Friday, January 25, 2013

Banjir Mesuji Balita tewas Tenggelam



MESUJI (Lampost.co) : Meluapnya sungai di Mesuji akibat hujan lebat kembali menelan korban jiwa, setelah sebelumnya merenggut nyawa seorang gadis belia bernama Roida (14) warga Desa Budiaji Kecamatan Simpangpematang, kini seorang balita bernama Reza Aksa Mahesa Bin Herdi (4) warga Desa Wirabangun Kecamatan Simpangpematang yang tewas setelah tertelan ganasnya arus sungai Kali Abang yang sedang meluap, Jumat (25-1).

"Anak itu kabarnya sedang mengikuti pamannya memancing di Sungai Kaliabang yang memang sedang meluap karena diguyur hujan. Mungkin terpeleset, anak itu tercebur kedalam sungai yang langsung menelan anak itu. Anak itu tenggelam sekitar pukul 09:00, setelah puluhan masyarakat berbondong-bondong mencari keberadaan si anak, barulah sekitar pukul 11:00 siang, anak malang itu berhasil ditemukan tersangkut didahan pohon berjarak lebih dari 100 meter ke lokasi dimana anak itu tercebur," jelas Heriyanto warga Wirabangun.

Kini, Jenazah Reza sudah di makamkan di Desa Wirabangun disertai isak tangis orang tua juga tetangga korban. Dari pemantauan Lampost.co, akibat dari hujan deras yang mengguyur wilayah Mesuji dalam tiga hari ini, seluruh sungai yang ada di Mesuji kini meluap dan memiliki arus yang cukup deras. (UAN/L-1)
Sumber : Lampost, 26 Januari 2013

Sunday, January 13, 2013

Korem 043 Petakan Konflik Lampung



BANDAR LAMPUNG (Lampost.co): Korem 043 Garuda Hitam Lampung memetakan situasi konflik di Provinsi Lampung terutama yang merupakan konflik laten.

"Konflik yang terjadi di Lampung setiap saat pasti ada, dan pemicu konflik itu biasanya bermula dari hal yang kecil," kata Komandan Korem 043/Gatam Kolonel CZI Amalsyah Tarmizi, di Bandarlampung, Senin (26-11).

Ia menjelaskan, beberapa konflik yang kerap terjadi antara lain di Kabupaten Lampung Selatan, kemudian sengketa lahan di Mesuji, lalu konflik horizontal di Lampung Timur antara masyarakat Jabung dengan kampung sekitarnya, dan di Kabupaten Lampung Tengah.

"Konflik yang terjadi di Lampung seperti arisan, selesai satu muncul di tempat lainnya, begitu terus terjadi secara bergiliran," kata dia lagi.

Selain konflik laten itu, menurut Amalsyah, ada persoalan baru di Lampung, seperti persoalan pelaksanaan pilgub dan yang terbaru persoalan upah minimum provinsi (UMP) di berbagai wilayah dan kemungkinan akan bergejolak pula di Lampung.

"Ini bahaya laten yang akan muncul jika kita tidak jeli dalam
penanganannya," kata dia lagi.

Konflik laten tersebut, menurut dia, jika ditelusuri ke belakang, pemicunya salah satunya adalah tingginya angka kriminalitas yang bermula dari kesenjangan ekonomi dan kesenjangan sosial.

Ke depan, Korem Gatam 043 berupaya memperkenalkan masyarakat dengan masyarakat lainnya dengan mengadakan sebuah agenda pertemuan hiburan yang melibatkan antarmasyarakat di daerah ini, sehingga diharapkan dapat saling menyatu. (ANT/L-4)

Masih Layakkah Merak-Bakauheni



Cuaca buruk dan banjir kembali melumpuhkan arus lalu lintas Jawa-Sumatera. Seperti langganan, setiap musim penghujan, gelombang tinggi, dan cuaca buruk, ribuan kendaraan di jalan tol Jakarta-Merak dan jalan lintas Sumatera, Bakauheni, menumpuk.

Penumpukan truk pengangkut komoditas dari Jawa ke Sumatera dan sebaliknya, seolah menjadi pemandangan rutin, seperti dalam sepekan terakhir. Celakanya, semua pihak mencari pembenaran dengan kondisi alam.

Manajemen jalan tol Jakarta-Merak, seolah-olah mendapat pembenaran ketika banjir merendam sejumlah ruas jalan tak dapat dilalui. Kita lalu bertanya, kenapa kejadian terulang dan tak ada solusi. Kondisi ini jauh berbeda, ketika banjir merendam jalan tol menuju Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Banten.

Tanpa menunggu lama, sejumlah ruas jalan yang langganan banjir langsung ditinggikan dan diberi penangkis banjir, sehingga cerita kendaraan tertahan karena banjir tidak terjadi lagi. Kenapa perlakuan serupa tidak dilakukan di jalan tol Jakarta-Merak? Bukankah jalan itu urat nadi perekonomian dua pulau berpenghungi terbesar di negeri ini?

Dari sisi infrastruktur penyeberangan, kita juga layak bertanya, masih layakkah Pelabuhan Penyeberangan Merak-Bakauheni dipertahankan. Pelabuhan Merak memiliki sejarah panjang sebelum akhirnya menjadi pelabuhan penyeberangan tersibuk di negeri ini.

Sejak resmi beroperasi 1 Juni 1981, lintasan penyeberangan Merak-Bakauheni nyaris selalu gagal mengantisipasi perkembangan dan penambahan volume kendaraan. Bukan hanya volume bertambah, tapi ukuran kendaraan yang menyeberang juga makin panjang dan besar.

Namun bila kita cermati, armada kapal penyeberang yang ada hanya 16 dari 33 unit yang mampu beroprasi dalam kondisi cuaca buruk. Belum lagi penambahan penyebarang jalan kaki dan sepeda motor.

Fasilitas di Pelabuhan Merak belum sepenuhnya memberikan kenyamanan bagi penumpang pejalan kaki yang jumlahnya mencapai 100.000 orang per bulan. Saat ini, penumpang pejalan kaki yang baru turun dari bus di Terminal Terpadu Merak (TTM) harus berjalan kaki hingga 300-an meter sebelum tiba di loket pembelian tiket.

Memang, pemerintah sudah merancang pembangunan Jembatan Selat Sunda (JSS) sebagai solusi peningkatan arus lalu lintas Jawa-Sumatera. Namun di tengah kontroversi yang muncul, pemerintah layak mencari alternatif, jika rencana JSS molor atau bahkan gagal.

Wacana menambah kapal besar dan membuka pelabuhan baru seperti di Ketapang, Lampung Selatan, layak dipertimbangkan dan dikaji sejak dini. Mimpi dan ambisi membangun JSS, memang harus terus dipelihara, tapi terus berdebat apakah JSS tepat atau tidak, bukan solusi yang diharapkan oleh khalayak.

Sebagai rencana jangka panjang, JSS memang harus tetap digelorakan. Namun penanganan jangka pendek untuk memperlancar arus lalu lintas Sumatera-Jawa, tidak lantas dilupakan. Misalnya, dengan membangun dermaga baru, menambah kapal, dan memperbaiki jalan tol agar bebas banjir.