Beliau sangat peduli dengan kesenian dan kebudayaan Lampung, selain kesenian Sunda dan Indonesia pada umumnya," kata Udo Z. Karzi, Rabu (16-3).
Menurut Udo, di bidang kebudayaaan, Irfan adalah seorang penulis dalam tiga bahasa, yakni bahasa Lampung, bahasa Sunda, dan bahasa Indonesia. Selain itu, almarhum juga aktif di Yayasan Kebudayaan Rancage dan beberapa lembaga seni budaya lainnya.
"Terakhir, beliau adalah dewan juri hadiah sastra Rancage untuk sastra Lampung yang diberikan oleh Yayasan Kebudayaan Rancage," ujarnya.
Semasa hidupnya, suami dari Nia Kurnia Sholihat dan seorang putri bernama Reina Fidelita ini menjadi instruktur Latihan Mujahid Dakwah (LMD) Masjid Salman Institut Teknik Bandung (ITB). Lulusan Farmasi ITB angkatan 1971 ini juga pernah menjadi pembimbing umrah dan haji di masjid kampus pertama di Indonesia tersebut.
Beliau juga merupakan Direktur Pendidikan Bimbingan Belajar Ganesha Operation dan penulis buku-buku Kimia SMA untuk penerbit Ganeca Exact, Armico, dan Erlangga.
Irfan juga pernah aktif di Partai Amanat Nasional sebagai ketua DPW PAN Jawa Barat periode 1998—2000, ketua Fraksi PAN DPRD Provinsi Jawa Barat periode 1999—2001, dan ketua Komisi F Bidang Sumber Daya Alam dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) DPRD Provinsi Jawa Barat periode 2002—2004.
Cukup banyak organisasi yang pernah dijambangi beliau. Di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sendiri, Irfan pernah menjadi ketua umum HMI Korkom ITB periode 1974—1975, ketua Bidang Kader HMI Cabang Bandung periode 1975—1976, ketua Bidang Kader HMI Badko Jawa Barat periode 1976—1978, dan Ketua Bidang Kader PB HMI periode 1979—1981.
Irfan juga pernah aktif di Pemuda Muhammadiyah. Amanah yang pernah diembannya adalah ketua umum Pemuda Muhammadiyah Wilayah Jawa Barat periode 1981—1985, ketua PP Pemuda Muhammadiyah periode 1985—1989, wakil ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Barat periode 1995—2000, dan anggota Tanwir PP Muhammadiyah. (MG13/K-1)
OBITUARIUM
OBITUARIUM
BANDAR LAMPUNG (Lampost): Irfan Anshory (58), salah satu anggota dewan juri hadiah sastra Rancage untuk sastra Lampung, menghembuskan napas terakhirnya, Selasa (15-3), pukul 05.30.
Irfan meninggal dalam perjalanan menuju Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung. Rencananya jenazah beliau akan dikebumikan di Lampung.
Irfan yang juga merupakan salah satu anggota Tim Tafsir Ilmiah Masjid Salman ITB tersebut meninggal dunia akibat menderita sakit sirosis hepatitis.
Pria kelahiran Talangpadang, Tanggamus, 18 November 1952 tersebut juga merupakan dewan juri hadiah sastra Rancage 2008, saat Lampung pertama kali mendapatkan penghargaan hadiah sastra Rancage lewat buku kumpulan puisi Mak Dawah Mak Dibingi (2007) yang ditulis oleh Udo Z. Karzi.
"Kami sangat kehilangan atas sosok beliau. Beliau sangat peduli dengan kesenian dan kebudayaan Lampung, selain kesenian Sunda dan Indonesia pada umumnya," kata Udo Z. Karzi, Rabu (16-3).
Menurut Udo, di bidang kebudayaaan, Irfan adalah seorang penulis dalam tiga bahasa, yakni bahasa Lampung, bahasa Sunda, dan bahasa Indonesia. Selain itu, almarhum juga aktif di Yayasan Kebudayaan Rancage dan beberapa lembaga seni budaya lainnya.
"Terakhir, beliau adalah dewan juri hadiah sastra Rancage untuk sastra Lampung yang diberikan oleh Yayasan Kebudayaan Rancage," ujarnya.
Semasa hidupnya, suami dari Nia Kurnia Sholihat dan seorang putri bernama Reina Fidelita ini menjadi instruktur Latihan Mujahid Dakwah (LMD) Masjid Salman Institut Teknik Bandung (ITB). Lulusan Farmasi ITB angkatan 1971 ini juga pernah menjadi pembimbing umrah dan haji di masjid kampus pertama di Indonesia tersebut.
Beliau juga merupakan Direktur Pendidikan Bimbingan Belajar Ganesha Operation dan penulis buku-buku Kimia SMA untuk penerbit Ganeca Exact, Armico, dan Erlangga.
Irfan juga pernah aktif di Partai Amanat Nasional sebagai ketua DPW PAN Jawa Barat periode 1998—2000, ketua Fraksi PAN DPRD Provinsi Jawa Barat periode 1999—2001, dan ketua Komisi F Bidang Sumber Daya Alam dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) DPRD Provinsi Jawa Barat periode 2002—2004.
Cukup banyak organisasi yang pernah dijambangi beliau. Di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sendiri, Irfan pernah menjadi ketua umum HMI Korkom ITB periode 1974—1975, ketua Bidang Kader HMI Cabang Bandung periode 1975—1976, ketua Bidang Kader HMI Badko Jawa Barat periode 1976—1978, dan Ketua Bidang Kader PB HMI periode 1979—1981.
Irfan juga pernah aktif di Pemuda Muhammadiyah. Amanah yang pernah diembannya adalah ketua umum Pemuda Muhammadiyah Wilayah Jawa Barat periode 1981—1985, ketua PP Pemuda Muhammadiyah periode 1985—1989, wakil ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Barat periode 1995—2000, dan anggota Tanwir PP Muhammadiyah. (MG13/K-1)
Wednesday, March 16, 2011
Mengatasi Kemiskinan Petani Lampung
Opini Lampost : Rabu, 16 Maret 2011
Erwin Octavianto
Pengamat ekonomi Pusat Studi Kota dan Daerah (PSKD) UBL
Beberapa waktu lalu dalam forum penyuluhan dan pegambangan pertanian, Gubernur Lampung Sjachroedin Z.P. menyatakan 60% warga Lampung dengan mata pencarian di sektor pertanian, perikanan, dan kehutanan (PPK) hidup dalam kondisi kekurangan (miskin), baik dari sisi ekonomi maupun akses sumber daya.
Kemiskinan petani memang merupakan masalah klasik yang sampai saat ini masih belum dapat terselesaikan dengan baik. Salah satu penyebab tingginya tingkat kemiskinan di sektor pertanian karena kepemilikan lahan petani rata-rata berada di bawah satu hektare sehingga keuntungan dari usaha tani mereka sangat kecil.
Padahal kita ketahui pertanian adalah sektor utama yang mendominasi perekonomian Provinsi Lampung. Namun, sektor pertanian tidak mengalami perkembangan yang cukup berarti di provinsi ini karena setiap tahunnnya selalu mengalami penurunan pertumbuhan. Tak bisa dimungkiri sektor ini merupakan sektor kasar yang nilainya jualnya masih sangat rendah. Jika sektor ini terus dibiarkan tanpa adanya sektor penunjang yang dapat meningkatkan nilai tambah produknya, sudah pasti Provinsi Lampung akan mengalami stagnasi pertumbuhan ekonomi.
Jika sektor ini mengalami stagnasi, apa pun yang kita usahakan untuk menaikkan pendapatan petani dan usaha pertanian tak akan membantu sepenuhnya. Sedang lapangan kerja sangat terbatas membuat usaha pertanian masih menjadi andalan sebagai mata pencaharian sebagian besar masyarakat Provinsi Lampung. Akibatnya, dengan kepemilikan lahan pertanian yang sempit itu sehingga usaha di sektor pertanian menjadi tidak ekonomis dan tidak mampu memberi keuntungan yang cukup bagi petani.
Dari hasil survei kami (PSKD) terhadap masyarakat miskin di beberapa desa-desa terpencil di wilayah di Provinsi Lampung, seperti di Tanggamus dan di Way Kanan. Rata-rata pendapatan per bulan petani di daerah tersebut tidak lebih dari 500 ribu/bulan. Sementara rata-rata jumlah keluarga yang harus di tanggung per kepala keluarga mencapai 5—6 orang. Hal ini menggambarkan betapa tidak layaknya pendapatan mereka dibandingkan dengan beban keluarga yang mereka tanggung.
