Sunday, July 31, 2011

Dusun Kamulian, Terisolasi di Tengah Modernisasi

Gambar Ilustrasi


PESAWARAN—Miris dan menyedihkan. Di tengah kemajuan zaman dan modernisasi seperti sekarang, masih ada potret kehidupan warga yang belum terjamah fasilitas pembangunan dari pemerintah.

Kondisi ini setidaknya dapat tergambar dari peliknya kehidupan warga di Dusun Kamulian, Kalirejo, Kecamatan Negerikaton, Pesawaran. Sudah puluhan tahun sekitar 100 kepala keluarga (KK) di dusun ini hidup terisolasi.

Mengandalkan jembatan gantung yang terbuat dari potongan batang pohon kelapa sebagai jalur masuk utama, membuat aktivitas warga di dusun yang hanya terpisahkan waktu tempuh sekitar satu jam dari Kota Bandar Lampung dengan menggunakan motor ini menjadi terbatas.

Jembatan itu pun tidak bisa dilalui kendaraan roda empat. Padahal, dengan mayoritas aktivitas warga sebagai petani, kondisi ini jelas menghambat pertumbuhan perekonomian dalam hal pengiriman hasil bumi dan kebutuhan warga lainnya.

Lebih memiriskan, keberadaan jembatan gantung itu pun dibangun bukan karena sentuhan bantuan pemerintah, melainkan hasil swadaya murni dari warga.

"Sebenarnya ada jalur lain untuk masuk ke dusun ini, tapi kita harus memutar dengan selisih jarak tempuh sekitar tiga kilometer," kata Teguh, sesepuh di Dusun Kamulian, saat ditemui Lampung Post di rumahnya, Minggu (31-7).

Dari pengamatan Lampung Post, kondisi jembatan gantung ini sangat tidak representatif. Batang pohon kelapa yang menjadi alas jalan sudah ada yang terlihat patah dengan susunan yang tidak rapat alias tampak beberapa lubang.

Maklum, jembatan gantung ini konon sudah dibangun warga sejak sekitar 30 tahun silam. "Untuk perawatan jembatan gantung ini, dana dan tenaga berasal dari sumbangan serta gotong royong warga," kata Teguh.

Lokasi jembatan yang hanya berjarak sekitar 100 meter dari jalan Brantiraya ini memiliki peran yang sangat vital bagi mobilitas warga Dusun Kamulian.

Warga berharap pemerintah dapat berperan membangun sarana jembatan yang lebih representatif untuk memberikan kemudahan sarana arus transportasi. "Jika jembatan ini bagus, pasti tingkat pertumbuhan perekonomian warga juga akan lebih baik. Kami sudah lama mendambakan hal itu, " ujar Teguh. (IYAR JARKASIH/D-3)

Konflik Gajah-Manusia,Kanal akan Dinormalisasi



SUKADANA (lampost): Kementerian Kehutanan RI dan Balai Taman Nasional Way Kambas (TNWK) akan melakukan normalisasi kanal sepanjang 29 km pada kawasan Taman Nasional itu. Hal itu dilakukan karena kerusakan kanal menyebabkan konflik gajah dan manusia terus berlanjut.

Kepala Balai TNWK Awen Supranata, didampingi Kabag Humas Dede Mulyadi mengatakan pada anggaran 2011 dan 2012, Kementerian Kehutanan bersama Balai TNWK akan merenovasi kanal sepanjang 29 km. Kanal itu membentang dari Kecamatan Purbolinggo—Kecamatan Way Jepara.

"Normalisasi kanal sepanjang 29 km pada kawasan TNWK sudah beberapa kali dibahas di tingkat Pusat. Insya Allah pada anggaran 2011 dan 2012 dapat terealisasi," kata Awen di ruang kerjanya, Rabu (13-7).

Mantan Kepala Balai Taman Nasional Laut Bunaken, Manado, Sulawesi Utara, itu juga mengatakan perbaikan kanal memang harus segera dilaksanakan. Sebab, tanggul pembatas antara kawasan hutan dengan 22 desa penyangga saat ini telah memprihatinkan.

Akibat kerusakan itu puluhan gajah liar leluasa merangsek perladangan maupun permukiman warga. "Selama enam bulan terakhir paling tidak 17 kali terjadi konflik. Tiga kali di antaranya puluhan gajah liar melintas di jalinpantim," kata dia.

