Tuesday, January 24, 2012

Lamsel Rusuh, 60 Rumah Dibakar


SIDOMULYO (Lampost): Bentrok antarkampung kembali terjadi di Lampung Selatan. Sebanyak 60 rumah terbakar, 17 rumah rusak, 2 warga terluka, dan 6 sepeda motor dibakar.
Bentrok berawal dari keributan sekelompok pemuda dari Dusun Napal dan Kotadalam yang merebutkan lahan parkir di Pasar Sidomulyo, Minggu (22-1) malam. Aksi ini tak meluas karena warga yang bertikai menandatangani surat perdamaian di Mapolres Lampung Selatan (Lamsel), Senin (23-1) siang.

Namun, pertikaian berlanjut ketika Wayan Iwan Setiawan (27) yang mengendarai mobil pikap bersama istri dan anaknya, Sang Putu Ayu Putu Tirte (22) dan Nafa (1), dari Kecamatan Candipuro hendak pulang ke rumahnya di Desa Sumbernadi, Kecamatan Ketapang, Senin (23-1), pukul 16.00. Saat melintas di Jalinsum Desa Sukamarga, Kalianda, Iwan yang tak tahu-menahu persoalan dihadang puluhan orang yang menghunus senjata tajam.

Melihat kejadian itu, dia membuka pintu mobil dan kabur meninggalkan anak istri. "Mereka memecah kaca dan membacok punggung saya. Saya kabur ke semak belukar dan sampai di Polsek Kalianda sekitar pukul 21.00. Saya pulang dikawal polisi," ujar Iwan, Selasa (24-1).

Informasi penyerangan Iwan sampai ke warga Dusun Napal. Amarah warga meledak. Ribuan warga gabungan dari beberapa desa menyerang Kotadalam yang berjarak 6 km, Selasa (24-1), sekitar pukul 09.45. Massa merusak dan memecah kaca rumah warga Kotadalam yang terletak di Jalinsum.

Penyerangan ini membuat Ismail (59), warga Desa Kotadalam, dan Hendra (29), warga Desa Bandardalam, Kecamatan Sidomulyo, luka serius. Keduanya dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek (RSUDAM), Bandar Lampung.

Tak lama berselang, sekitar pukul 12.15, ribuan warga dari Desa Kotadalam balas menyerbu ke Dusun Napal yang ditinggal mengungsi warganya. Selama kurang lebih tiga jam, tercatat 60 rumah dibakar. Di lokasi, awan hitam membubung akibat kebakaran.

Bentrok dua kampung ini membuat aktivitas warga sekitar berhenti. Rumah penduduk di Desa Seloretno, Sidodadi, dan Desa Sidorejo tertutup rapat. Warga yang tidak terlibat konflik memilih bergerombol. Pasar Sidomulyo, minimarket, perbankan, dan warung tidak ada satu pun yang buka sejak pagi.

Bangun Rumah Rusak

Polda Lampung menetapkan siaga I dengan melakukan pengamanan enam lapis. Sekitar 1.600 personel dikerahkan mengamankan lokasi konflik. Pemerintah Provinsi Lampung dan Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan berjanji segera memperbaiki rumah warga yang rusak.

Sekretaris Provinsi Lampung Berlian Tihang mengatakan akan menyalurkan dana dan perbaikannya diserahkan kepada anggota TNI dan polisi. "Saat ini masih diinventarisasi seberapa parah kerusakannya," kata Berlian semalam.