Namun, bukan berarti masalah ini harus berlarut tanpa ada solusi untuk mengatasinya. Inti dari permasalahan yang berkembang saat ini ialah bagaimana meningkatkan pendapatan para petani di Lampung. Karena peningkatan pendapatan inilah masyarakat dapat dikatakan mengalami peningkatan hidup menuju ke kehidupan yang layak atau sejahtera. Dengan demikian petani-petani ini butuh nilai tambah (added value) dari hasil pertanian yang selama ini mereka produksi. Karena sektor pertanian ini merupakan sektor penggerak utama bagi perekonomian para petani di Lampung, dibutuhkan dorongan dari sektor lain untuk meningkatkan nilai tambah di sektor ini.
Oleh sebab itu, perlu dikembangkan sektor industri sebagai sektor penunjangnya. Sektor inilah yang nantinya akan dapat menopang dan meningkatkan nilai tambah produk pertanian yang mereka hasilkan sehingga petani memiliki usaha sampingan, dan bukan sekadar menjadi buruh tani saja. Diharapkan petani tidak hanya menanam, tapi juga punya usaha olahan sehingga mampu menaikkan pendapatan mereka. Konsep ini juga dinamakan sebagai agroindustri.
Konsep agroindustri ini sebenarnya sangat sederhana. Sektor pertanian sebagai penyedia input utama, yaitu berupa produk barang pertanian, dan sektor industri sebagai penghasil output utama, yaitu produk barang jadi yang memiliki nilai tambah (added value) yang lebih besar dari input-nya.
Sebenarnya agroindustri ini telah banyak diwacanakan para ekonom untuk meningkatkan peran serta sektor pertanian dan sektor industri dalam meningkatkan perekonomian di daerah-daerah agraris. Kedua sektor ini memiliki hubungan yang sangat erat dalam mendorong sektor satu sama lain sehingga dalam konsep agro industri dua sektor inilah yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat ke depannya. Namun, belum adanya tindakan komprehensif dari pemerintah membuat konsep ini tidak berjalan.
Oleh sebab itu, peran dan dukungan pemerintah sangat dibutuhkan demi terwujudnya pengembangan konsep agroindustri ini. Pemerintah sebagai otoritas pembuatan kebijakan segera menyusun regulasi, perencanaan, dan kebijakan-kebijakan terkait demi terciptanya konsep pengembangan agropolitan ini di Provinsi Lampung. Pemerintah juga langsung turun tangan untuk mengawasi perkembangan yang terjadi dalam pengembangan konsep agropolitan ini agar dapat berjalan sesuai dengan yang direncanakan.
Dengan mengembangkan agroindustri untuk para petani di Lampung, niscaya dalam waktu 5—10 tahun ke depan petani-petani di Provinsi Lampung akan menjadi petani yang sejahtera. Sehingga sektor pertanian yang katanya menggambarkan kemiskinan menjadi sektor utama yang dapat menghasilkan keuntungan yang sebesar-besarnya untuk para petani di Provinsi Lampung ini.
Erwin Octavianto
Pengamat ekonomi Pusat Studi Kota dan Daerah (PSKD) UBL
Beberapa waktu lalu dalam forum penyuluhan dan pegambangan pertanian, Gubernur Lampung Sjachroedin Z.P. menyatakan 60% warga Lampung dengan mata pencarian di sektor pertanian, perikanan, dan kehutanan (PPK) hidup dalam kondisi kekurangan (miskin), baik dari sisi ekonomi maupun akses sumber daya.
Kemiskinan petani memang merupakan masalah klasik yang sampai saat ini masih belum dapat terselesaikan dengan baik. Salah satu penyebab tingginya tingkat kemiskinan di sektor pertanian karena kepemilikan lahan petani rata-rata berada di bawah satu hektare sehingga keuntungan dari usaha tani mereka sangat kecil.
Padahal kita ketahui pertanian adalah sektor utama yang mendominasi perekonomian Provinsi Lampung. Namun, sektor pertanian tidak mengalami perkembangan yang cukup berarti di provinsi ini karena setiap tahunnnya selalu mengalami penurunan pertumbuhan. Tak bisa dimungkiri sektor ini merupakan sektor kasar yang nilainya jualnya masih sangat rendah. Jika sektor ini terus dibiarkan tanpa adanya sektor penunjang yang dapat meningkatkan nilai tambah produknya, sudah pasti Provinsi Lampung akan mengalami stagnasi pertumbuhan ekonomi.
Jika sektor ini mengalami stagnasi, apa pun yang kita usahakan untuk menaikkan pendapatan petani dan usaha pertanian tak akan membantu sepenuhnya. Sedang lapangan kerja sangat terbatas membuat usaha pertanian masih menjadi andalan sebagai mata pencaharian sebagian besar masyarakat Provinsi Lampung. Akibatnya, dengan kepemilikan lahan pertanian yang sempit itu sehingga usaha di sektor pertanian menjadi tidak ekonomis dan tidak mampu memberi keuntungan yang cukup bagi petani.
Dari hasil survei kami (PSKD) terhadap masyarakat miskin di beberapa desa-desa terpencil di wilayah di Provinsi Lampung, seperti di Tanggamus dan di Way Kanan. Rata-rata pendapatan per bulan petani di daerah tersebut tidak lebih dari 500 ribu/bulan. Sementara rata-rata jumlah keluarga yang harus di tanggung per kepala keluarga mencapai 5—6 orang. Hal ini menggambarkan betapa tidak layaknya pendapatan mereka dibandingkan dengan beban keluarga yang mereka tanggung.
Namun, bukan berarti masalah ini harus berlarut tanpa ada solusi untuk mengatasinya. Inti dari permasalahan yang berkembang saat ini ialah bagaimana meningkatkan pendapatan para petani di Lampung. Karena peningkatan pendapatan inilah masyarakat dapat dikatakan mengalami peningkatan hidup menuju ke kehidupan yang layak atau sejahtera. Dengan demikian petani-petani ini butuh nilai tambah (added value) dari hasil pertanian yang selama ini mereka produksi. Karena sektor pertanian ini merupakan sektor penggerak utama bagi perekonomian para petani di Lampung, dibutuhkan dorongan dari sektor lain untuk meningkatkan nilai tambah di sektor ini.
Oleh sebab itu, perlu dikembangkan sektor industri sebagai sektor penunjangnya. Sektor inilah yang nantinya akan dapat menopang dan meningkatkan nilai tambah produk pertanian yang mereka hasilkan sehingga petani memiliki usaha sampingan, dan bukan sekadar menjadi buruh tani saja. Diharapkan petani tidak hanya menanam, tapi juga punya usaha olahan sehingga mampu menaikkan pendapatan mereka. Konsep ini juga dinamakan sebagai agroindustri.
Konsep agroindustri ini sebenarnya sangat sederhana. Sektor pertanian sebagai penyedia input utama, yaitu berupa produk barang pertanian, dan sektor industri sebagai penghasil output utama, yaitu produk barang jadi yang memiliki nilai tambah (added value) yang lebih besar dari input-nya.
Sebenarnya agroindustri ini telah banyak diwacanakan para ekonom untuk meningkatkan peran serta sektor pertanian dan sektor industri dalam meningkatkan perekonomian di daerah-daerah agraris. Kedua sektor ini memiliki hubungan yang sangat erat dalam mendorong sektor satu sama lain sehingga dalam konsep agro industri dua sektor inilah yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat ke depannya. Namun, belum adanya tindakan komprehensif dari pemerintah membuat konsep ini tidak berjalan.
Oleh sebab itu, peran dan dukungan pemerintah sangat dibutuhkan demi terwujudnya pengembangan konsep agroindustri ini. Pemerintah sebagai otoritas pembuatan kebijakan segera menyusun regulasi, perencanaan, dan kebijakan-kebijakan terkait demi terciptanya konsep pengembangan agropolitan ini di Provinsi Lampung. Pemerintah juga langsung turun tangan untuk mengawasi perkembangan yang terjadi dalam pengembangan konsep agropolitan ini agar dapat berjalan sesuai dengan yang direncanakan.