Jika kanal atau tanggul selesai diperbaiki, diharapkan antara gajah dan manusia dapat ditekan seoptimal mungkin. "Saya berharap jika kanal itu telah dinormalisasi, konflik gajah liar dengan warga yang tinggal sekitar kawasan hutan segera berakhir," kata dia.

Ladang Pakan

Selain normalisasi kanal, ujar Awen, Kementerian Kehutanan bersama Balai TNWK juga akan membuat perladangan pakan gajah liar seluas 100 ha.

Nantinya perladangan pakan gajah itu akan ditanami beragam jenis tanaman hutan yang disukai gajah. Sehingga kawanan hewan berbelalai panjang itu tak lagi merangsek perladangan maupun permukiman warga.

"Hasil pengamatan kami, konflik itu terjadi karena gajah liar menganggap pakan di luar lebih baik ketimbang di dalam hutan. Untuk itu, kami juga akan membuat perladangan pakan gajah seluas seratus ha," kata dia.

Awen menambahkan Balai TNWK terus menggalakkan pamswakarsa bersama warga 22 desa yang tinggal di sekitar hutan penyangga. Selain itu, pihak TNWK juga melibatkan sejunmlah elemen masyarakat maupun organisasi nonpemerintah.

"Sebelum kanal selesai direnovasi, kami terus menggiatkan pamswakarsa yang melibatkan berbagai elemen masyarakat," kata Awen.

Sementara itu, terkait dengan kejahatan pada kawasan TNWK, Awen mengatakan banyak kejahatan di taman seluas 125 ribu ha itu. Misalnya kejahatan penebangan pohon (illegal logging), perburuan satwa (illegal trade), pencurian ikan (illegal fishing), dan sejumlah kejahatan lain.

"Baru-baru ini anggota saya mendapatkan tumpukan kayu jenis gelam di salah satu titik hutan. Oleh sebab itu, kami akan terus memperketat operasi atau patroli rutin," kata Awen. (DIN/D-3)

Sumber : Lampung Post Online

Gubernur Ikuti Acara ‘Belangighan’



BANDAR LAMPUNG (Lampost): Masyarakat adat Lampung menggelar pawai budaya belangighan menyongsong bulan suci Ramadan, Minggu (31-7). Diikuti Gubernur Lampung Sjachroedin Z.P., acara ini diawali dengan membakar jerami kemudian membasuh muka dengan air bunga melur.

Sejak pagi, Jalan Dr. Susilo yang biasanya ramai tampak sepi pada Minggu (31-7). Ruas jalan yang melintasi kompleks perkantoran Wali Kota Bandar Lampung, Hotel Marcopolo hingga Mahan Agung disterilkan.

Sekitar pukul 08.00, peserta pawai berkumpul di depan Mahan Agung. Mulai dari sekelompok muli mekhanai Lampung, pengurus organisasi Lampung Sai, anggota Majelis Penyimbang Adat Lampung, siswa sekolah hingga puluhan tukang becak siap membentuk arak-arakan.

Beberapa saat kemudian, Mawardi R. Harirama memberikan sambutan. Ia menjelaskan maksud dan tujuan terselenggaranya parade budaya itu untuk menyambut Ramadan. Jika menilik catatan sejarah, peristiwa hari ini merupakan pergelaran untuk pertama kalinya.

"Seingat saya baru pertama kalinya Pemerintah Provinsi Lampung mengagendakan secara resmi kegiatan belangighan ini bersama Lampung Sai dan Majelis Penyimbang Adat Lampung. Mudah-mudahan dapat diteruskan ke depan dan menginspirasi semua kepala daerah di Lampung," ujarnya.

Sementara itu, Gubernur Lampung Sjachroedin Z.P. menyambut baik penyelenggaraan itu. Meskipun persiapannya mendadak, kegiatan yang diinisiasi Lampung Sai dapat terealisasi. Gubernur mencanangkan kegiatan ini akan terus dilakukan di masa-masa mendatang.

"Ada beberapa manfaat dari kegiatan ini, selain bernuansa ibadah menyambut bulan suci Ramadan, juga merupakan upaya untuk menjaga tradisi nenek moyang orang Lampung yang sudah dilakukan masyarakat secara turun-temurun," kata Gubernur.

Sjachroedin menambahkan ke depan kegiatan ini tidak hanya diisi oleh upacara menyambut Ramadan masyarakat Lampung, dapat pula mengikutsertakan suku-suku lainnya, seperti Padang, Jawa, Palembang, dan Batak.