Rencananya, hari ini (25-1) Gubernur Lampung Sjachroedin Z.P. mengumpulkan tokoh masyarakat dan agama untuk meminta menenangkan situasi. Selain itu, Pemprov meminta Polres dan Kodim se-Lampung meningkatkan pengawasan dan siaga agar kerusuhan tak meluas. (KRI/LIN/MG6/MG7/U-1) (Lampost Rabu 25 Januari 2012)

Tuesday, January 17, 2012

Investor Mesuji Mulai Gelisah


BANDAR LAMPUNG (Lampost): Pemerintah kabupaten diminta bertindak tegas dan mengambil tindakan sesuai prosedur hukum. Hal ini dilakukan menyusul terus berlangsungnya aksi demonstrasi perambah dalam kasus Mesuji. Apabila dibiarkan berlarut-larut, investor menjadi tidak nyaman berinvestasi di Lampung.
Demikian diungkapkan Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Lampung Yusuf Kohar, Selasa (17-1). Menurut Yusuf, investor mulai gelisah sehubungan belum tuntasnya kasus Mesuji.
Padahal, bila tuntutan perambah mengenai izin hak guna usaha (HGU) untuk diukur ulang, kata Yusuf, sudah jelas tidak memungkinkan. Sesuai peraturan perundangan yang berlaku HGU atas tanah tidak mungkin diukur ulang, kecuali sudah diputuskan dalam pengadilan atau atas permintaan pemilik HGU.
HGU yang dimiliki pengusaha saat ini, didapat dengan proses yang sesuai dengan hukum yang berlaku. Mulai dari izin lokasi, ganti rugi atas tanah yang disaksikan tim yang dibentuk pemda. Serta tahap pengukuran ulang untuk kemudian mendapatkan rekomendasi kepengurusan HGU.
Kesemua proses tersebut disaksikan oleh lurah, camat, bupati, bahkan izin prinsip hingga ke tingkat menteri. Barulah BPN mengukur ulang dan terbitlah HGU.
"Kalau pengusaha merebut tanah rakyat, tinggal buktikan saja di pengadilan. Bukan dengan menggelar demo," kata Yusuf.
Investor yang datang ke Lampung, kata Yusuf, sebaiknya disikapi dengan baik. Karena masuknya investor tentu berimplikasi pada meningkatnya ekonomi daerah setempat dan membuka lapangan pekerjaan.
"Kalau ingin rakyatnya makmur, harusnya pengusaha juga diberi kepastian berinvestasi oleh pemerintah, jangan malah menghancurkan lapangan kerja yang sudah ada," ujarnya.
Sebelumnya, kuasa masyarakat adat Lima Turunan, Tien Kartika, mengaku sudah memenuhi semua persyaratan untuk pengukuran ulang HGU. Mulai dari tingkat pemda, BPN pusat, hingga pengadilan. (WIN/E-2)
Lampung Post Rabu 18 Januari 2012

TPF Mesuji Gagal


BANDAR LAMPUNG (Lampost): Tim Pencari Fakta (TPF) kasus Mesuji dinilai gagal menjawab pokok persoalan. Rekomendasi TPF menjauhkan tanggung jawab Pemerintah Pusat dan daerah dalam memenuhi hak-hak agraria warga negara.
------------------------------------------------------
Deputi Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Iwan Nurdin di Jakarta, Selasa (17-1), mengatakan rekomendasi kasus Mesuji yang disampaikan Ketua TPF Denny Indrayana, Senin (16-1), mencerminkan pemahaman pemerintah soal konflik agraria dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) sangat memprihatinkan.
Menurut Iwan, ada dua persoalan Mesuji terkait perkebunan sawit, yakni penerbitan hak guna usaha (HGU) di atas tanah masyarakat dan penerima plasma perkebunan bukan yang berhak. "Soal tersebut adalah pemicu konflik utama, yang mengakibatkan pamswakarsa, karyawan, dan aparat kepolisian beradu dengan masyarakat sekitar. Mustahil menyelesaikan sengketa tanpa menghormati hak-hak korban. Rekomendasi tidak menyentuh hal ini sama sekali," kata Iwan.
Terkait kasus Register 45 dengan mengalihkan isu ke persoalan spekulan tanah dan penduduk asli tidak asli, tidak dikenal dalam UUD 1945. "Keseluruhan rekomendasi kasus tidak menyentuh sama sekali soal-soal pelanggaran perusahaan dalam memperoleh hak guna usaha perkebunan dan SK HTI kehutanan," kata Iwan.
Cakupan rekomendasi TPF, menurut anggota Komisi I DPRD Provinsi Lampung Watoni Nurdin, sangat luas dan tidak menyebut desakan agar penyelesaian konflik agraria dalam waktu dekat. "Tidak ada prioritas penyelesaian kasus Mesuji, padahal persoalan Mesuji krusial," kata Watoni.
Rekomendasi juga tidak mengadopsi pemikiran dari daerah, termasuk yang disampaikan Komisi I DPRD Lampung. Kesan lainnya, TPF mengabaikan rekomendasi Pansus DPRD Lampung terkait penggunaan dan penyalahgunaan hutan register.
Menurut Watoni, kelemahan rekomendasi TPF adalah tidak adanya desakan kepada Presiden untuk menindaklanjuti secepatnya. Idealnya, lanjut Watoni, dalam waktu satu bulan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) harus mengambil langkah penyelesaian konflik agraria. "Pemerintah Pusat jangan hanya cepat membentuk TPF, tetapi cepat juga menindaklanjuti rekomendasi tim," ujarnya.