Dengan mengembangkan agroindustri untuk para petani di Lampung, niscaya dalam waktu 5—10 tahun ke depan petani-petani di Provinsi Lampung akan menjadi petani yang sejahtera. Sehingga sektor pertanian yang katanya menggambarkan kemiskinan menjadi sektor utama yang dapat menghasilkan keuntungan yang sebesar-besarnya untuk para petani di Provinsi Lampung ini.
Saturday, March 5, 2011
Kota Baru Dipersiapkan dengan Benar?
Selasa, 1 Maret 2011
Chairullah Gultom
Mantan Kadis PU, Asisten Ekubang, Ketua KPU Lampung
Semangat untuk membangun proyek-proyek berskala besar oleh Pemprov Lampung sangat tinggi. Perlu kita berikan acungan jempol. Rencana pembangunan skala besar tersebut, antara lain rencana pembangunan Jembatan Selat Sunda (JSS), peningkatan Bandara Radin Inten Branti menjadi bandara internasional/embarkasi jemaah haji, pembangunan jalan tol dari Bakauheni—Terbanggibesar sampai dengan Pematangpanggang, terminal agrobisnis, jalur komuter kereta api, dan pembangunan kota baru di Jatiagung, Lampung Selatan.
Pada umumnya, semua rencana pembangunan didasarkan atas niat yang baik. Semangat untuk mewujudkannya sangat diperlukan, tetapi sering dilupakan bahwa niat dan semangat saja dalam membangun belumlah cukup, diperlukan kearifan dan intervensi manajemen dalam mempersiapkan dan mewujudkannya.
Hasil pembangunan yang didasari hanya oleh niat dan semangat saja sering sekali mengecewakan, jalannya program tersendat-sendat, manfaatnya tidak jelas dan tidak dapat diukur. Pekerjaan persiapan termasuk studi terhadap suatu proyek sebelum pelaksanaan fisik dimulai merupakan kegiatan yang amat penting dalam suatu siklus pembangunan. Sekiranya hal tersebut tidak dilaksanakan maka bersiapkan untuk kemungkinan akan gagal, dari suatu megaproyek dengan megamanfaat yang diidamkan akan menjadi megaproyek yang megamubazir.
Pekerjaan persiapan yang dilaksanakan secara benar, tepat waktu, dan teratur berdasarkan bagan alur proses pembangunan (manajemen) yang tepat dapat menyelesaikan 75% masalah dan kesulitan pembangunan yang ada. Tingkat kesulitan yang akan dihadapi dalam pelaksanaan fisik proyek hanyalah sekitar 25% saja.
Pekerjaan persiapan dalam konteks rencana pembangunan kota baru meliputi pekerjaan survei dan investigasi (studi), pembebasan tanah (pengalihan dan perubahan peruntukan atas lahan), penataan penduduk, dan semua aspek yang berkaitan dengan perencanaan.
Dalam pembangunan kota baru di lahan PTPN VII seluas 350 ha dan pada hutan Register 40 Gedongwani, Purwotani Jatiagung, Lampung Selatan, seluas 1.300 ha perlu diselesaikan segera berlandaskan peraturan perundangan-undangan yang ada.
Perubahan peruntukan kawasan hutan register untuk kepentingan yang lain telah ada mekanismenya; diawali dengan pengajuan permohonan oleh Pemerintah Provinsi kepada Pemerintah Pusat cq. Kementerian Kehutanan, dilanjutkan dengan penilaian oleh tim guna meneliti dan menganalisis aspek kelayakannya, dan diakhiri dengan keputusan Menteri Kehutanan, apakah permohonan perubahan peruntukan hutan register tersebut diperkenankan atau tidak. Sekiranya permohonan tersebut belum diajukan, sebaiknya segeralah dilakukan dan jangan ada kegiatan fisik yang dilaksanakan sebelum terbit perizinannya.
Semua hal tersebut sangatlah perlu untuk dipertimbangkan guna mencegah konflik pertanahan di kemudian hari; bila pembangunan fisik dipaksakan juga untuk dilaksanakan sebelum perizinannya didapatkan, akan memberikan sinyal yang kurang baik kepada masyarakat terhadap ketaatan pemerintah daerah terhadap ketentuan yang berlaku. Pembangunan fisik yang menggunakan anggaran negara (termasuk APBD) pada lahan yang belum menjadi miliknya berpotensi untuk dikategorikan sebagai suatu penyimpangan; untuk kepastiannya sebaiknya dikonsultasikan dengan instansi pengawasan seperti BPKP dan BPK.
Mengenai tanah PTPN VII seluas 350 ha yang akan menjadi bagian dari kota baru, telah mendapatkan persetujuan prinsip dari Pemerintah Pusat cq. Menteri Negara BUMN untuk dilepaskan dalam rangka pembangunan kota baru. Persetujuan tersebut tidak serta-merta dapat dieksekusi oleh pemerintah daerah karena masih ada nilai kompensasi yang perlu dinegosiasikan antara PTPN VII dan Pemerintah Provinsi Lampung yang berkaitan dengan nilai tanah (nilai ekonomisnya) dan nilai tanam tumbuh yang harus dibayar oleh pemda; pengalihan status tanah PTPN VII tersebut perlu disegerakan.
Pemerintah daerah disarankan untuk menjadwal ulang rencana pemberian tali asih kepada masyarakat yang berdomisili pada kedua lokasi lahan tersebut di atas, sebelum masalah perizinan atas perubahan peruntukan hutan Register 40 terbit dan pengalihan tanah PTPN VII selesai. Hal tersebut sangatlah penting guna meminimalisasi risiko yang mungkin timbul akibat perizinan dari Kementerian Kehutanan yang tidak/lama keluarnya, dan negosiasi dengan PTPN VII mengalami hambatan, berkepanjangan atau mengalami deadlock.
Memperhatikan bahwa pembangunan yang akan dilaksanakan bertujuan meningkatkan taraf hidup rakyat sekaligus mengurangi pengangguran, maka perhatian yang sangat serius dari pemerintah daerah terhadap masyarakat yang berada dalam rencana kota baru sangatlah diperlukan, upaya yang tulus dan serius dalam penangannya sangatlah diharapkan. Pada umumnya masyarakat di sekitar areal tersebut berusaha dalam bidang pertanian skala kecil (petani marginal) dan UKM. Semoga pemberian tali asih kepada masyarakat tidak mengakibatkan masyarakat kehilangan mata pencariannya dan terpaksa melakukan urbanisasi ke kota; bila hal tersebut terjadi sangatlah bertolak belakang dengan niat yang melatarbelakangi pembangunan kota baru.
Di samping sebagai pusat pemerintahan provinsi, areal permukiman dan perdagangan, maka kota baru dapat pula dikembangkan menjadi pusat penelitian dan pengembangan, serta pembibitan tanaman untuk mendukung Lampung selaku negeri agrobisnis, yang dapat dikombinasikan dengan agrowisata, wadah pendidikan, antara lain:
a. Palm Research Institute yang berada di Malaysia, yang melakukan penelitian dan pengembangan kelapa sawit;
b. International Rice Research Institute (IRRI) di Filipina, tempat melakukan penelitian dan pengembangan terhadap padi. Mengingat kelangkaan air untuk kepentingan pertanian tanaman padi di Lampung semakin besar, perlu secara terus-menerus dilakukan penelitian terhadap jenis bibit dan teknologi hemat air untuk kebutuhan tanaman padi;
c. Membangun tempat pembibitan dalam skala ekonomi melalui teknologi kultur jaringan guna meningkatkan kualitas dan kuantitas bibit tanaman buah–buahan, hortikultura dan lain-lain;
d. Percontohan pembudidayaan buah-buahan seperti di Chiang Mai Thailand yang sangat terkenal dengan teknologi budi daya duriannya;
e. Taman buah seperti Taman Buah Mekarsari Jakarta; suatu tempat rekreasi keluarga yang sangat sehat, taman buah tersebut dapat juga diintegrasikan menjadi pusat bibit pohon buah-buahan Provinsi Lampung dengan standar kualitas yang terjamin. Masyarakat Lampung dalam pengadaan bibit buah-buahan yang berkualitas tidak perlu lagi harus ke Bogor, Cibubur atau ke Pasar Minggu, seharusnya dapat dicukupi dari tempat pembibitan yang ada di Lampung saja;
f. Melalui pembangunan embung-embung dapat dikembangkan menjadi tempat pembibitan Ikan air tawar yang berkualitas dengan jumlah yang mencukupi sehingga mengurangi ketergantungan bibit ikan air tawar dari Jawa, sebagai contoh: Bibit ikan mas dan nila sering didatangkan dari Danau Cirata, bibit ikan lele dari Bogor dan lain-lain sebagainya. Pengadaan embung-embung tersebut sangat berguna pula untuk tempat rekreasi, pengendalian banjir dalam skala kecil serta berfungsi untuk menstabilkan permukaan air tanah dalam skala yang cukup luas.
