Wednesday, July 18, 2012

Menetaskan Telur di Ujung Tanduk

Hardi Hamzah
Peneliti Mahar Indonesia Foundation


TRANSFORMASI sosial bagi seorang Udo Z. Karzi, tampaknya bukanlah sekadar fenomenal, melainkan ia lebih banyak memandangnya sebagai ruas kehidupan yang mengasyikkan.

Ini terlihat dalam kumpulan kolom (nuansa)-nya yang terbilang banyak dalam bukunya Mamak Kenut, Orang Lampung Punya Celoteh (diterbitkan Indepth Publishing, Bandar Lampung, Juni 2012). Dalam buku ini, Udo mengintrodusasi fenomena perubahan menjadi fenomenal dalam lakon para tokoh khas daerah Lampung Mamak Kenut dan konco-konconya. Dari sinilah kemudian mengalir nafas sosiopolitik yang ditekuk-tekuk oleh kesejarahan zaman kebebasan era reformasi.

Bahasanya yang tumpah dari baskom lakon dinamisasi sosial, politik, budaya, dan seabrek lagi kencan-kencan interaktif, mengingatkan saya dengan rubrik secangkir kopi yang diasuh Emha Ainun Nadjib dalam surat kabar Masa Kini Yogyakarta (1988), dan atau sketsa-sketsa lainnya yang telah dipaparkan Djadjat Sudradjat dalam pengantar buku ini.



Promosi Lampung

Udo Z. Karzi alias Zulkarnain Zubairi seakan memayungi budaya Lampung lewat para tokoh-tokoh yang ditawarkannya. Udo yang memenangkan hadiah Sastra Rancage 2008 lewat buku puisinya Mak Dawah Mak Debingi (2007), sungguh concerned dengan budaya Lampung, meskipun budaya Lampung terus-menerus tercabik-cabik oleh zamannya.

Oleh karena itu, buku setebal 226 halaman ini memberikan kontribusi untuk melestarikan budaya Lampung (meskipun Udo hanya melalui nama-nama tokoh ansich), yang pada gilirannya menjadi amat penting.

Pada titik inilah, kita merasakn betapa gigihnya Udo Z. Karzi memperjuangkan budaya Lampung melalui kesusastraan dan esai-esai. Ini setidaknya bila kita rasakan makin "gombalnya" orang Lampung sendiri yang kerap menjadikan tradisi dan budayanya secara temporer, bahkan mengaduk-aduknya dalam kiasan yang centang-perenang di TVRI dan merampoknya lewat lakon seremoni para birokrat.

Itulah sebabnya, budaya Lampung, kini bak telur di ujung tanduk yang siap diremas siapa saja dengan alasan idiom "Lampung itu Indonesia Mini", "Orang Lampung Sangat Terbuka" dan seterus dan seterusnya, yang tanpa terasa idiom ini justru menggeser setting sosial budaya Lampung kehilangan pakemnya.

Dus, Udo Z. Karzi jauh dari ingin meremas telur yang telah di ujung tanduk itu, tetapi ia berusaha menetaskannya agar beranak-pinak dan besar serta memberikan benefit tersendiri. Apalagi bila buku yang meskipun hanya kumpulan nuansa ini diterjemahkan dalam bahasa Lampung, barangkali saja telur yang telah di ujung tanduk itu benar-benar bisa menetas dan menjadi "anak ayam" kebudayaan Lampung yang makin mahal harganya.

Kumpulan tulisan yang terasa basah ini, menjual suatu strategi sendiri bagi jalan pintas untuk mempromosikan Lampung tidak dengan seremoni. Menguatnya celotehan para lakonnya menghidupkan api tradisi Lampung dalam dimensi kebudayaan.

Ya, Tampaknya Udo merasakan betul, bahwa kebudayaan Lampung, apa pun juga alasannya makin "dikeringkan" oleh birokrat. Bahkan, diperalat menjadi komoditi politik, sementara Udo Z. Karzi terus menerus mentransformasikannya, meskipun sekecil apa pun premis-premis yang disajikannya.

Di sini mengingatkan kita pada Trotzky yang memperpanjang napas Rusia melalui polemik kesusasteraan Rusia, yang kemudian dikalkulasikan ulang oleh St. Takdir Alisjahbana dan Syahrir dalam polemik kebudyaan pada paruhan kedua tahun 30-an.



Telur Kebudayaan

Kendati namanya juga celoteh Udo Z. Karzi, harus diakui bahwa kehendaknya untuk menyelamatkan budaya Lampung yang telah diujung tanduk itu sedemikian dinamis. Biarlah "telur kebudayaan" bergelayut, singkirkan tanduknya dan eramkan telurnya dalam sosok-sosok yang sangat ngelampung.

Yang pada gilirannya kita dapat menimang-nimang kebudayaan Lampung sesuai dengan pakemnya. Karena bisa saja para penguasa di daerah ini memecahkan telur kebudayaan itu, atau mengambil atau menggeser tanduk sampai telur kebudayaan pecah dalam genggaman antara pepadun dan saibatin.

Kalaulah ini terjadi dan hal ini sangat mungkin, buku ini dapat menjadi fundamen atau kandang bagi ayam yang kemudian dapat menemukan induknya tersendiri. Bahwa, Lampung tidak hanya berada pada dikotomi pepadun dan saibatin, tetapi Lampung juga punya tokoh-tokoh jenaka yang patut diperkenalkan.

Di sini, Udo mengkajinya dengan jernih melalui buku ini sehingga lagi-lagi kita berharap agar "telur kebudayaan" yang telah di ujung tanduk itu benar-benar menetaskan kesadaran sublimatif, semisal kita tidak lagi malu berbahasa Lampung, muatan lokal (mulok) di sekolah tidak hanya mengenalkan aksara, dan last but not least para birokrat "tidak merampok kesenian dan budaya Lampung" semena-mena.

Selamat Do, teruskan pergulatanmu untuk menembus rusuk terdalam menyadarkan kita semua, bahwa Lampung kalau ingin besar tidak hanya lewat kosmopolitan, tetapi lewat sebongkah harapan yang diwujudkan lewat karya-karya.

Sumber : Lampost 17 Juli 2012

Tuesday, July 17, 2012

Membaca “Mamak Kenut” Antara Tiram Rek Sumor.


Membaca bukunya Udo Z. Karzi “Mamak Kenut Orang Lampung Punya Celoteh” hukumnya wajib bagi mereka yang ingin mengenal lebih banyak tentang masyarakat Lampung. Mamak kenut sebagai tokoh hayalan yang diperkenalkan orang orang tempo dulu memiliki karakteristik yang kuat sebagai tokoh yang inkonsistensi, tokoh yang tak segan berubah rubah, baik sikap bicara dan aktivitasnya. Tetapi karakternya yang kontroversi justeru membuatnya semakin popular. Kebiasaannya berbicara apa saja dengan celotehannya itu membuat si tokoh mampu hadir dalam segala aspek kehidupan masyarakat lampung. Itulah mamak kenut menurut siempunya cerita.

Mamak Kenut, Mat Puhit, Udien, Minan Tunja, Radin Mai Iwoh dan paman Takur adalah tokoh yang bisa bicara masalah apa saja yang mereka anggap penting untuk dibicarakan, mereka bisa bicara tentang olahraga, cinta, dan prilaku a social seperti cuplikan dialog berikut ini : “ Kacau pikir Mamak Kenut. Bagaimana mungkin olahraga bisa maju kalau kerjaan Pemerintah hanya membikin seloga” … (hal 7). “ Minan Tunja sibuk bersolek. Ia mau mencari sebentuk cinta yang tak juga mampir di hatinya yang tengah hampa” … (hal 18).“Sementara itu kepala Mamak Kenut langsung berdenyut denyut membaca berbagai lead berbagai koran hari itu … (hal 53).

