Thursday, June 25, 2015

ANTARA CETIK DAN GAMOL LAMPUNG

Hasyim Gamol, di mata saya nama ini sudah akseptable, nama yang telah diterima kehadirannya dan eksis di mata masyarakat pewaris budaya Lampung khususnya pewaris seni tabuh yang terbuat dari bambu dan tersedia 7 pilihan nada di alat seni tradisional itu, gamol demikian para pewaris itu biasa menyebutnya, cetik belakangan nama yang diperkenalkan oleh berbagai pihak, semula bagi penikmat seni tradisional ini apakah disebut gamol ataupun ceti tidaklah menjadi persoalan. Yang jelas Lampung dahulu memiliki semacam alat seni musik dan barangnyapun masih mudah untuk menemukannya, real sebagai warisan budaya yang akan membanggakan kita semua.Jasa Hasyim Gamol tidak terpungkiri karena beliau telah membawa warisan yang tak ternilai ke ranah akademis, nampaknya beliau menjadikan alat musik yang satu ini sebagai judul thesis S2 nya, dan thesis ini dinyatakan lulus oleh para Penguji. Maka Hasyim Gamol juga sangat layak bila disebut akademisi.

Adalah sangat mengejutkan bila Hasyim Gamol lalu akan menarik nama Gamol Lampung dari nama bagi alat musik ini hanya lantaran pada acara Tabur Trans 7 me-



BAHASA DAERAH

Harmoko.

INDONESIA memiliki 726 bahasa daerah, namun baru 456 yang berhasil dipetakan. Bahasa daerah yang belum berhasil dipetakan itu kemungkinan telah punah karena tidak ada penuturnya lagi.
Sebagaimana data di Badan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, dari 456 bahasa daerah yang berhasil dipetakan tersebut, jumlah pemakai yang lebih dari satu juta orang hanya 13 bahasa, antara lain bahasa Jawa, bahasa Sunda, bahasa Bugis, bahasa Minang, dan bahasa Bali.

Kepunahan bahasa daerah antara lain disebabkan oleh pemakainya yang semakin sedikit. Biasanya, bahasa daerah itu hanya dikuasai oleh para orang tua. Sedangkan anak-anak dan cucunya rata-rata menggunakan bahasa Indonesia dan bahkan bahasa asing.


Bisa dipahami, mengingat secara konseptual bahasa akan bertahan apabila memiliki sistem penulisan sebagai fasilitas untuk merekamnya dalam media selain lisan. Ketika bahasa hanya dituturkan, tidak direkam pada media selain lisan, sedangkan penuturnya semakin berkurang, maka kepunahannya pun tinggal menunggu waktu.