Pengadaan sarana tersebut di atas sejalan dengan rencana pembangunan kota baru yang clean and green concept. Namun, gagasan tersebut masih memerlukan kajian yang lebih mendalam dari aspek manfaatnya. Biaya pembangunannya tidaklah selalu harus dibebankan kepada dana APBD Provinsi, dapat pula ditawarkan kepada pihak swasta atau dari sumber dana APBN. Dana APBD sebaiknya hanya terhadap hal-hal tertentu saja seperti membangun infrastruktur perkotaan.
Pengadaan sarana penunjang ekonomi tersebut di atas dalam skala yang memadai akan menyerap tenaga kerja lokal dalam jumlah yang cukup banyak secara permanen. Bagan alur proses persiapan pembangunan untuk kota baru sebelum dimulainya kegiatan pembangunan phisik, antara lain sebagai berikut:
Pertama, upayakan segera untuk diperolehnya izin/persetujuan dari Menteri Kehutanan atas perubahan peruntukan Register 40 Gedongwani dari kawasan hutan menjadi kota baru, dan disegerakan pula penyelesaian pengalihan tanah dari PTPN VII kepada Pemerintah Provinsi. Untuk mempercepat pengalihannya perlu dibentuk tim gabungan dengan PTPN VII guna membahas nilai ganti rugi (nilai ekonomi tanah dan tanam tumbuhnya). Penyelesaian masalah tanah ini sangat penting artinya; pembangunan fisik sebaiknya tidak dilaksanakan pada lahan yang secara hukum belum terselesaikan pengalihannya kepada pemerintah daerah.
Kedua, buatlah segera peta topografi (topography map) dengan skala 1:5.000 atau skala 1:10.000 dengan garis ketinggian (garis kontur) 0,25 m atau 0,50 m. Pembuatan peta tersebut merupakan suatu kebutuhan dasar dalam perencanaan pada areal dengan skala lahan yang cukup luas seperti kota baru. Dengan topography map yang akurat akan memberikan kemudahan dan kepastian dalam penetapan lokasi, luas, dan ketinggian lahan untuk setiap peruntukkannya seperti penepatan posisi embung, drainase, jalan, areal kantor pemerintahan, areal permukiman, perdagangan, sarana-sarana penunjang ekonomi serta perkotaan lainnya.
Ketiga, buatlah rencana tata ruang berikut rencana teknisnya sesuai dengan peruntukan dan kepentingannya dengan memperhatikan analisis dampak lingkungannya; sekiranya analisis dampak lingkungan (amdal) tersebut belum ada seharusnya untuk disegerakan studinya. Diskusikanlah secara bertahap dengan para akademisi dan orang-orang yang mempunyai kompetensi terhadap hal-hal yang berhubungan guna mendapatkan masukan sebelum melangkah lebih lanjut;
Keempat, uatlah perencanaan detail/detailed engineering design (DED) terhadap semua sarana yang akan dibangun; DED dapat dilakukan secara bertahap dan dilaksanakan oleh konsultan yang profesional untuk masing kategorinya. Konsultan perencana yang dipergunakan haruslah mempunyai pengalaman yang cukup terhadap pekerjaan sejenis. Berhubung kota yang akan dibangun benar-benar baru, maka disarankan agar sebagian sarana pendukung perkotaan berupa drainase, jaringan air bersih, jaringan listrik, dan jaringan telepon ditempatkan dalam box culvert.
Box culvert adalah konstruksi berupa gorong-gorong beton empat persegi dengan ketinggian sekitar 2 (dua) m; dengan metode tersebut dapat diharapkan bahwa perbaikan, peningkatan kapasitas serta pemeliharaan sarana perkotaan tersebut dapat dilakukan dengan cepat, mudah, murah, aman, dan bersih. Untuk kesempurnaan dan kelengkapan perencanaan kota baru, maka sejak awal disarankan untuk melibatkan PT PLN dan Telkom.
Kelima, secara bertahap pekerjaan fisik dapat mulai dilaksanakan; tahapan pelaksanaannya disesuaikan dengan skala prioritas akan kebutuhan serta tingkat kemampuan anggaran yang tersedia. Perlu diberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada para investor yang akan menanamkan modalnya guna mendukung percepatan pembangunan kota baru; penyiapan data teknis yang lengkap, regulasi/aturan main secara tertulis yang jelas sangatlah diperlukan; pengadaan investor dapat dilakukan secara transparan dan akuntabel.
Dalam rangka pembangunan yang berwawasan lingkungan, perlu dicegah penebangan tanaman keras yang ada; penebangan perpohonan harus dilaksanakan secara sangat selektif. Land clearing dan land leveling dalam skala luas tanpa didukung dengan rencana detail penggunaan lahan akan menimbulkan dampak negatif yang berkepanjangan dan sangat kontradiktif dengan moto pembangunan kota baru, yaitu clean and green concept.
Hal lain yang perlu dipikirkan dari sekarang ialah mengenai status kota baru saat ini dan yang akan datang terutama mengenai pengorganisasiannya. Secara administratif kota baru berada di Kabupaten Lampung Selatan; berdasarkan peraturan perundang-undangan bahwa semua aspek yang berkaitan pertanahan, kependudukan, pajak dan retribusi, perizinan dan lain-lainnya berada di Kabupaten Lampung Selatan. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan diskusi, konsultasi, dan koordinasi dalam bebagai level termasuk dengan para akademisi sehingga dapat ditemukan suatu metode pengorganisasian yang sesuai, aspiratif serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-perundangan yang berlaku. n
Chairullah Gultom
Mantan Kadis PU, Asisten Ekubang, Ketua KPU Lampung
Semangat untuk membangun proyek-proyek berskala besar oleh Pemprov Lampung sangat tinggi. Perlu kita berikan acungan jempol. Rencana pembangunan skala besar tersebut, antara lain rencana pembangunan Jembatan Selat Sunda (JSS), peningkatan Bandara Radin Inten Branti menjadi bandara internasional/embarkasi jemaah haji, pembangunan jalan tol dari Bakauheni—Terbanggibesar sampai dengan Pematangpanggang, terminal agrobisnis, jalur komuter kereta api, dan pembangunan kota baru di Jatiagung, Lampung Selatan.
Pada umumnya, semua rencana pembangunan didasarkan atas niat yang baik. Semangat untuk mewujudkannya sangat diperlukan, tetapi sering dilupakan bahwa niat dan semangat saja dalam membangun belumlah cukup, diperlukan kearifan dan intervensi manajemen dalam mempersiapkan dan mewujudkannya.
Hasil pembangunan yang didasari hanya oleh niat dan semangat saja sering sekali mengecewakan, jalannya program tersendat-sendat, manfaatnya tidak jelas dan tidak dapat diukur. Pekerjaan persiapan termasuk studi terhadap suatu proyek sebelum pelaksanaan fisik dimulai merupakan kegiatan yang amat penting dalam suatu siklus pembangunan. Sekiranya hal tersebut tidak dilaksanakan maka bersiapkan untuk kemungkinan akan gagal, dari suatu megaproyek dengan megamanfaat yang diidamkan akan menjadi megaproyek yang megamubazir.
Pekerjaan persiapan yang dilaksanakan secara benar, tepat waktu, dan teratur berdasarkan bagan alur proses pembangunan (manajemen) yang tepat dapat menyelesaikan 75% masalah dan kesulitan pembangunan yang ada. Tingkat kesulitan yang akan dihadapi dalam pelaksanaan fisik proyek hanyalah sekitar 25% saja.
Pekerjaan persiapan dalam konteks rencana pembangunan kota baru meliputi pekerjaan survei dan investigasi (studi), pembebasan tanah (pengalihan dan perubahan peruntukan atas lahan), penataan penduduk, dan semua aspek yang berkaitan dengan perencanaan.