Laksanakan Rekomendasi
Satu dari enam rekomendasi kasus Mesuji menyebutkan pemerintah daerah diminta membantu anak-anak para korban konflik, terutama di bidang pendidikan. Mengenai hal ini, Pemerintah Provinsi (pemprov) Lampung menyatakan siap menjalankannya. Sedangkan hak-hak lain seperti hak sebagai warga negara yang memiliki kartu tanda penduduk (KTP) atau hak atas pembangunan bisa diberikan jika perambah keluar dari kawasan hutan.
"Kalau pendidikan atau kesehatan bisa dibantu karena itu bagian kemanusiaan. Akan diupayakan di APBD, tapi kalau tidak bisa mungkin di APBD Perubahan," kata Sekretaris Provinsi (Sekprov) Lampung Berlian Tihang, usai menghadiri rapat koordinasi penyelesaian persoalan PT AWS di Ruang Abung Balai Keratun, Selasa (17-1).
Menurut Berlian, banyak perambah menjadi korban karena mengeluarkan uang untuk membeli lahan di kawasan hutan. Pemerintah berupaya menyiapkan dana transportasi untuk mereka keluar dari hutan dan bantuan modal untuk memulai usaha di luar kawasan hutan. "Nanti kami carikan jalan keluarnya. Namun, perambah harus tetap dikeluarkan dari kawasan hutan," kata Berlian. (WAH/LIN/U-1)
Lampung Post Rabu 18 Januari 2012

Rekomendasi TPF Normatif


BANDAR LAMPUNG (Lampost): Rekomendasi Tim Pencari Fakta (TPF) Mesuji dinilai terlalu normatif dan tidak sesuai dengan harapan masyarakat.

------------------------------------------------------------

TPF yang dibentuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Senin (16-1), melaporkan hasil investigasi kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Register 45 Desa Sritanjung, Kabupaten Mesuji, Lampung. Kemudian di Desa Sodong, Kecamatan Mesuji, Sumatera Selatan.

Ketua TPF Denny Indrayana mengatakan banyak temuan baru diperoleh setelah mengumpulkan data lewat wawancara, dokumentasi data, investigasi, dan meminta pendapat para ahli. Hasilnya, ditemukan pembiayaan dari perusahaan dalam penertiban kawasan hutan dan pengamanan perkebunan. "Ini menjadi pola umum biaya operasional keamanan setiap perusahaan," kata Denny.

Konsekuensinya, aparat cenderung berpihak kepada perusahaan dalam konflik tersebut. Aparat belum menerapkan prosedur tetap sehingga kurang tepat dalam penggunaan kekuatan saat menangani massa. "Ini perlu diperbaiki agar profesional dalam bekerja," ujarnya.