Ia mengatakan jika kegiatan ini digarap secara serius, pawai budaya spiritualitas ini dapat memberi nilai tersendiri bagi Provinsi Lampung, khususnya untuk bidang pariwisata dan budaya, sehingga kegiatan ini dapat menjadi salah satu objek wisata di Lampung.

Kadarsyah Isra, selaku ketua Majelis Penyimbang Adat Lampung (MPAL), menjelaskan upacara belangighan merupakan kegiatan bersuci dari masyarakat Lampung dalam menyambut bulan suci Ramadan. Kegiatan ini biasa dilakukan dengan mandi bersama di kali ataupun sungai di dekat kampung.

"Sudah merupakan sunah bagi umat muslim untuk menyambut Ramadan dengan bersuci. Begitu pun halnya dengan masyarakat Lampung. Bersuci ini dilakukan dengan upacara belangighan. Harapannya sebelum Ramadan kita terbebas dari dosa dan dapat kembali suci," kata dia.

Parade dilakukan mulai dari Mahan Agung hingga kolam renang Stadion Pahoman sebagai tempat akhir tujuan pawai dan tempat upacara belangighan atau mandi. Sebelumnya Kapolda Lampung Brigjen Sulistyo Ishak memecahkan kendi sebagai tanda dimulainya parade.

Di kolam renang Stadion Pahoman, upacara belangighan secara simbolis dimulai oleh Gubernur Lampung, Kapolda Lampung, dan Komandan Lanud Astra Ksetra Letkol Pnb. Dodi Fernando yang membakar merang atau jerami kemudian membasuh dahi dengan air bunga melur.

Membakar jerami merupakan simbol dari terbakarnya dan musnahnya dosa-dosa di masa lalu, sementara air bunga melur menandakan Ramadan harus dihadapi dengan wangi dan bersih. Sedang menceburkan diri ke sungai adalah membebaskan tubuh dari hadas kecil dan besar. Dengan demikian, jiwa dan raga kita benar-benar siap menghadapi Ramadan. (MG1/S-1)
Sumber : Lampung Post Online

Friday, July 1, 2011

Walah, Duit Orang Miskin Habis untuk Beli Rokok


Jakarta - Salah satu ciri orang miskin adalah menghabiskan sebagian besar pendapatannya untuk membeli pangan. Sayangnya untuk di Indonesia, pengeluaran terbesar kedua orang miskin ternyata adalah untuk membeli rokok.

"Ciri orang miskin pengeluaran makanan lebih tinggi dibandingkan yang lain dan orang bukan miskin," ujar Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Rusman Heriawan dalam jumpa pers di kantornya, Jalan Dr. Sutomo, Jakarta, Jumat (1/7/2011).

Berdasarkan data BPS, Rusman menyampaikan selain untuk membeli beras, penghasilan orang miskin dikeluarkan untuk membeli rokok. Untuk membeli beras, masyarakat miskin di kota menghabiskan 25,44 persen, sedangkan masyarakat desa menghabiskan 32,81 persen. Sementara untuk rokok, masyarakat miskin di kota mengeluarkan 7,7 persen dan di desa 6,3 persen.

"Ya, ini yang mengecewakan ya, dua terbesar pengeluaran malah dihabiskan untuk rokok. Padahal rokok gak ada kalorinya," tegasnya.

Untuk komoditi lain, sumbangan terbesar garis kemiskinan adalah telur ayam ras 3,41 persen di perkotaan dan 2,47 persen untuk pedesaan, gula pasir 2,84 persen untuk perkotaan dan 3,89 persen untuk pedesaan, mie instan 2,73 untuk perkotaan dan 2,33 persen untuk pedesaan.

Sementara komoditi bukan makanan yang memberi sumbangan besar untuk garis kemiskinan adalah biaya perumahan dimana biaya terbesar dikeluarkan bagi masyarakatkan miskin di perkotaan yaitu 8,85 persen sedangkan di pedesaan sebesar 6,653 persen, listrik perkotaan 3,48 persen dan pedesaan sebesar 1,92 persen, pendidikan 2,77 persen di perkotaan dan 1,45 persen untuk perdesaan. Angkutan 2,61 persen di perkotaan dan 1,25 persen di desa, bensin 2,02 di kota dan 1,54 persen di desa.

"Jadi untuk yang komoditi bukan makanan, di kota lebih besar, karena untuk angkutan dan bensin, masyarakat kota lebih mobile," pungkasnya.

Sumber : Detik News.