Dalam pembangunan kota baru di lahan PTPN VII seluas 350 ha dan pada hutan Register 40 Gedongwani, Purwotani Jatiagung, Lampung Selatan, seluas 1.300 ha perlu diselesaikan segera berlandaskan peraturan perundangan-undangan yang ada.
Perubahan peruntukan kawasan hutan register untuk kepentingan yang lain telah ada mekanismenya; diawali dengan pengajuan permohonan oleh Pemerintah Provinsi kepada Pemerintah Pusat cq. Kementerian Kehutanan, dilanjutkan dengan penilaian oleh tim guna meneliti dan menganalisis aspek kelayakannya, dan diakhiri dengan keputusan Menteri Kehutanan, apakah permohonan perubahan peruntukan hutan register tersebut diperkenankan atau tidak. Sekiranya permohonan tersebut belum diajukan, sebaiknya segeralah dilakukan dan jangan ada kegiatan fisik yang dilaksanakan sebelum terbit perizinannya.
Semua hal tersebut sangatlah perlu untuk dipertimbangkan guna mencegah konflik pertanahan di kemudian hari; bila pembangunan fisik dipaksakan juga untuk dilaksanakan sebelum perizinannya didapatkan, akan memberikan sinyal yang kurang baik kepada masyarakat terhadap ketaatan pemerintah daerah terhadap ketentuan yang berlaku. Pembangunan fisik yang menggunakan anggaran negara (termasuk APBD) pada lahan yang belum menjadi miliknya berpotensi untuk dikategorikan sebagai suatu penyimpangan; untuk kepastiannya sebaiknya dikonsultasikan dengan instansi pengawasan seperti BPKP dan BPK.
Mengenai tanah PTPN VII seluas 350 ha yang akan menjadi bagian dari kota baru, telah mendapatkan persetujuan prinsip dari Pemerintah Pusat cq. Menteri Negara BUMN untuk dilepaskan dalam rangka pembangunan kota baru. Persetujuan tersebut tidak serta-merta dapat dieksekusi oleh pemerintah daerah karena masih ada nilai kompensasi yang perlu dinegosiasikan antara PTPN VII dan Pemerintah Provinsi Lampung yang berkaitan dengan nilai tanah (nilai ekonomisnya) dan nilai tanam tumbuh yang harus dibayar oleh pemda; pengalihan status tanah PTPN VII tersebut perlu disegerakan.
Pemerintah daerah disarankan untuk menjadwal ulang rencana pemberian tali asih kepada masyarakat yang berdomisili pada kedua lokasi lahan tersebut di atas, sebelum masalah perizinan atas perubahan peruntukan hutan Register 40 terbit dan pengalihan tanah PTPN VII selesai. Hal tersebut sangatlah penting guna meminimalisasi risiko yang mungkin timbul akibat perizinan dari Kementerian Kehutanan yang tidak/lama keluarnya, dan negosiasi dengan PTPN VII mengalami hambatan, berkepanjangan atau mengalami deadlock.
Memperhatikan bahwa pembangunan yang akan dilaksanakan bertujuan meningkatkan taraf hidup rakyat sekaligus mengurangi pengangguran, maka perhatian yang sangat serius dari pemerintah daerah terhadap masyarakat yang berada dalam rencana kota baru sangatlah diperlukan, upaya yang tulus dan serius dalam penangannya sangatlah diharapkan. Pada umumnya masyarakat di sekitar areal tersebut berusaha dalam bidang pertanian skala kecil (petani marginal) dan UKM. Semoga pemberian tali asih kepada masyarakat tidak mengakibatkan masyarakat kehilangan mata pencariannya dan terpaksa melakukan urbanisasi ke kota; bila hal tersebut terjadi sangatlah bertolak belakang dengan niat yang melatarbelakangi pembangunan kota baru.
Di samping sebagai pusat pemerintahan provinsi, areal permukiman dan perdagangan, maka kota baru dapat pula dikembangkan menjadi pusat penelitian dan pengembangan, serta pembibitan tanaman untuk mendukung Lampung selaku negeri agrobisnis, yang dapat dikombinasikan dengan agrowisata, wadah pendidikan, antara lain:
a. Palm Research Institute yang berada di Malaysia, yang melakukan penelitian dan pengembangan kelapa sawit;
b. International Rice Research Institute (IRRI) di Filipina, tempat melakukan penelitian dan pengembangan terhadap padi. Mengingat kelangkaan air untuk kepentingan pertanian tanaman padi di Lampung semakin besar, perlu secara terus-menerus dilakukan penelitian terhadap jenis bibit dan teknologi hemat air untuk kebutuhan tanaman padi;
c. Membangun tempat pembibitan dalam skala ekonomi melalui teknologi kultur jaringan guna meningkatkan kualitas dan kuantitas bibit tanaman buah–buahan, hortikultura dan lain-lain;
d. Percontohan pembudidayaan buah-buahan seperti di Chiang Mai Thailand yang sangat terkenal dengan teknologi budi daya duriannya;
e. Taman buah seperti Taman Buah Mekarsari Jakarta; suatu tempat rekreasi keluarga yang sangat sehat, taman buah tersebut dapat juga diintegrasikan menjadi pusat bibit pohon buah-buahan Provinsi Lampung dengan standar kualitas yang terjamin. Masyarakat Lampung dalam pengadaan bibit buah-buahan yang berkualitas tidak perlu lagi harus ke Bogor, Cibubur atau ke Pasar Minggu, seharusnya dapat dicukupi dari tempat pembibitan yang ada di Lampung saja;
f. Melalui pembangunan embung-embung dapat dikembangkan menjadi tempat pembibitan Ikan air tawar yang berkualitas dengan jumlah yang mencukupi sehingga mengurangi ketergantungan bibit ikan air tawar dari Jawa, sebagai contoh: Bibit ikan mas dan nila sering didatangkan dari Danau Cirata, bibit ikan lele dari Bogor dan lain-lain sebagainya. Pengadaan embung-embung tersebut sangat berguna pula untuk tempat rekreasi, pengendalian banjir dalam skala kecil serta berfungsi untuk menstabilkan permukaan air tanah dalam skala yang cukup luas.
Pengadaan sarana tersebut di atas sejalan dengan rencana pembangunan kota baru yang clean and green concept. Namun, gagasan tersebut masih memerlukan kajian yang lebih mendalam dari aspek manfaatnya. Biaya pembangunannya tidaklah selalu harus dibebankan kepada dana APBD Provinsi, dapat pula ditawarkan kepada pihak swasta atau dari sumber dana APBN. Dana APBD sebaiknya hanya terhadap hal-hal tertentu saja seperti membangun infrastruktur perkotaan.
Pengadaan sarana penunjang ekonomi tersebut di atas dalam skala yang memadai akan menyerap tenaga kerja lokal dalam jumlah yang cukup banyak secara permanen. Bagan alur proses persiapan pembangunan untuk kota baru sebelum dimulainya kegiatan pembangunan phisik, antara lain sebagai berikut:
Pertama, upayakan segera untuk diperolehnya izin/persetujuan dari Menteri Kehutanan atas perubahan peruntukan Register 40 Gedongwani dari kawasan hutan menjadi kota baru, dan disegerakan pula penyelesaian pengalihan tanah dari PTPN VII kepada Pemerintah Provinsi. Untuk mempercepat pengalihannya perlu dibentuk tim gabungan dengan PTPN VII guna membahas nilai ganti rugi (nilai ekonomi tanah dan tanam tumbuhnya). Penyelesaian masalah tanah ini sangat penting artinya; pembangunan fisik sebaiknya tidak dilaksanakan pada lahan yang secara hukum belum terselesaikan pengalihannya kepada pemerintah daerah.
Kedua, buatlah segera peta topografi (topography map) dengan skala 1:5.000 atau skala 1:10.000 dengan garis ketinggian (garis kontur) 0,25 m atau 0,50 m. Pembuatan peta tersebut merupakan suatu kebutuhan dasar dalam perencanaan pada areal dengan skala lahan yang cukup luas seperti kota baru. Dengan topography map yang akurat akan memberikan kemudahan dan kepastian dalam penetapan lokasi, luas, dan ketinggian lahan untuk setiap peruntukkannya seperti penepatan posisi embung, drainase, jalan, areal kantor pemerintahan, areal permukiman, perdagangan, sarana-sarana penunjang ekonomi serta perkotaan lainnya.