Buku ini saya harap merupakan buku pertamanya Udo Z Karzi, artinya akan ada buku kedua, ketiga dan seterusnya. Keisengan para tokoh di buku ini belum sepenuhnya dimunculkan penulis, ini baru sebagian kecil saja : “ ‘Nikmat’ kata Mamak Kenut begitu terbebas dari rasa sakit dan berhasil mengeluarkan udara dengan lancar. Mat puhit yang merasakan polusi udara segera menutup hidung serta memaki maki tak bis habisnya” … (hal 21) “Kebablasan adalah sebuah kemerdekaan, sekali waktu Mat Puhit mengeluarkan angina sebablas bablasnya. Meskipun Mamak Kenut menutup hidungnya, Ia tak harus memaki maki, tetapi malah berkata Good … good … good” … (hal 22). Banyak kontroversi yang dapat dilakukan oleh Mamak Kenut dan kawan kawan yang lebih cerdas, lebih konyol, tetapi secara kesatuan dan keutuhan cerita ini sebenarnya memiliki nilai yang pantas untuk kita renungkan bersama.


Pada buku ini ada 101 judul tulisan Udo Z. Karzi yang telah dimuat Harian Lampost sebelumnya. Seharusnya penulis juga menyelipkan beberapa tulisan baru yang sekalipun tidak dimuat oleh Lampost, tetapi memiliki peran penting, yaitu tulisan yang menautkan tulisan yang satu dengan tulisan tulisan lainnya agar tulisan ini menjadi lebih bersenyawa lagi. Penulis juga tidak sempat memperkenalkan karakter para tokoh tokoh yang dimunculkan, secara gamblang. Seharusnya masing masing tokoh itu memiliki karakter yang berbeda beda, bahkan bila perlu lebih bertentangan lagi, agar ekspressi pemikiran penulis dan masyarakat lainnya dapat lebih tertampung melalui karakter karakter mereka itu. Ada baiknya karakter para tokoh sudah dapat diperkenalkan di awal awal bahasan dalam buku ini.

Kalau buku ini ingin dikatakan mengangkat budaya Lampung, maka latar belakang pemikiran harus juga mengacu kepada falsafah Piil Pesenggiri, dengan melatar belakangi cerita ini dengan oemikiran filsafat daerah maka pembaca akan lebih merasakan keberadaan cerita ini di Lampung. Tidak cukup hanya itu, tetapi perlu juga lokasi dengan nuansa kelampungan lebih mengeksplotasi lokasi tertentu yang menatkan para pembaca ke daerah lampung, terkait sejarah, atau benda benda tertentu yang terpisahkan dengan Lampung.

Kalau penulis ingin tetaop mempertahankan lokasi Negarabatin tentu penulis harus kuat mengupayakannya, untuk memperluas cerita para tokoh sentral dipindahkan oleh penulis dari Negarabatin ke bandar Lampung, sehingga para tokoh tetapi telah bermental urban, kita berharap jangan sampai mental urban ini jangan sampai pembaca kita merasakan kehilangan atau kekurangan nuansa kekampungan Negarabatin. Walaupun pristiwa itu ada di Jakarta atau di Bandar Lampung, tetapi perumpamaan perumpamaan perumpamaan dan latar belakang pemikiran para tokoh hendaknya tetap konsisten mengekploitasi situasi kampung, sehingga suasana batin pembaca tetap terikat dan kembali ke Negarabatin untuk mendengarkan celoteh Mamak kenut dan kawan kawan. Oleh karenanya maka situasi Negarabatin juga sebaiknya telah diperkenalkan ditulisan awal buku ini. Dan nuansa Negarabatin tetap dipertahankan hingga ending.

Sebisa mungkin terdiri dari tokoh tokoh yang berusia panjang, tetap sering bertemu satu dengan yang lain, sehingga karakternya tetap hidup, untuk dapat dieksploitir oleh penulis. Saya tidak habis pikir mengapa Mat Puhit harus berpisah melancong ke Papua … (hal. 69), apa sih yang ingin dieksploitir di Papua itu. Dan mengapa pula Mat Puhit harus mati muda. Sebenarnya usia Mat Puhit harus dipertahankan untuk tetap hidup berpikir dan tetap berceloteh mendukung atau melengkapi celotehan Mamak kenut.

Kehilangan tokoh dalam suatu tulisan atau cerita, maka kita akan kehilangan karakter. Kehilangan karakter dalam menulis adalah sebuah musibah, hindari karakter yang sama pada tokoh yang baru dimunculkan, karena tak lazim. Meminjam istilah padang, " Nan hilang dapek bagabti, baganti indak kan sarupo, sarupo indak saparangai " walaupun tokohnya diganti tetapi “Indak kasarupo” walaupun sarupo tetapi “Indak Saparangai” Tulisan akan menjadi bagus manakala tokoh tokoh itu selain tidak serupa, juga mereka jangan seperangai, agar pikiran pembaca tidak ikut bias. Kalau penuklis ingin memperbanyak tokohnya maka penulis harus memberikan peran yang jelas dan memiliki andil yang kuat dalam jalannya cerita dan pemikiran yang ingin penulis sajikan.

Kita bisa membandingkan dengan tokoh Si Kabayan, sekalipun si Kabayan sudah hijrah ke Jakarta, tetapi model pakaian si Kabayan, ikat kepalanya, caranya tidur, makan dan juga bicara tetap saja seperti si Kabayan siorang kampung itu, Kabayan tetap saja menjadi kampungan, walau kadangkala nampak seperti, sekali lagi 'seperti' pintar. Dan orang yang ada di sekitar si kabayan tentunya tak asing lagi adalah Abah, Ambu dan Si Iteng. Yang masing masingh memiliki karakternya yang kuat dan berperan memancing dan menjelaskan kekonyolan Si Kabayan. Pemikiran penulis tidak harus sejalan dengan pemikiran tokoh yang kita eksploitir.

Setidaknya penulis dalam menulis buku buku berikutnya, harus memiliki benang merah pemikiran yang tegas dan tetap berusaha mempertahankan suasana kekampungan Lampung, karena bagi pembaca yang memang pernah mengenal dan bahkan akrab dengan tokoh Mamak Kenut, dia ingin membaca naskah naskah itu dengan rasa “Tiram” atau rindu. Sementara bagi pembaca yang lain barangkali dapat di kelompokkan sebagai pembaca “Sumor” atau nyumor, yang artinya ingin tahu, yang dalam bahasa Kabayannya “ Hayang Nyaho Na “. Dua tipe pembaca buku yang mengeksploitir tokoh yang sangat popular, harus mampu mengakomodir keinginan dua tipe pembaca ini, agar mereka tetap terikat untuk membaca tulisan yang lain lagi.

Saya bisa dikelompokkan sebagai pembaca pertama, yang ingin membaca dengan suasana batin yang tiram, tentu tidak ingin kehilangan nuansa yang selama ini selalu dirindukan, yaitu suasan batin kelampungan yang didukung suasana kekampungan pula. Tetapi tulisan Udo Z Karzi, bagi saya cukup asik untuk dibaca, dan bagi yang belum membaca saya anjurkan untuk membacanya.




Sunday, July 15, 2012

Mamak Kenut Yang Saya Kenal Dahulu.


Bisa dibilang saya mengnal Mamak kenut sejak masa kanak kanak, karena nama itu selalu saja menjadi dalih gelar bagi prilaku yang relatif konyol, walau terkadang nampak cerdas namun usil. walaupun tokoh itu tokoh hayalan tetapi selalu saja dihadirkan oleh mereka pada berbagai pristiwa dan prilaku seseorang yang sedikit nyeleneh. Ada sebait sair bagi Mamak Kenut yang dapat menggambar sosok hayalan itu, sairnya adalah sebagai berikut :
Mamak kenut,
ali ali kelumbai
setahun mawat ngudut
mana nihalang bebbai
Dari sair tersebut di atas ini menggambarkan bahwa Mamak Kunut bukanlah manusia kebanyakan. Mamak Kenut penuh kontroversi, tetapi membuatnya mampu hadir dalam semua permasalahan.

