Saturday, March 5, 2016

Balada Kutukan Dari Lampung Tempo Doeloe

Oleh Endri Kalianda
Masih lebih lamakah kami kau tindas?
Karena uang hatimu telah menjadi kebal,
tuli terhadap tuntutan kedadilan dan akal,
menantang hati lembut bergelora kekerasan.
BAIT pertama pada sajak Balada Kutukan yang berjudul Hari Terakhir Orang Belanda di Pulau Jawa itu terjemahan Chairil Anwar dan dimuat dalam buku HB. Jassin.

Sajak yang menjadi penanda, ada seorang penjajah yang mengakui, darahnya mendidih dan memberontak karena menyaksikan penderitaan rakyat yang disaksikan, ditindas oleh bangsanya.

Sicco Ernst Willem Roorda van Eysinga atau kemudian lebih dikenal dengan nama Sicco atau SEW Roorda van Eysinga yang ternyata sehaluan dengan Multatuli atau Max Havelaar.

Apa bedanya Philippus Pieter (PP) Roorda van Eysinga (1796-1856) dengan SEW Roorda van Eysinga (1825-1887). Pertanyaan itu seketika terjawab dalam buku Mencari Jejak Masa Lalu Lampung oleh Frieda Amran ketika sampai di halaman 65.