Ketiga, buatlah rencana tata ruang berikut rencana teknisnya sesuai dengan peruntukan dan kepentingannya dengan memperhatikan analisis dampak lingkungannya; sekiranya analisis dampak lingkungan (amdal) tersebut belum ada seharusnya untuk disegerakan studinya. Diskusikanlah secara bertahap dengan para akademisi dan orang-orang yang mempunyai kompetensi terhadap hal-hal yang berhubungan guna mendapatkan masukan sebelum melangkah lebih lanjut;
Keempat, uatlah perencanaan detail/detailed engineering design (DED) terhadap semua sarana yang akan dibangun; DED dapat dilakukan secara bertahap dan dilaksanakan oleh konsultan yang profesional untuk masing kategorinya. Konsultan perencana yang dipergunakan haruslah mempunyai pengalaman yang cukup terhadap pekerjaan sejenis. Berhubung kota yang akan dibangun benar-benar baru, maka disarankan agar sebagian sarana pendukung perkotaan berupa drainase, jaringan air bersih, jaringan listrik, dan jaringan telepon ditempatkan dalam box culvert.
Box culvert adalah konstruksi berupa gorong-gorong beton empat persegi dengan ketinggian sekitar 2 (dua) m; dengan metode tersebut dapat diharapkan bahwa perbaikan, peningkatan kapasitas serta pemeliharaan sarana perkotaan tersebut dapat dilakukan dengan cepat, mudah, murah, aman, dan bersih. Untuk kesempurnaan dan kelengkapan perencanaan kota baru, maka sejak awal disarankan untuk melibatkan PT PLN dan Telkom.
Kelima, secara bertahap pekerjaan fisik dapat mulai dilaksanakan; tahapan pelaksanaannya disesuaikan dengan skala prioritas akan kebutuhan serta tingkat kemampuan anggaran yang tersedia. Perlu diberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada para investor yang akan menanamkan modalnya guna mendukung percepatan pembangunan kota baru; penyiapan data teknis yang lengkap, regulasi/aturan main secara tertulis yang jelas sangatlah diperlukan; pengadaan investor dapat dilakukan secara transparan dan akuntabel.
Dalam rangka pembangunan yang berwawasan lingkungan, perlu dicegah penebangan tanaman keras yang ada; penebangan perpohonan harus dilaksanakan secara sangat selektif. Land clearing dan land leveling dalam skala luas tanpa didukung dengan rencana detail penggunaan lahan akan menimbulkan dampak negatif yang berkepanjangan dan sangat kontradiktif dengan moto pembangunan kota baru, yaitu clean and green concept.
Hal lain yang perlu dipikirkan dari sekarang ialah mengenai status kota baru saat ini dan yang akan datang terutama mengenai pengorganisasiannya. Secara administratif kota baru berada di Kabupaten Lampung Selatan; berdasarkan peraturan perundang-undangan bahwa semua aspek yang berkaitan pertanahan, kependudukan, pajak dan retribusi, perizinan dan lain-lainnya berada di Kabupaten Lampung Selatan. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan diskusi, konsultasi, dan koordinasi dalam bebagai level termasuk dengan para akademisi sehingga dapat ditemukan suatu metode pengorganisasian yang sesuai, aspiratif serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-perundangan yang berlaku. n
Pasar Jatimulyo, Pasar Induk Kecil (Bagian 1)
Ekonomi Lampost : Selasa, 1 Maret 2011
BANDAR LAMPUNG—Rasmi (38) menaiki gundukan karung berisi sayuran yang menumpuk di bagian belakang sepeda motor yang dikemudikan suaminya. "Wis (sudah)?" tanya sang suami dalam bahasa Jawa. Rasmi melihat jam tangannya, jam sudah menunjukan pukul 04.00. Ia menoleh dan melirik beberapa sepeda motor dengan muatan serupa yang mulai pergi satu per satu.
"Sudah, Pak. Agak cepat ya, sudah ramai pasti di Tugu," Rasmi menjawab sekenanya sambil menaikan resleting jaket parasutnya. Tak berapa lama mereka kemudian melaju menembus pagi yang berembun meninggalkan Pasar Jatimulyo, Lampung Selatan, menuju Bandar Lampung.
Rasmi adalah salah satu pedagang sayur-mayur yang sudah lama membeli kebutuhan dagangnya, seperti cabai, sawi, ataupun terung di Pasar Jatimulyo. Rasmi mengaku berjualan di Pasar Tugu. "Di sini harganya lebih murah dibandingkan Pasar Tamin," kata dia.
Pasar Jatimulyo yang berada di Jalan P. Senopati, Desa Jatimulyo, Kecamatan Jatiagung, Lampung Selatan, tersebut memang lebih terkenal dibandingkan Pasar Tamin yang notabenenya pasar induk di Bandar Lampung.
Tidak hanya pembeli eceran, pedagang dari pasar-pasar di Bandar Lampung, seperti Pasar Tugu atau Pasar SMEP juga banyak yang mengambil pasokan dari Pasar Jatimulyo.
"Banyak juga yang dari luar Bandar Lampung yang beli sayur di sini," kata Rasmi. Harga lebih murah dan lokasi lebih mudah dicapai, adalah dua alasan kenapa pedagang seperti Rasmi lebih senang berbelanja di Pasar Jatimulyo.
Alasan lokasi yang mudah dicapai pembeli dari daerah Lampung Tengah dan sekitarnya, seperti Metro, Sukadamai, Karanganyar tersebut juga menjadi alasan Nurohman (38), pedagang semangka asal Sukadamai, Lampung Tengah berdagang di Pasar Jatimulyo.
"Pembeli lebih suka belanja di sini karena lebih dekat. Kalau ke Tamin kan harus memutar. Jauh," kata Nurohman yang juga berjualan di Pasar Pasir Gintung.
Selain lokasi, harga barang (umumnya sayuran) di pasar yang ramai pada pukul 20.00—24.00 dan pukul 03.00—09.00 tersebut lebih murah sekitar 20%.
"Cabai merah keriting per kilogramnya saya jual Rp30 ribu hingga Rp35 ribu," urai Roni (40), pedagang dari Lampung Tengah yang sudah sekitar enam tahun berdagang di Pasar Jatimulyo.
Roni membandingkan dengan harga cabai merah keriting di Pasar Induk Tamin bisa mencapai Rp40 ribu/kg. Dengan harga yang lebih murah itu, kata Roni, Pasar Jatimulyo menjadi tujuan utama para pembeli borongan yang berasal dari luar daerah. "Mereka lebih suka beli di sini karena katanya harga jauh lebih murah," ujar Roni yang dalam sehari bisa membawa cabai hingga lebih dari 50 kuintal tersebut.
Pemasok sayuran dari daerah Lampung Barat, Tanggamus, atau Metro pun, kata Roni, lebih banyak memasok ke Pasar Jatimulyo, meski tidak memungkinkan juga memasok ke pasar-pasar lain. "Mungkin karena pedagang-pedagang asal luar Bandar Lampung lebih banyak belanja di sini. Pasar Jatimulyo ini pasar induk tapi kecil," kata dia. (TRI PURNA JAYA/E-2)
BANDAR LAMPUNG—Rasmi (38) menaiki gundukan karung berisi sayuran yang menumpuk di bagian belakang sepeda motor yang dikemudikan suaminya. "Wis (sudah)?" tanya sang suami dalam bahasa Jawa. Rasmi melihat jam tangannya, jam sudah menunjukan pukul 04.00. Ia menoleh dan melirik beberapa sepeda motor dengan muatan serupa yang mulai pergi satu per satu.
"Sudah, Pak. Agak cepat ya, sudah ramai pasti di Tugu," Rasmi menjawab sekenanya sambil menaikan resleting jaket parasutnya. Tak berapa lama mereka kemudian melaju menembus pagi yang berembun meninggalkan Pasar Jatimulyo, Lampung Selatan, menuju Bandar Lampung.
Rasmi adalah salah satu pedagang sayur-mayur yang sudah lama membeli kebutuhan dagangnya, seperti cabai, sawi, ataupun terung di Pasar Jatimulyo. Rasmi mengaku berjualan di Pasar Tugu. "Di sini harganya lebih murah dibandingkan Pasar Tamin," kata dia.