Mamak kenut menjadi sosok yang pantas untuk membicarakan sesuatu yang yang orang lain tak sanggup membicarakannya, mamak Kenut adalah orang yang sanggup mempertanyakan sesuatu yang orang lain tak sanggup mempertanyakannya, Mamak kenut adalah orang yang sanggup berpendapat ketika orang lain tak sanggup berpendapat, Mamak Kenut suka pada makanan yang orang lain tak menyuikainya, Mamak Kenut orang yang malu berbuat sesuatu tetkala orang lain suka melakukannya, tetapi Mamak Kenut juga yang menjadi orang yang paling bodoh pada saat yang lainnya pintar. Itulah antara lain gambaran tentang sosok Mamak kenut.

Ketika ada pekerjaan yang demikian sulit dan tak ada yang mampu melaksanakannya, tiba tiba ada orang yang sanggup melaksanakannya. lalu orang bertanya siapa yang telah menyelesaikan pekerjaan sulit ini. Maka orang lain akan mengatakan siapa lagi kalau bukan Mamak kenut.

Itulah sosok Mamak Kenut yang saya kenal sejak masa kanak kanak itu. Alhamdulillah Mamak kenut telah diperkenalkan kembali oleh Udo Z. karzi, upaya ini sekaligus mempopulerkan kembali tokoh hayalan ini. Yang dilakukan oleh Udo Z. Karzi adalah langkah awal bagi siapapun yang ingin memperkenalkan Mamak kenut kepada generasi sekarang.

Cerita Mamak kenut selalu saja hadir dalam berbagai aspek kehidupan dan masyarakat, oleh karenanya maka cerita Mamak kenut akan memiliki kemampuan untuk menceritakan suasana batin sosok masyarakat Lampung. Atau kita dapat berbicara tentang lampung dan masyarakatnya dengan cara mengeksploitir tokoh Mamak Kenut.

PUSTAKA: Udo Karzi Luncurkan ‘Mamak Kenut’


BANDAR LAMPUNG (Lampost): Mamak Kenut merupakan salah satu tokoh dalam kumpulan tulisan Udo Z. Karzi yang diluncurkan Sabtu, (14-7) di Toko Buku Fajar Agung, Bandar Lampung. Buku terbitan Indepth Publishing ini merupakan kumpulan tulisan berupa kolom yang sebelumnya dimuat di rubrik Nuansa surat kabar harian Lampung Post.

Dalam kesempatan tersebut, juga digelar diskusi buku Mamak Kenut: Orang Lampung Punya Celoteh yang memuat 101 tulisan ini. “Mamak Kenut saya angkat dari khazanah budaya atau tradisi lisan Lampung. Mamak Kenut dkk saya pakai untuk mengkritisi, mengkitik-kitik, dan mengingatkan hal-hal yang tidak pada tempatnya, tidak sesuai norma umum, atau perbuatan yang tidak etis,” kata Udo.

Wartawan ini tergerak menyatukan tulisannya dalam satu buku agar memudahkan masyarakat yang ingin membaca buah pikirannya itu. “Tulisan di koran biasanya hanya dibaca pada saat terbit, tapi kalau buku bisa lebih enak dibaca dan lebih mudah didokumentasikan,” kata dia.

Diskusi tersebut menghadirkan pembahas budayawan Iwan Nurdaya-Djafar dan sastrawan Iswadi Pratama dengan moderator Tri Purna Jaya dari Indepth Publishing.

Iwan berpendapat buku Mamak Kenut lebih tepat disebut nirbuku atau nonbook karena harus terdapat benang merah pada setiap tulisan dari awal sampai akhir. “Saya ingin menggarisbawahi, sifat khas nonbook yaitu berupa kompilasi, dalam hal ini bisa juga berupa kompilasi kolom,” kata Iwan.

Ia menilai tulisan-tulisan kolom Udo tersebut lahir dari semangat menyindir yang tidak menggunakan perumpamaan, tapi langsung pada pokok masalah khas Sumatera.

“Saya mengapresiasi buku ini karena kritis dan analitis terhadap masalah ekonomi, sosial, budaya, dan politik yang terjadi di sekitar tokoh Mamak Kenut, Minan Tinja, Pithagiras, Radin Mak Iwoh, Paman Takur, Udien, dan nama-nama lainnya,” ujar Iwan.

Menutup pemaparannya, Iwan meminjam istilah Gus Dur yang menyebut tempe enak dibacem dan perlu, demikian pula tulisan Udo Z. Karzi tersebut yang enak dibaca dan perlu.

Sementara itu, Iswadi mengatakan buku ini adalah bacaan ringan tapi memiliki daya usik. “Maksudnya, buku ini mengusik pemikiran masyarakat untuk terus merefleksikan semua hal yang terjadi terutama masalah politik,” kata Iswadi.

Ia mengibaratkan buku ini sebagai oasis yang dapat menyegarkan di tengah-tengah dinamika kehidupan sehari-hari. Semoga buku ini dapat menjadi salah satu referensi bacaan masyarakat luas. (MG4/S-3)

Pustaka lampost : 15 Juli 2012

Thursday, July 12, 2012

JELANG RAMADAN Kemenag Lampung Pantau Hilal di Dua Titik


BANDAR LAMPUNG (Lampost): Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kemenag) Provinsi Lampung akan memantau keberadaan hilal atau bulan untuk penghitungan rukyat awal Ramadan 1433 H dari dua titik, yakni di Lemong, Lampung Barat, dan di Bukit Gelumang, Lampung Selatan.

Kepala Kanwil Kemenag Lampung Abdurrahman mengatakan pemantauan hilal ini dilakukan di dua titik pada 19 Juli 2012. "Nanti hasil pemantauan itu akan disampaikan ke badan hisab rukyat untuk menjadi masukan penetapan awal Ramadan. Secara nasional, sidang isbat juga akan dilakukan pada 19 September 2012. Jadi masyarakat harap bersabar menunggu keputusan pemerintah," kata Abdurrahman di ruang kerjanya, Rabu (11-7).

Sebelumnya, Pimpinan Pusat Muhammadiyah menetapkan Jumat Kliwon 20 Juli 2012 sebagai awal puasa 1 Ramadan 1433 H. Selain itu, Muhammadiyah menetapkan Idulfitri pada 19 Agustus 2012 atau 1 Syawal 1433 H.

Ketetapan dituangkan dalam Maklumat No. 01/MLM/I.0/E/2012 tentang Penetapan Hasil Hisab Ramadan, Syawal, Zulhijah 1433 Hijriah, dan imbauan menyambut Ramadan 1433 H. Maklumat tertanggal 15 Juni 2012 itu ditandatangani Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin dan Sekretaris Umum Agung Danarto.

Penetapan itu berdasar hisab hakiki wujudul hilal yang dipedomani Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah. "Kami menyadari ada perbedaan penetapan awal Ramadan dengan organisasi lain. Oleh sebab itu, Muhammadiyah mengeluarkan imbauan khusus," kata Din Syamsudin pada pertemuan dengan masyarakat Muhammadiyah di kampus STIE Muhammadiyah, Pringsewu, Selasa lalu.

Menurut Din, puasa tahun ini diperkirakan 30 hari dan Idulfitri kemungkinan sama dengan pemerintah. "Perbedaan itu tidak harus dibesar-besarkan, tetapi menjadi pembelajaran dan rahmat. Semua memiliki dasar hukum," kata Din.