Terkait konflik di tiga tempat itu selama periode 2010—2011, sebanyak sembilan orang tewas. Perinciannya, masing-masing satu tewas di Register 45 Desa Sritanjung, Lampung, dan tujuh tewas dalam kasus bentrok di Desa Sodong, Sumatera Selatan, yakni lima dari pihak PT Sumber Wangi Alam (SWA) dan dua dari masyarakat.

Khusus kematian Made Asta di Register 45, TPF menemukan video baru yang berbeda dengan yang tersebar ke masyarakat. Denny memberi rekomendasi agar dilakukan penindakan terhadap pemutar video pembantaian di depan Komisi III DPR pada 13 Desember 2011.

Pasalnya, ada bagian video yang terjadi di tiga tempat saat ditelaah dan dikonfirmasi kepada ahli IT tidak benar. Namun, dia mengakui terjadi pemenggalan dan ada bagian yang benar. Lalu, ada yang digabungkan untuk mendramatisasi keadaan.

Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Djoko Suyanto mengatakan ada pihak tertentu yang mencoba mengambil untung dalam konflik di Mesuji. Dia menuding orang-orang tersebut berada di balik pihak yang ikut memperkeruh keadaan, padahal tidak terkait langsung dalam kasus itu.

Terlalu Normatif

Menanggapi rekomendasi tersebut, dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung Wahyu Sasongko menilai terlalu normatif. Dia menilai soal Komnas HAM yang diminta menyelidiki tidak perlu dimasukkan dalam rekomendasi. "Tanpa rekomendasi, itu tugas Komnas HAM. Tidak perlu diajari, Komnas HAM pasti mengarah ke sana," kata Wahyu, Senin (16-1).

Dia menilai rekomendasi yang menyebut peran pemda sangat kecil. Padahal, persoalan di lapangan mengharuskan keterlibatan pemda. Apalagi sengketa lahan menjadi domain utama kasus Mesuji. Wahyu mengatakan tuntutan warga sebagian besar soal hutan tanaman industri (HTI) dan hak guna usaha (HGU).

Menurut Wahyu, rekomendasi tidak sesuai harapan masyarakat. "Kalau rekomendasi semacam itu dengan studi dokumenter saja bisa. Tidak perlu ke lapangan."

Masyarakat kini tinggal melihat sikap DPR terhadap kasus itu. "Dengan beberapa komisi di DPR turun ke lapangan, bisa mengomparasi hasil rekomendasi. Cuma, dalam iklim politik sekarang, khawatir kasus itu dipolitisasi," kata Wahyu. (ASP/U-1)

TGPF Sampaikan Laporan Akhir di Mesuji

JAKARTA (Lampost.com): Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Mesuji mengumumkan laporan akhir kasus Mesuji. Laporan TGPF menyebutkan adanya pemenggalan orang di Mesuji, namun bukan seperti yang ada di dalam video yang selama ini beredar.

"Dalam video ada bagian yang benar, namun ada beberapa bagian setelah dicek berdasar ahli dan temuan di lapangan tidak ada. Bukan berarti di Mesuji tidak ada pemenggalan," terang Ketua TGPF, Denny Indrayana, dalam jumpa pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Senin (16-1).

Selain memberikan laporan akhir hasil temuan mereka TGPF juga memberikan rekomendasi. Rekomendasi tersebut berupa rekomendasi kasus dan rekomendasi kebijakan yang harus dilaksanakan oleh para pemangku kepentingan.

Inilah temuan yang disampaikan TGPF dalam laporan akhirnya:

1. Terjadi konflik dan sengketa lahan di 3 tempat, yaitu Desa Sodong, Kecamtan Mesuji, Sumsel; Wilayah Register 45 dan di Desa Sritanjung, Kabupaten Lampung.

2. TGPF menemukan dokumen pembiayaan penertiban kawasan hutan dan pengamanan kehutanan, yang dananya dari perusahaan. Ini perlu dibenahi karena mempengaruhi netralitas dan profesionalitas aparat keamanan.