Pasar Jatimulyo yang berada di Jalan P. Senopati, Desa Jatimulyo, Kecamatan Jatiagung, Lampung Selatan, tersebut memang lebih terkenal dibandingkan Pasar Tamin yang notabenenya pasar induk di Bandar Lampung.
Tidak hanya pembeli eceran, pedagang dari pasar-pasar di Bandar Lampung, seperti Pasar Tugu atau Pasar SMEP juga banyak yang mengambil pasokan dari Pasar Jatimulyo.
"Banyak juga yang dari luar Bandar Lampung yang beli sayur di sini," kata Rasmi. Harga lebih murah dan lokasi lebih mudah dicapai, adalah dua alasan kenapa pedagang seperti Rasmi lebih senang berbelanja di Pasar Jatimulyo.
Alasan lokasi yang mudah dicapai pembeli dari daerah Lampung Tengah dan sekitarnya, seperti Metro, Sukadamai, Karanganyar tersebut juga menjadi alasan Nurohman (38), pedagang semangka asal Sukadamai, Lampung Tengah berdagang di Pasar Jatimulyo.
"Pembeli lebih suka belanja di sini karena lebih dekat. Kalau ke Tamin kan harus memutar. Jauh," kata Nurohman yang juga berjualan di Pasar Pasir Gintung.
Selain lokasi, harga barang (umumnya sayuran) di pasar yang ramai pada pukul 20.00—24.00 dan pukul 03.00—09.00 tersebut lebih murah sekitar 20%.
"Cabai merah keriting per kilogramnya saya jual Rp30 ribu hingga Rp35 ribu," urai Roni (40), pedagang dari Lampung Tengah yang sudah sekitar enam tahun berdagang di Pasar Jatimulyo.
Roni membandingkan dengan harga cabai merah keriting di Pasar Induk Tamin bisa mencapai Rp40 ribu/kg. Dengan harga yang lebih murah itu, kata Roni, Pasar Jatimulyo menjadi tujuan utama para pembeli borongan yang berasal dari luar daerah. "Mereka lebih suka beli di sini karena katanya harga jauh lebih murah," ujar Roni yang dalam sehari bisa membawa cabai hingga lebih dari 50 kuintal tersebut.
Pemasok sayuran dari daerah Lampung Barat, Tanggamus, atau Metro pun, kata Roni, lebih banyak memasok ke Pasar Jatimulyo, meski tidak memungkinkan juga memasok ke pasar-pasar lain. "Mungkin karena pedagang-pedagang asal luar Bandar Lampung lebih banyak belanja di sini. Pasar Jatimulyo ini pasar induk tapi kecil," kata dia. (TRI PURNA JAYA/E-2)
Kota Baru Awal Kebangkitan
Utama Lampost : Selasa, 1 Maret 2011
BANDAR LAMPUNG (Lampost): Proyek kota baru di Natar dan Jatiagung, Lampung Selatan, mengawali kebangkitan Lampung menuju provinsi maju dan lebih dikenal.
Mega proyek yang dibangun di atas lahan 1.300 hektare itu diproyeksikan mampu mendorong peningkatan kesejahteraan warga sekitar. Multiplier effect proyek ini juga akan membawa dampak positif bagi masyarakat Lampung secara keseluruhan.
Selain berasal dari APBD Lampung, sumber dana proyek berasal dari investasi asing. Investor asal Malaysia, Great Colour Investment Limited (GCI-L), telah berkomitmen menanamkan modal 600 juta dolar AS (sekitar Rp5,4 triliun). "Kota baru yang nak dibangun ini sangat mungkin menjadikan Lampung lebih dikenal. Berbagai potensi besar yang ada di sini marilah bersama-sama kita kembangkan," kata Menteri Besar Perak Darul Ridzuan, Malaysia, Datok Seri Dr. Zambry Abdul Kadir.
Zambry menyampaikan hal itu usai ramah tamah dengan Gubernur Lampung Sjachroedin Z.P. dan jajaran pejabat Pemprov di Balai Keratun, Senin (28-2).
Kerja sama dua provinsi lintas negara ini akan dirangkum dalam sebuah nota kesepakatan (MoU) yang akan ditandatangani GCI-L dan Pemprov Lampung hari ini, Selasa (1-3).
Zambry mengatakan MoU ini sangat penting bagi Pemprov Lampung dan Pemerintah Negeri Perak, Malaysia. Kesepakatan kedua pihak merupakan langkah awal kerjasama di berbagai bidang seperti ekonomi, sosial budaya, dan infrastruktur. "MoU ini akan menjadikan kedua provinsi ini seperti sister province atau provinsi yang bersaudara. Kami akan ikut mendukung visi Pak Gubernur untuk meningkatkan kemudahan-kemudahan infrastruktur di Lampung," ujarnya.
Tiga Kesepakatan
Untuk menindaklanjuti kerja sama tersebut, hari ini Pemprov Lampung dan GCI-L akan menandatangani tiga jenis kerja sama dengan GCI-L. Pertama, keikutsertaan GCI-L dalam pengembangan pusat pemerintahan dan pusat bisnis Lampung di kota baru Natar-Jatiagung dengan anggaran yang disiapkan sekitar 600 juta dolar AS.
Kedua, pengembangan listrik tenaga air di Way Semung dan Way Semangka, Tanggamus, dengan nilai investasi yang disiapkan sekitar 600 juta dolar AS.
Ketiga, pengembangan Lampung Economic Coridor, yakni pembangunan sarana penunjang perekonomian yang fokusnya bisa diarahkan pada kegiatan fisik seperti pembangunan jalan tol dan bandara internasional dengan total anggaran 500 juta dolar AS—1 miliar dolar AS.
Dalam penandatanganan MoU itu, Pemprov akan diwakili Asisten II Bidang Ekonomi Pembangunan Sekprov Lampung Hanan A. Razak pada rencana pengembangan kota baru dan Lampung Economic Coridor. Sedangkan Kepala Dinas Pertambangan Pieterdhono menandatangani rencana pengembangan listrik tenaga air.
Sebelum penandatanganan MoU, Zambry Abdul Kadir juga akan dianugerahi gelar adat oleh Majelis Penyeimbang Adat Lampung (MPAL). Gubernur Sjachroedin Z.P. mengatakan pemberian gelar adat ini merupakan bentuk penghormatan masyarakat Lampung terhadap tamu-tamu luar negeri yang ingin bersama-sama membangun Lampung. "Dengan menjadi saudara, mudah-mudahan hubungan ke depannya bisa lebih baik," ujarnya. (MG3/U-1)
BANDAR LAMPUNG (Lampost): Proyek kota baru di Natar dan Jatiagung, Lampung Selatan, mengawali kebangkitan Lampung menuju provinsi maju dan lebih dikenal.
Mega proyek yang dibangun di atas lahan 1.300 hektare itu diproyeksikan mampu mendorong peningkatan kesejahteraan warga sekitar. Multiplier effect proyek ini juga akan membawa dampak positif bagi masyarakat Lampung secara keseluruhan.
Selain berasal dari APBD Lampung, sumber dana proyek berasal dari investasi asing. Investor asal Malaysia, Great Colour Investment Limited (GCI-L), telah berkomitmen menanamkan modal 600 juta dolar AS (sekitar Rp5,4 triliun). "Kota baru yang nak dibangun ini sangat mungkin menjadikan Lampung lebih dikenal. Berbagai potensi besar yang ada di sini marilah bersama-sama kita kembangkan," kata Menteri Besar Perak Darul Ridzuan, Malaysia, Datok Seri Dr. Zambry Abdul Kadir.
Zambry menyampaikan hal itu usai ramah tamah dengan Gubernur Lampung Sjachroedin Z.P. dan jajaran pejabat Pemprov di Balai Keratun, Senin (28-2).
Kerja sama dua provinsi lintas negara ini akan dirangkum dalam sebuah nota kesepakatan (MoU) yang akan ditandatangani GCI-L dan Pemprov Lampung hari ini, Selasa (1-3).
Zambry mengatakan MoU ini sangat penting bagi Pemprov Lampung dan Pemerintah Negeri Perak, Malaysia. Kesepakatan kedua pihak merupakan langkah awal kerjasama di berbagai bidang seperti ekonomi, sosial budaya, dan infrastruktur. "MoU ini akan menjadikan kedua provinsi ini seperti sister province atau provinsi yang bersaudara. Kami akan ikut mendukung visi Pak Gubernur untuk meningkatkan kemudahan-kemudahan infrastruktur di Lampung," ujarnya.