Penetapan awal Ramadan Nahdlatul Ulama (NU), menurut Ketua Lajnah Falakiah PBNU K.H. Ghozali Masrurie, menunggu sidang isbat bersama pemerintah yang dijadwalkan 19 Juli 2012. Menurut Ghozali, sidang isbat diputuskan dengan melihat hasil observasi pada 29 Syakban malam ke-30 Syakban. Namun, menurut dia, kemungkinan besar awal puasa jatuh 21 Juli. Pasalnya, hilal belum terlihat pada 21 Juli tersebut. "Bila terlihat hilal, 20 Juli berpuasa. Tetapi bila tidak terlihat hilal, 21 Juli berpuasa," kata Ghozali. (LIN/K-3)
Sumber : Lampost 13 Juli 2012

Lampung Mencari Pemimpin

Syarief Makhya

Dosen Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Lampung

PERBINCANGAN menjelang pemilihan gubernur Lampung yang akan digelar tahun 2013 atau 2014 selalu mengerucut pada satu tema pokok: siapa yang akan menggantikan Gubernur Sjachroedin Z.P.? Bukan pada wacana perbincangan, apa yang menjadi problematika Lampung dan bagaimana problematika itu bisa diatasi. Bukan juga pada wacana menawarkan gagasan untuk perubahan. Jadi, isunya lebih fokus pada aktor. Lalu, beredarlah sejumlah nama yang mencoba memoulerkan dan menyosialisasikan diri kepada masyarakat lewat berbagai media.

Sebut saja Herman H.N., Berlian Tihang, Amalsyah Tarmizi, Alzier Dianis Thabranie, dan lain-lain. Tentu saja nama-nama tersebut memiliki alasan yang cukup berdasarkan ukuran yang mereka sudah pertimbangkan sebelumnya. Seperti, misalnya, merasa dirinya berhasil memimpin di sebuah kota atau kabupaten, lalu merasa layak untuk mencalonkan diri. Ada juga yang mencoba mencalonkan diri karena punya dana yang cukup, memiliki akses dengan partai politik, atau karena alasan berpengalaman memengaruhi dan memobilisasi dukungan masyarakat.

Dengan pertimbangan dan alasan-alasan seperti itu, terbentuklah opini bahwa untuk menjadi calon gubernur membutuhkan syarat yang tidak dimiliki semua warga Lampung. Syarat itu antara lain harus punya dana yang berlimpah, memiliki basis sosial, punya tim sukses yang berpengalaman, memiliki kedekatan dan didukung partai politik, memiliki jaringan politik, atau pandai mengelola isu kampanye. Warga Lampung yang tidak memiliki persyaratan demikian, walaupun memiliki kapasitas, punya integritas yang baik atau memiliki kualifikasi pendidikan doktor sekalipun, pasti tidak akan mencalonkan diri atau dicalonkan partai politik walaupun bisa saja menggunakan jalur independen.

Sebab itu, ruang persaingan dalam mencari pemimpin dibatasi konteks realitas politik. Konteks realitas politik yang terjadi dalam persaingan pemilihan jabatan kepala daerah tidak selalu melalui proses persaingan yang sehat di internal partai politik. Juga tidak melalui proses seleksi calon yang ketat dan demokratis karena sudah dikondisikan oleh realitas kepentingan pragmatis partai dan kepentingan ambisi politik si calon. Dalam perspektif demikian, siapa yang akan terpilih sebagai gubernur Lampung ditentukan oleh persepsi kepentingan elite partai atau mereka yang memiliki persyaratanpersyaratan tertentu yaitu uang, jaringan politik, tim sukses yang andal, dan seterusnya.

Implikasi Negatif Gambaran realitas politik siapa yang akan mencalonkan diri sebagai gubernur Lampung seperti digambarkan di atas tentu saja membawa implikasi negatif terhadap idealitas calon kepala daerah yang dipersepsikan publik. Semisal, calon harus harus visioner, berani mengambil terobosan, berpihak pada kepentingan publik, punya kapasitas dalam memecahkan problema publik, dan inovatif. Oleh karena itu, sosok yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah tidak terlalu dipusingkan apa yang akan dan harus mereka lakukan ke depan apabila terpilih sebagai gubernur.

Sebab, yang terpenting adalah bagaimana memengaruhi dan meyakinkan masyarakat agar bisa dipilih. Caranya bukan dengan menawarkan gagasan-gagasan perubahan, melainkan dengan cara membangun hubungan emosional, alokasi distribusi alat peraga kampanye yang dinilai bermanfaat masyarakat kelas bawah, politik uang, mobilisasi tokoh-tokoh agama, adat, dan tokoh-tokoh ormas.

Hampir dapat dipastikan pola pilgub sudah bisa dibaca dan dipetakan. Rakyat berada dalam posisi menjadi objek politik yang diekspolitasi kandidat kepala daerah. Relasi calon kepala daerah dan rakyatnya menggambarkan hubungan dominatifekspoitatif, yaitu si calon memiliki kekuatan yang dominan dan mampu mengekspolitasi massa. Persaingan politik pun akan menjadi tidak rasional dan terjadi proses pembodohan politik. Masyarakat tidak berada dalam posisi untuk memilih berdasarkan pilihan yang otonom, karena sudah diintervensi berbagai kekuatan uang, fasilitas, dan janjijanji yang dimanipulasi seakan-akan untuk melakukan perubahan.

Tiga Kemungkinan Dalam situasi politik ketika masyarakat dihadapkan pada pilihan kandidat yang terbatas yang sudah ditawarkan partai politik, pilihan politik yang dilakukan masyarakat akan terbatas pada tiga hal. Pertama, pemilih akan bersifat apatis dan berpeluang untuk tidak memilih. Kedua, pemilih akan menentukan pilihannya karena dipengaruhi hubungan emosional (dukungan basis sosial, hubungan keluarga, hubungan etnis, dst), atau bisa juga karena pengaruh intervensi politik uang dan intervensi jaringan birokrasi pemerintahan. Ketiga, pemilih akan menentukan pilihan dari calon yang dinilainya terbaik dari calon yang ada.

Dengan tiga kategori tersebut, ruang bagi pemilih untuk menentukan calon yang dinilai ideal sangat terbatas. Oleh karena itu, arena pertarungan pilgub pada dasarnya bukan untuk menjawab perubahan perbaikan Lampung ke depan. Itu karena pilgub tidak memberikan ruang untuk melakukan persaingan politik pada basis penawaran gagasan untuk mengatasi problema publik dan akselerasi Lampung yang berkemajuan. Pilgub lebih condong dipahami sebagai arena persaingan elite politik dengan basis pada perebutan kekuasaan dengan berbagai cara.n

Opini Lampost. 10 Juli 2012.

Wednesday, July 11, 2012

Gubernur Lampung Kecewa Tak Dilibatkan

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID-Gubernur Lampung Sjachroedin ZP menyayangkan tindakan Menkeu Agus Martowardojo yang diam-diam mengirimkan surat kepada Menteri PU Djoko Kirmanto.

Surat Agus bernomor S-396/MK.01/2012 tanggal 8 Juni 2012 kepada Djoko mengungkapkan keinginan Agus supaya ada revisi terhadap Perpres 86 Tahun 2012 tentang Pengembangan KSISS.

Revisi dimaksud adalah mengalihkan pembiayaan FS JSS supaya menggunakan APBN. Sementara dalam perpres, pembiayaan FS JSS akan ditanggung konsorsium melalui investor. "Nah itu dia. Kenapa (pengiriman surat dari Agus ke Djoko) tanpa sepengetahuan gubernur," sesal Sjachroedin.

Padahal, berdasarkan Perpres 86 Tahun 2012, Menkeu bersama Gubernur Lampung dan Banten sama-sama berkedudukan sebagai anggota Dewan Pengarah, yang diketuai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa. Adapun, Menteri PU menjadi ketua harian.

"Kenapa kami (Gubernur Lampung dan Banten) tidak dilibatkan. Kami mestinya diakui juga dong. Kan kami yang merintis dari lama. Masak, kami yang bikin kajiannya tahu-tahu mau dipotong begitu saja," terang Sjachroedin.

Apabila FS JSS dibiayai APBN, maka pelaksanaan FS JSS akan dilakukan pemerintah pusat. Sjachroedin mengatakan, hal itu tentunya bertentangan dengan prinsip otonomi daerah.