3. TGPF menemukan adanya calo tanah di area perkebunan yang memanfaatkan ketidaktahuan warga mengenai pemanfaatan tanah.

4. Mengenai video yang sempat diputar di DPR, ada bagian yang benar tapi ada juga bagian yang tidak benar, setelah dicek berdasar pendapat ahli dan temuan lapangan. Yang tidak benar dari video tersebut adalah bagian tersadis yang ada di lapangan, tapi bukan berarti tidak ada pemenggalan. Hanya saja pemenggalan orang itu tidak se[erti yang terekam di video itu.

5. Terkait dengan aksi penanganan warga, TGPF menilai belum diterapkan prosedur Kapolri terkait tindakan pengamanan oleh pihak kepolisian yang berada di lapangan.

6. Ditemukan sebuah video baru tentang proses penertiban di wilayah Register 45, jatuh korban tewas bernama Made Asta. Perlu pendalaman kronologi tentang peristiwa tersebut Made Asta, Komnas HAM perlu memastikan ada pelanggaran HAM atau tidak.

7. Total korban jiwa akibat peristiwa tersebut ada 9 orang, satu di wilayah Register 45 atas nama Made Asta, di wilayah Desa Sritanjung atas nama Zaelani, dan 7 orang di Desa Sodong; 2 dari masyarakat dan 5 orang dari pihak pengamanan. (DTC/L-1)

Thursday, January 5, 2012

KONFLIK AGRARIA : KCMU Memanas, Petani Dibacok

KRUI (Lampost): Sehari setelah upaya Pemkab Lampung Barat memediasi konflik antara petani dan manajemen PT Karya Canggih Mandiri Utama (KCMU), Bengkunat, Lampung Barat, tidak membuahkan hasil, kondisi di perkebunan kelapa sawit itu kembali memanas. (KCMU-Petani Gagal Bersepakat, Lampung Post, Kamis [5-1])
Kemarin, Agus Tedi (35), petani warga Pagarbukit, Bengkunat, menjadi korban pembacokan sekelompok orang yang diduga anggota pengamanan swakarsa. Ismoyo, perwakilan petani, mengatakan korban Agus Tedi luka di tangan kiri dan mendapat 31 jahitan. Kemudian lima jahitan akibat tusukan di punggung dan dadanya dipukul dengan batu.
Kejadian bermula ketika pagi itu sekitar delapan petani di areal perkebunan sawit di Pemangku Sangsadu, Pekon Sukamaju, memanen sawit. Namun, sampai perkebunan sawit, belasan orang melarang petani memanen sawit. Cekcok pun tak terhindarkan.
Petani menghubungi warga lainnya. Mendengar itu, belasan warga, termasuk Agus Tedi, mendatangi lokasi. Kedatangan mereka diserbu, dan Agus Tedi menjadi sasaran pembacokan. "Kalau tidak diselamatkan, Agus terus dibacok. Agus dibawa ke Puskesmas Banjaragung," kata Ismoyo.
Petani yang berlarian terus dikejar dan dilempari batu. Bahkan, beberapa warga yang bergotong royong membuat rumah tidak jauh dari lokasi juga dilempari. "Kapolres, Dandim, dan perwakilan Pemkab Lambar datang ke lokasi mendatangi warga untuk meredam situasi dan menghindari hal-hal yang tidak diinginkan," kata Kasubbag Humas Polres Lambar AKP Zulkarnain.
Menurut catatan Lampung Post, PT KCMU merupakan grup PT Barat Selatan Makmur Investindo (BSMI), Mesuji. Pada 10 November 2010, juga terjadi kerusuhan antara aparat keamanan BSMI dan warga yang merenggut satu korban tewas dan enam warga luka tembak.
Hingga kemarin, dua warga Desa Sritanjung korban konflik BSMI, yakni Muslim (18 tahun) dan Robin (18), masih dirawat di Bandar Lampung. (*/U-1)