Tiga Kesepakatan
Untuk menindaklanjuti kerja sama tersebut, hari ini Pemprov Lampung dan GCI-L akan menandatangani tiga jenis kerja sama dengan GCI-L. Pertama, keikutsertaan GCI-L dalam pengembangan pusat pemerintahan dan pusat bisnis Lampung di kota baru Natar-Jatiagung dengan anggaran yang disiapkan sekitar 600 juta dolar AS.
Kedua, pengembangan listrik tenaga air di Way Semung dan Way Semangka, Tanggamus, dengan nilai investasi yang disiapkan sekitar 600 juta dolar AS.
Ketiga, pengembangan Lampung Economic Coridor, yakni pembangunan sarana penunjang perekonomian yang fokusnya bisa diarahkan pada kegiatan fisik seperti pembangunan jalan tol dan bandara internasional dengan total anggaran 500 juta dolar AS—1 miliar dolar AS.
Dalam penandatanganan MoU itu, Pemprov akan diwakili Asisten II Bidang Ekonomi Pembangunan Sekprov Lampung Hanan A. Razak pada rencana pengembangan kota baru dan Lampung Economic Coridor. Sedangkan Kepala Dinas Pertambangan Pieterdhono menandatangani rencana pengembangan listrik tenaga air.
Sebelum penandatanganan MoU, Zambry Abdul Kadir juga akan dianugerahi gelar adat oleh Majelis Penyeimbang Adat Lampung (MPAL). Gubernur Sjachroedin Z.P. mengatakan pemberian gelar adat ini merupakan bentuk penghormatan masyarakat Lampung terhadap tamu-tamu luar negeri yang ingin bersama-sama membangun Lampung. "Dengan menjadi saudara, mudah-mudahan hubungan ke depannya bisa lebih baik," ujarnya. (MG3/U-1)
Tuesday, March 1, 2011
Peran Organisasi Desa dalam Pandangan Para Ahli
Para ahli yang menaruh perhatian dalam pembangunan desa berpendapat bahwa organisasi-organisasi petani mempengaruhi proses pembangunan pedesaan secara substansial melalui berbagai peran krusial mereka. Sebagai contoh, Shelton Wanasinghe mempunyai pendapat bahwa organisasi desa diperlukan dalam mengidentifikasi tujuan dan strategi pembangunan pedesaan. Dengan demikian, organisasi desa menjalankan peran sebagai identifier. Keefektifitasan peran mereka terletak dalam mempengaruhi secara signifikan keseluruhan usaha-usaha pembangunan daerah pedesaan. Lembaga-lembaga desa juga dapat memainkan peran sebagai agitator untuk meraih tujuan yang sudah diidentifikasi sebelumnya. Peran ini sangat penting, khususnya ketika organisasi di luar, misalnya pemerintah, dilibatkan dalam meraih tujuan-tujuan pembangunan. Peran ini nampak bilamana struktur ekonomi dan masyarakat desa berubah, seperti halnya tindakan untuk menyediakan infrastruktur sosial dan ekonomi, menjadi bagian dari strategi dan program pembangunan. Ini melibatkan usaha-usaha lokal yang diarahkan untuk memajukan produksi ekonomi dan menyediakan infrastruktur sosial dan ekonomi. Lebih lanjut, organisasi petani mungkin memainkan peran sebagai penggerak sumber daya. Ini termasuk dalam usaha mobilisasi tenaga sukarela lokal dan sumber daya eksternal. Akhirnya, organisasi desa mungkin menjalankan peran sebagai organisator, yang secara langsung mengimplementasikan program dan kebijakan pembangunan desa. Pendeknya, efektivitas organisasi petani dalam menjalankan peranperan ini secara besar mempengaruhi keberhasilan pembangunan desa.
Senada dengan di atas, Norman Uphoff dan Milton Esman mempunyai pendapat bahwa organisasi lokal dapat memberi sumbangan dalam pelaksanaan pembangunan desa dengan jaIan meyediakan informasi yang mendalam mengenai kondisi desa dan kemungkinan-kemungkinan yang ada, sehingga agenagen pemerintah pusat dapat mengelolanya. Di samping itu, lembaga desa dapat menilai kebijakan secara umum dan menentukan prioritas untuk kebutuhan dan situasi khusus. Dalam cara ini, mereka dapat berpartisipasi dalam perencanaan pembangunan desa dan dalam rangka menentukan tujuan-tujuan. Di samping peran ini, lembaga lokal juga dibutuhkan dalam rangka menggunakan sumber daya yang disediakan oleh pemerintah pusat secara efektif dan untuk pengerahan sumber daya daerah dalam proses pembangunan desa. Sama pentingnya, organisasi-organisasi seperti itu dapat memainkan peran yang signifikan dengan menyediakan input-input produksi yang dibutuhkan dan pelayanan kepada petani, sama halnya dalam mengelola input-input yang beragam serta pelayanan yang berasal dari saluran yang bermacam-macam dalam suatu sistem kelembagaan. Oleh karena itu, lembaga lokal dapat memainkan peran kritis dalam mengawasi pemerintahan desa. Mereka juga dapat meningkatkan kemampuan petani untuk mengorganisasikan diri secara efektif, sehingga petani mempunyai kesempatan untuk mengartikulasikan kebutuhan-kebutuhan dan tuntutan mereka. Peran yang paling menentukan yang dijalankan oleh organisasi petani adalah dalam rangka menghubungkan masyarakat desa dengan lembaga-lembaga nasional yang mengontrol kebijakan dan sumber daya. Untuk alasan ini, lembaga petani dapat memperbesar keberhasilan pembangunan pedesaan dalam pengertian, perbaikan produktivitas pertanian. memperluas kesempatan kerja, dan memberikan keadilan yang lebih besar dalam distribusi pendapatan masyarakat desa.
Sumber Pustaka
Komparasi organisasi pedesaan dalam pembangunan:Indonesia vis-Ã -vis Taiwan, Thailand dan Filipina
Senada dengan di atas, Norman Uphoff dan Milton Esman mempunyai pendapat bahwa organisasi lokal dapat memberi sumbangan dalam pelaksanaan pembangunan desa dengan jaIan meyediakan informasi yang mendalam mengenai kondisi desa dan kemungkinan-kemungkinan yang ada, sehingga agenagen pemerintah pusat dapat mengelolanya. Di samping itu, lembaga desa dapat menilai kebijakan secara umum dan menentukan prioritas untuk kebutuhan dan situasi khusus. Dalam cara ini, mereka dapat berpartisipasi dalam perencanaan pembangunan desa dan dalam rangka menentukan tujuan-tujuan. Di samping peran ini, lembaga lokal juga dibutuhkan dalam rangka menggunakan sumber daya yang disediakan oleh pemerintah pusat secara efektif dan untuk pengerahan sumber daya daerah dalam proses pembangunan desa. Sama pentingnya, organisasi-organisasi seperti itu dapat memainkan peran yang signifikan dengan menyediakan input-input produksi yang dibutuhkan dan pelayanan kepada petani, sama halnya dalam mengelola input-input yang beragam serta pelayanan yang berasal dari saluran yang bermacam-macam dalam suatu sistem kelembagaan. Oleh karena itu, lembaga lokal dapat memainkan peran kritis dalam mengawasi pemerintahan desa. Mereka juga dapat meningkatkan kemampuan petani untuk mengorganisasikan diri secara efektif, sehingga petani mempunyai kesempatan untuk mengartikulasikan kebutuhan-kebutuhan dan tuntutan mereka. Peran yang paling menentukan yang dijalankan oleh organisasi petani adalah dalam rangka menghubungkan masyarakat desa dengan lembaga-lembaga nasional yang mengontrol kebijakan dan sumber daya. Untuk alasan ini, lembaga petani dapat memperbesar keberhasilan pembangunan pedesaan dalam pengertian, perbaikan produktivitas pertanian. memperluas kesempatan kerja, dan memberikan keadilan yang lebih besar dalam distribusi pendapatan masyarakat desa.
Sumber Pustaka
Komparasi organisasi pedesaan dalam pembangunan:Indonesia vis-Ã -vis Taiwan, Thailand dan Filipina
Subscribe to:
Posts (Atom)