"Seharusnya kan daerah yang lebih berperan. Artinya, bagaimanapun, Lampung dengan Banten harus terlibat. Kami yang punya wilayah. Masak, yang punya daerah tidak dilibatkan," papar Sjachroedin, Senin (9/7/2012) (ridwan hardiansyah)
Tribun Lampung, 10 Juli 2012.

Thursday, July 5, 2012

Dampak Rusuh, Bakau Macet


BAKAUHENI (Lampost): Kerusuhan Kalianda membuat ribuan truk tertahan di jalan lintas Sumatera dan jalan lintas pantai timur Kecamatan Ketapang, Lampung Selatan. Akibatnya, ribuan truk tujuan Pelabuhan Merak terjebak dan mengular hingga luar pelabuhan.

Kerusuhan Kalianda, Lampung Selatan, Senin (2-7), membuat sopir truk memilih berhenti di berbagai kantong parkir di sepanjang Jalinsum. Pasalnya, massa sempat memblokir Jalinsum di Simpang Gayam.

Pemantauan Lampung Post, kantong parkir di Dermaga I, II, III, IV, dan V Pelabuhan Bakauheni dipadati ribuan kendaraan barang yang hendak menyeberang ke Pelabuhan Merak, Banten. Ribuan kendaraan truk juga antre di Jalinpantim sepanjang 3 km dan di Jalinsum sepanjang 5 km.

Panjangnya antrean tersebut, menurut Manajer Operasional PT ASDP Indonesia Ferry Cabang Bakauheni Heru Purwanto, selain akibat unjuk rasa, juga peningkatan kendaraan pribadi dan bus hingga 150% dibanding hari biasa. Dari 1.800 kendaraan pribadi di hari normal, pada liburan sekolah ini naik menjadi 2.350 unit. Sedangkan bus dari 230 unit/hari, naik menjadi 500 unit/hari.

Untuk mengurai kemacetan, kata Heru, sebanyak 27 kapal roll on roll off (roro) bakal diterjunkan. "Kini baru 21 kapal yang beroperasi," kata Heru.

Antrean truk dari Bandar Lampung menuju Bakauheni, menurut Kasat Lantas Polres Lamsel AKP Budhi Setyadi, mencapai 5 km. Untuk mengantisipasi antrean, polisi mengarahkan kendaraan menuju pelabuhan lewat Jalinpantim.

"Semakin sore, antrean semakin panjang. Pagi tadi (kemarin, red) antrean hanya sampai SPBU Garuda Hitam, Desa Kelawi, atau sepanjang 4 km dari Bakauheni. Tapi sore, antrean hingga Balai Karantina Perikanan Bakauheni," kata Budhi.

Tertahan Berhari-hari

Aksi unjuk rasa yang merusak 18 perkantoran Pemkab Lamsel dan swasta di Kalianda itu, membuat truk tertahan hingga tiga hari. Herizon, sopir trailer pengangkut alat berat dari Lahat, Sumatera Selatan, ke Jawa Timur, mengaku baru bisa masuk ke kantong parkir Dermaga III Pelabuhan Bakauheni, Kamis (5-7) subuh.

Dia bersama tiga trailer lain ngendon di RM Tiga Saudara, Kalianda, sejak Selasa (3-7) dini hari. "Kami terpaksa menunggu di RM Tiga Saudara sampai dua hari karena antrean panjang dan ASDP mengutamakan mobil pribadi, bus, dan truk sembako," kata Herizon di Dermaga III Pelabuhan Bakauheni, tadi malam.

Antrean mulai Senin (2-7) malam itu akibat aksi massa memblokir Simpang Gayam dan merobohkan puluhan batang pohon di sepanjang Jalinsum Kalianda hingga Simpang Gayam. "Kami memilih aman dengan mengantongkan trailer di RM Tiga Saudara, sambil menunggu informasi lebih lanjut dari pengurus," ujar warga Tarahan, Katibung, Lamsel, ini. (KRI/U-1)
Lampost Kamis 5 Juli 2012

Akhirnya, Warga Tutup Jalan

PRINGSEWU – Warga Lingkungan II, Kelurahan Pringsewu Utara, Kecamatan Pringsewu,
Pringsewu, menutup Jl. Kenanga I dan II sekitar pukul 07.30 WIB kemarin. Penutupan dengan menggunakan sabes (campuran pecahan batu) itu dilakukan sebagai bentuk protes lantaran jalan tidak juga diperbaiki.

Sabes digunakan untuk menutup mulut Jl. Kenanga I dan II yang berbatasan dengan Jl. K.H. Gholib. Di atas tumpukan tertulis, ’’Maaf Jalan Ditutup”.

Akibat penutupan kedua jalan ini, kendaraan dari arah Tanggamus terpaksa memutar melalui Jl. Pringadi menuju Jl. Pemuda hingga ke Pasar Sarinongko. Begitu juga sebaliknya, kendaraan dari arah Bandarlampung melalui Jl. Pemuda–Pringadi dan menuju Jl. K.H. Gholib.

Sebenarnya aksi warga ini hendak dilakukan sehari sebelumnya. Namun, setelah dimediasi aparat kepolisian, rencana itu diurungkan. Sebelumnya, warga juga sudah mengirimkan surat ke Pemkab dan DPRD Pringsewu.

Menurut tokoh pemuda setempat, Ir. Suharto, pihaknya belum mendapat jawaban dari surat yang dikirimkan itu. ’’Memang beberapa waktu lalu setelah surat dikirimkan, Dinas PU turun ke lapangan dan menimbun jalan berlubang dengan sabes,” kata Suharto.

Namun, lantaran menimbulkan persoalan baru, penimbunan jalan itu dihentikan. ’’Warga mengeluh karena debu yang beterbangan,” paparnya.

Terkait aksi warga itu, Kepala Lk. II Sutopo mengatakan bahwa langkah terse
but dilakukan hingga ada kepastian perbaikan dari Pemkab Pringsewu. ’’Kami meminta kepastian jawaban melalui surat tertulis,” harapnya.

Terpisah, Kabid Bina Marga Dinas Pekerjaan Umum Pringsewu Andi Purwanto mengatakan, pemkab sudah berkoordinasi dengan DPRD. Perbaikan jalan itu akan diusulkan dalam APBD Perubahan.

Namun, Andi tidak bisa memastikan apakah perbaikan itu bisa terealisasi atau tidak. ’’Bergantung dari pembahasan di DPRD,” ujarnya.

Diketahui, penutupan Jl. Kenangan I dan II yang dilakukan pada Senin (25/6) batal dilakukan. Polsek Pringsewu yang menjadi mediator berupaya memberikan pemahaman kepada warga akan pentingnya jalan itu bagi sarana transportasi meski dalam kondisi rusak.

Sebelumnya, warga telah berkumpul di rumah Kepala Lk. II Sutopo. Namun, pihak Polsek Pringsewu yang mengetahui hal ini langsung menemui warga. Kemudian setelah mendapat penjelasan singkat, perwakilan warga bersama kepala Lk. II diajak ke Mapolsek Pringsewu.

Kapolsek Pringsewu Kompol Hepi Hasasi menjelaskan, jalan itu merupakan sarana vital keluar-masuknya minibus dan truk. ’’Warga kita imbau agar tidak menutup jalan,” ungkapnya. (rnn/sag/c2/ais)27 Juni 2012.

Kemiskinan di Lampura Turun




KOTABUMI – Pemerintah pusat merilis data kemiskinan di Kabupaten Lampung Utara menurun hingga 2 persen. Hal ini berdasarkan basis data dari Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) 2011 yang diserahkan Badan Pusat Statistik (BPS) ke Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K).

Penurunan ini berdampak pada pagu atau alokasi beras untuk warga miskin (raskin) di Lampura. Jika sebelumnya setiap bulan raskin yang didistribusikan untuk masyarakat Lampura 944.955 ton, kini menurun menjadi 925.980 ton.

Hal ini dipicu berkurangnya rumah tangga sasaran penerima manfaat (RTSPM) raskin dari 62.997 menjadi 61.732. ’’Jadi berdasarkan surat dari TNP2K terjadi penurunan sebesar 2 persen RTSPM. Ini memengaruhi jumlah raskin yang akan didistribusikan,” ujar Kasubbag Perekonomian Rakyat Idris mewakili Kabag Perekonomian Setkab Lampura Ansori Rasyid kemarin.

Idris mengatakan, alokasi raskin di Lampura untuk semua kecamatan tidak semuanya turun. Namun, ada juga yang naik. Untuk jumlah kecamatan yang alokasi raskinnya naik sebanyak 12 kecamatan. Yakni Abung Tengah, Bukitkemuning, Abungtinggi, Tanjungraja, Sungkai Selatan, Bungamayang, Muarasungkai, Sungkai Utara, Hulusungkai, Sungkai Tengah, Sungkai Barat, dan Abungpekurun. Sementara sisanya, yakni Kotabumi, Kotabumi Utara, Kotabumi Selatan, Abungkunang, Abung Selatan, Abung Timur, Abungsurakarta, Abung Barat, Blambanganpagar, Sungkaijaya, dan Abungsemuli, mengalami penurunan.

Dia menjelaskan, untuk alokasi raskin Kotabumi yang sebelumnya memiliki 5.147 RTSPM pada Januari–Mei dan Juni–Desember menjadi 4.558 hingga menjadi pengurangan 589 RTSPM. ’’Jumlah itu tentunya tersebar di kelurahan/desa yang ada di Kecamatan Kotabumi. Seperti Kelurahan Kotabumi Udik mengalami penurunan sebanyak 177 RTSPM dari sebelumnya 1046 RTSPM menjadi 869,” paparnya.

Sementara Ketua RT II Lk. V Kelurahan Kotabumi Udik Nova Baheumsyah mengatakan, alokasi raskin di RT setempat berkurang sebanyak 95 kg dari sebelumnya sebanyak 400 kg per bulan menjadi 305 kg. ’’Pengurangan ini, saya tidak tahu alasannya. Yang jelas, berdasarkan hasil rapat, raskin di kelurahan tiga RT yang ada di Lk. V Kelurahan Kotabumi Udik berkurang masing-masing 95 kg,” ungkapnya. (rnn/c2/adi)

Radar lampung 4 Juli 2012

Polisi Usut Pemodal Kerusuhan



KALIANDA (Lampost): Polres Lampung Selatan mulai membidik pemodal kerusuhan Kalianda, Lampung Selatan. Kerugian akibat kerusuhan mencapai Rp593 juta.

Keterangan yang dihimpun Lampung Post, Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Lamsel memeriksa warga Dusun Kampung Jering, Kecamatan Bakauheni, yang diduga membagi-bagikan uang kepada massa sebelum aksi demo, Senin (2-7), berlangsung. Namun, uang tersebut bukan untuk berbuat anarki, melainkan bagi yang ikut istigasah.

"Menurut pengakuan oknum itu, dia diberi uang oleh Sultan untuk mengumpulkan massa ikut istigasah. Siapa Sultan itu? Apa iya, Pemkab tidak mampu mengerahkan massa dari jajarannya kalau hanya ikut istigasah," ujar sumber itu, Rabu (4-7).

Hingga kemarin, Satreskrim Polres Lamsel menahan empat pelaku yang diduga terlibat perusakan saat aksi demonstrasi Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND), Forum Masyarakat Lampung Selatan (Forlas) Bersatu, dan lima tokoh adat marga Lampung Selatan, Senin (2-7). Namun, menurut Kasat Reskrim Polres Lamsel AKP Feria Kurniawan, penahanan ditangguhkan karena ada jaminan tokoh masyarakat.

Keempat pelaku perusakan itu, yakni AR dan MY, warga Dusun Umbul Tengah, Desa Kedaton, Kalianda, kemudian SH, warga Jati, Kelurahan Way Urang, Kalianda, dan GR, warga Dusun Way Kuyung, Desa Tajimalela, Kalianda.

Dari tangan mereka, disita barang bukti dua ketapel dan 43 kelereng untuk peluru ketapel. Menurut Kanit Reskrim Polres Lamsel Aiptu Refri, keempat pelaku ditahan setelah penyidik memeriksa 12 saksi.

Rencananya hari ini (5-7) penyidik memanggil 16 saksi. "Mereka saksi dari tujuh tempat kejadian perkara, yakni perusakan di Wisma Ragom, Kementerian Agama, PU, pos polantas kota, toko helm, dan rumah Apriansyah (orang tua Merik Havidz, ketua FMPPLS). Dari keterangan saksi, bisa ada tersangka baru," kata Refri.

Kerugian

Kerugian atas aksi perusakan yang terjadi di sejumlah lokasi, menurut perhitungan Pemkab Lamsel, ditaksir Rp593,4 juta. Pelaksana Tugas Sekretaris Kabupaten Lamsel Ishak mengatakan kerugian itu akibat kerusakan 18 bangunan milik Pemkab Lamsel, Bank Mandiri Syariah, kantor Pengadilan Agama, kantor Kementerian Agama (Kemenag), dan gedung kampus Dian Cipta Cendikia (DCC) Kalianda. "Untuk pergantian, kami akan musyawarahkan dulu," ujar Ishak.

Dia mengakui para pegawai Pemkab masih waswas bekerja, khawatir, dan tidak nyaman menjalankan aktivitas mereka. Untuk itu, Pemkab Lamsel membuka ruang komunikasi guna membahas apa masalah di pemerintahan dan masyarakat. (KRI/TOR/U-1)

Lampost Rabu 4 Juli 2012

Wednesday, July 4, 2012

Rusuh Lamsel, Oedin Instruksi Tangkap


Gubernur Lampung Drs. Hi. Sjachroedin Z.P. mengecam aksi unjuk rasa yang berujung anarkis di Kalianda, Lampung Selatan, Senin (2/7) lalu. Bahkan, orang nomor satu di Provinsi Lampung ini meminta aparat kepolisian menangkap pelaku perusakan.

’’Pasti ada yang menggerakkan dan mendanai. Harus ada langkah hukum yang tegas dari kepolisian agar hal itu bisa teratasi dan tidak terjadi lagi,” kata Oedin –sapaan akrab Sjachroedin– kepada wartawan usai menghadiri acara Gerakan Terpadu Peternakan Tingkat Provinsi Lampung di lapangan Desa Sidowaluyo, Kecamatan Sidomulyo, Lamsel, kemarin (3/7).

Purnawirawan polisi berpangkat komisaris jenderal (komjen) itu menambahkan, aksi demonstrasi tersebut merugikan masyarakat dan pemerintah. Karena sejumlah aset milik pemkab dan fasilitas umum (fasum) dirusak massa saat unjuk rasa itu.

Mantan deputi operasional Mabes Polri ini juga menengarai aksi anarkis itu dilakukan oleh pelaku yang sama. Mengingat aksi unjuk rasa yang berbuntut anarkis tersebut telah terjadi berkali-kali di Kalianda yang merupakan ibu kota Lamsel.

’’Perlu langkah tegas dari aparat penegak hukum. Ini untuk memberikan efek jera kepada para pelaku perusakan,” tandasnya.

Sementara, Pemkab Lamsel melalui kantor Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan Masyarakat (Kesbangpolinmas) hingga kemarin masih menginventarisasi kerugian material akibat aksi unjuk rasa itu.

Berdasarkan laporan sementara yang ada di Kesbangpolinmas, yang tertuang dalam Surat Nomor 300/289/IV.09/2012, sejumlah aset pemerintah dan fasum dirusak massa yang tergabung dalam Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) dan Forum Persatuan Masyarakat Lamsel (Forlas). Yakni tenda untuk tablig akbar dan zikir, sejumlah kaca kampus DCC, serta kaca ATM Bank Syariah Mandiri.

Lalu massa juga merusak Toko Lampung Helm Gallery Kalianda, kantor BPMPPT, kantor Dispenda, serta lampu jalan mulai lampu merah Jalan Raden Inten hingga simpang rawa-rawa Kalianda.

Bahkan massa juga merusak kantor pengadilan agama (PA), Wisma Kartini (PKK), kantor Dinas Pekerjaan Umum, BPMD, kantor Gabungan Organisasi Wanita (GOW), kantor Badan Ketahanan Pangan, Wisma Ragom Kalianda, dan kantor Penyuluhan Pajak.

Terpisah, Kasubbag Humas Polres Lamsel AKP Feri Anda menjelaskan, pihaknya telah mengamankan empat orang yang diduga melakukan perusakan saat aksi unjuk rasa anarkis tersebut untuk dimintai keterangan.

Namun sayangnya, Feri tidak menyebutkan nama empat orang yang telah diamankan itu. ’’Mereka belum ditetapkan tersangka, masih dalam pemeriksaan petugas. Jadi belum kami tahan,’’ singkatnya. (dur/c1/ary

Radar Lampung Com Rabu 4 Juli 2012

Monday, July 2, 2012

Alkes RSUDAM, 2 Partai Ribut



BANDAR LAMPUNG (Lampost): Dugaan penggelembungan dana proyek alat kesehatan (alkes) Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek (RSUDAM) memicu keributan Fraksi Gerindra dan Fraksi Partai Demokrat DPRD Provinsi Lampung.

Konflik bermula dari tudingan Aliansi Komunitas Aksi Rakyat (AKAR) Lampung yang menyebutkan terjadi penggelembungan dana pengadaan alkes tahun 2012 senilai Rp16 miliar. Anggota Komisi V dari Fraksi Gerindra Ahmad Nyerupa meminta data temuan AKAR, Selasa (26-6).

AKAR diundang ke Komisi V sebagai bahan rapat dengar pendapat dengan pihak RSUDAM, Rabu (27-6). Namun, Ahmad Nyerupa menuding Ketua Komisi V dari Fraksi Demokrat, Yandri Nazir, menghalangi pertemuan itu.

"Saya malah dituduh sering minta uang ke sejumlah satker (satuan kerja, red). Kok jadi seperti ini, padahal yang dibahas adalah proyek alkes. Saya tidak terima dituduh seperti itu karena bisa merusak kredibilitas saya dan partai," kata Ahmad Nyerupa saat jumpa pers di Bandar Lampung, Kamis (28-6).

Tudingan ini, menurut anggota Fraksi Gerindra, Farouk Danial, akan diadukan ke Badan Kehormatan (BK) DPRD. Selain ke BK, Partai Gerindra juga mengadu ke Polda Lampung. Laporan itu tertuang dalam STPL/360/VI/2012/LPG/SPKT, tanggal 28 Juni 2012, terkait dugaan pencemaran nama baik.

Dasar laporan ke BK, kata Farouk, karena ada kalimat di media massa yang menyatakan Ahmad Nyerupa suka keliling ke sejumlah dinas untuk meminta duit. "Ini menyangkut citra, kredibilitas, dan nama baik partai. Makanya perlu ditindaklanjuti," kata Farouk.

Ketua BK DPRD Lampung Riswansyah Djahri mengaku menerima laporan lisan, tetapi pihaknya meminta laporan tertulis disertai bukti pendukung. Riswansyah berjanji menindaklanjuti laporan ini dengan penyelidikan dan investigasi objektif.

Siap Hadapi BK

Menanggapi rencana pelaporan itu, Yandri Nazir menyatakan siap menghadapinya. "Saya menerima apa adanya, posisi saya tidak dalam membela diri," kata Yandri.

Dia mengatakan sudah berkomunikasi dengan Fraksi Demokrat. "Saya diminta mengklarifikasi hal ini. Jika dipanggil BK saya akan datang," kata Yandri.

Terkait dugaan penggelembungan dana tersebut, Kejaksaan Tinggi Lampung belum berencana memanggil manajemen RSUDAM. Menurut Kepala Seksi Penerangan dan Hukum (Kasi Penkum) Kejaksaan Tinggi Lampung M. Serry, pernyataan Yandri Nazir itu tidak ada dalam program Kejaksaan Tinggi.

Menurut dia, kasus itu masih tahap investigasi jaksa. Serry mengakui banyak yang mendatanginya terkait dugaan korupsi alkes itu.

Serry menegaskan tidak melindungi koruptor. Dia hanya menjelaskan informasi yang mencuat merupakan berita terlalu dini dan penanganan kasus belum sampai ke sana. (MG7/HER/MG6/U-1)

Ribut Karena Kompromi Anggaran


BANDAR LAMPUNG (Lampost): Kisruh antaranggota di DPRD Lampung terkait kasus pengadaan alat kesehatan di RSUD Abdul Moeloek Bandar Lampung diduga muncul karena ada kompromi anggaran.

"Secara kelembagaan terlihat aneh memang melihat kekisruhan yang terjadi baik antarkomisi, fraksi ataupun personal anggota Dewan. Perseteruan terjadi pasti karena konflik kepentingan masing-masing pihak," ujar pengamat politik Unila, Syarief Makhya, Jumat (29-6) malam.

Menurut Syarief, kekisruhan tidak akan terjadi jika penyusunan anggaran dilakukan secara benar, transparan, akuntabel, dan bebas dari intervensi politik.

Syarief menduga penyusunan dan pendistribusian APBD Provinsi Lampung merupakan hasil kompromi antara oknum anggota Dewan dan satuan kerja di eksekutif.

"Bisa jadi ini merupakan representasi dari kepentingan personal, kepentingan fraksi ataupun kepentingan partai politik karena secara kelembagaan keterwakilan partai ada dalam setiap komisi," ujarnya.

Terlepas dari kebenaran kasus penggelembungan anggaran alat kesehatan di RSUDAM, menurut dia, kekisruhan antaranggota Dewan ini seakan membenarkan adanya politik kompromi anggaran dalam tubuh Dewan. "Tinggal perlu dibuktikan apakah ini representasi perorangan, fraksi, atau komisi," kata Syarief.

Usut Korupsi

Direktur Eksekutif Pusat Studi Strategi dan Kebijakan (Pussbik) Lampung Aryanto juga berpendapat keterlibatan anggota Dewan dalam proyek pemerintahan sering terjadi.

Ia berharap aparat penegak hukum tetap fokus mengusut kasus dugaan korupsi di RSUD Abdul Moeloek yang didengungkan AKAR. "Kalau ribut-ribut di DPRD itu biarlah Badan Kehormatan yang menyelesaikan. Tapi inti masalahnya, yakni dugaan korupsi itu jangan sampai hilang," kata Aryanto saat dihubungi semalam.

Keributan antara anggota Fraksi Gerindra dan Fraksi Partai Demokrat DPRD Provinsi Lampung bermula dari tudingan Aliansi Komunitas Aksi Rakyat (AKAR) Lampung bahwa telah terjadi penggelembungan dana pengadaan alat kesehatan tahun 2012 senilai Rp16 miliar.

Anggota Komisi V dari Fraksi Gerindra, Ahmad Nyerupa, lalu mengundang AKAR. Tetapi, Ahmad Nyerupa menuding Ketua Komisi V dari Fraksi Demokrat, Yandri Nazir, menghalangi pertemuan itu dan menudingnya sering minta uang ke sejumlah satuan kerja.

Untuk menyelesaikan pertikaian tersebut, Ketua DPRD Lampung Marwan Cik Asan berjanji mengundang Ketua Fraksi Partai Demokrat dan Partai Gerindra, serta Badan Kehormatan (BK) DPRD, Senin (2-7).

"Setelah itu baru kami panggil yang bersangkutan (Ahmad Nyerupa dan Yandri Nazir, red). Saya rasa ini hanya miskomunikasi dan bisa diselesaikan baik-baik," kata Marwan, Jumat (29-6) malam.

Mengenai pengadaan alat kesehatan itu sendiri, Direktur Utama RSUD Abdul Moeloek Torry Duet Irianto enggan memberi penjelasan. "Proyek itu sudah selesai dilelang," ujar Torry melalui pesan singkatnya saat hendak dikonfirmasi lebih jauh soal proyek-proyek pengadaan alat kesehatan tersebut kemarin. (MG1/MG7/MG5/LIN/R-2)

SOSIOLOGI MASYARAKAT : Kerusuhan itu Akumulasi Konflik Sebelumnya


BANDAR LAMPUNG (Lampost): Sosiolog Universitas Lampung yang juga pengajar di FISIP Universitas Lampung Hartoyo mengatakan kerusuhan yang terjadi di Kalianda, Lampung Selatan, itu merupakan akumulasi dari konflik-konflik sebelumnya. Sebab, pescaperobohan patung Zainal Abidin Pagaralam, hingga kini masyarakat belum sepenuhnya percaya kepada Pemkab.

Menurutnya, konflik ini sudah menjerumus ke permasalahan harga diri (piil) antara Bupati dan masyarakat. "Konflik ini merupakan akumulasi dari konflik-konflik sebelumnya. Konflik yang sekarang ini terjadi akibat penyelesaian yang kurang tepat yang dilakukan Bupati dan jajarannya," kata Hartoyo saat dihubungi, Senin (2-7) malam.

Seharusnya, menurut Hartoyo, setiap elemen masyarakat dengan jajaran Pemkab Lamsel, dalam hal ini Bupati, harus melakukan islah atau perdamaian menyelesaikan konflik. Hal ini dilakukan secara terbuka dan mengakui semua tindakan kesalahan yang dilakukan.

"Islah harus dilakukan, entah bagaimana caranya. Dan saran saya, Bupati harus minta maaf secara legawa kepada masyarakat. Cara ini terhormat demi kembalinya kepercayaan masyarakat terhadap dirinya, karena konflik ini sudah menjerumus ke mana-mana (bercabang)," ujarnya.

Hingga berita ini diturunkan tadi malam, massa masih melakukan sweeping kendaraan di Jalinsum dengan memblokade jalan di Simpang Gayam. Walaupun telah dinegosiasikan dengan anggota Marinir yang berjaga, kendaraan diperbolehkan lewat dengan kaca terbuka. Wartawan pun tidak diperbolehkan mengambil gambar pada lokasi itu oleh aparat dan massa. (MG5/KRI/D-2)

Sumber : Lampost 3 Juli 2012

Kerusuhan Lamsel, 10 Gedung Perkantoran Rusak


KALIANDA (Lampost): Meskipun telah dilakukan pertemuan dan telah ada kesepakatan antara Bupati Lampung Selatan Rycko Menoza dan 5 Marga Adat Lamsel. Namun, massa yang tidak puas melakukan pengrusakan sejumlah perkantoran dan plang nama, Senin (2-7).

Dari pantauan Lampung Post, Gedung perkantoran milik Pemkab Lampung Selatan yang dirusak sebanyak 10 gedung. Antara lain; Wisma Kartini, Kantor Pengadilan Agama, Kantor Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (BPMD), Kantor Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda), Kantor Pajak, Kantor Badan Ketahanan Pangan, Kantor Gabungan Organisasi Wanita (GOW) Kantor Dinas Pekerjaaan Umum (PU) Lamsel. Lalu, kantor Badan Penanaman Modal, Pelayanan Perizinan Terpadu (BPMPPT), Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil).

Bupati Lampung Selatan Rycko Menoza S.Z.P., dalam pertemuan dengan 5 marga adat Lamsel, di Lapangan Raden Intan, Kalianda menyatakan atas nama Pemkab setempat berangsur-angsur bisa saling memaafkan dalam menyongsong bulan suci Ramadhan tahun 1433 hijriah ini.

“Untuk itu, marilah kita saling bahu-membahu dalam membangun Kabupaten Lampung Selatan ini dan jangan ada lagi rasa saling bermusuhan di antara kita,” ujar dia, kemarin.

Sebelumnya, pada saat Bupati Lampung Selatan berpidato di depan ratusan massa yang tergabung dalam Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND), Forum Rakyat Lampung Selatan Bersatu (Forlas Bersatu) dan 5 marga adat Lamsel, sempat terjadi insiden pelemparan batu ke arah panggung. Namun, aksi massa tidak berlanjut lama. Pasalnya, para tokoh adat langsung meredam aksi massa tersebut.

Sepeninggalan Bupati Lampung Selatan dan 5 marga adat Lamsel yang didampingi penasehat hukum Sai Batin yakni Berlian dan Yahuddin Haikar, menuju Kantor Bupati setempat. Massa membubarkan diri. Namun, tiba di bundaran Pos Lantas Kota Kalianda, massa melakukan aksi pengrusakan plang lalu lintas, Lampu Merah (Traffiklaig, red) dan melakukan pelemparan Pos Lantas Kota Kalianda. Akibatnya, kaca bagian depan Pos Lantas tersebut hancur.

Tidak sampai di situ saja, massa berangsek ke Kantor Bupati Lampung Selatan. Tiba di jalan masuk Kantor Bupati Lamsel, massa yang telah beringas langsung membakar spanduk tabliq akbar dan merobohkan tarub. Namun, aksi massa tidak sampai jauh. Karena, pasukan Brimob Polda Lampung dan Polres Lamsel langsung melepaskan tembakan gas air mata kearah pendomo.

Sementara, Kantor Bupati Lampung Selatan dijaga ekstra ketat aparat dari Brimob Lampung, Polres Lamsel, personel Marinir, Pesonil Batalion Candimas, Natar dan TNI Kodim setempat, Satuan Polisi Pamong Praja (Sat Pol PP), Ormas Paku Banten dan Ormas Pemuda Pancasila Lampung.

Penasehat hukum LMND, Forlas Bersatu dan 5 marga adat Lampung Selatan Yahudin Haikar, mengatakan perwakilan 5 marga adat Lamsel menyambut dengan baik permintaan maaf Bupati Rycko Menoza, ketika melakukan pertemuan di Aula Krakatau Pemkab setempat. Permintaan maaf terkait pernyataan Bupati yang tidak pantas terhadap 5 marga adat sebelumnya. Dengan harapan ke depan bisa menjalankan pembangunan di Kabupaten ini lebih aman dan nyaman.

“Atas kejadian ini bisa diambil pelajaran berharga bagi kita semua. Ini yang kami tangkap dari isi pertemuan antar Bupati dengan 5 marga adat. Adapun aksi massa yang melakukan pengrusakan ini bukan dari kelompok dari LMND, Forlas Bersatu dan 5 marga adat. Tapi, ini bisa saja dilakukan oleh para penyusup yang tidak bertanggungjawab untuk memperkeruh suasana,” katanya.

Sementara itu, Pelaksana Tugas Sekretaris Kabupaten (Plt Sekkab) Lampung Selatan Ishak, dalam konferensi pers, di ruang kerjanya, menyatakan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lamsel akan berupaya semaksimal mungkin agar suasana tetap kondusif di Kabupaten ini. Apalagi, 5 marga adat Lamsel sudah melakukan pertemuan dan dialog. Di mana, dalam pertemuan tersebut, kedua belah pihak sepakat bersatu padu untuk membangun Kabupaten serambi ujung sumatera ini.

“Meskipun demikian, aksi anarkis masih terjadi. Tapi, untuk itu kita usah saling menyudutkan sebelah pihak. Atas pertemuan ini saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak, semoga ke depan pembangunan di Kabupaten Lampung Selatan ini bisa berjalan dengan baik dan lancar. Selain itu, kita juga bisa saling memaafkan antara kedua belah pihak,” kata dia. (TOR/L-1)

Lamsel Rusuh, Kalianda Mencekam

RUSAK FASILITAS UMUM. Massa merusak baliho dan fasilitas umum usai mengikuti Istiqosah menyambut bulan Ramadan bersama Bupati Lampung Selatan Rycko Menoza SZP di lapangan Sepakbola Raden Intan, Kalianda, Lampung Selatan, Senin (2-7). FOTO LAMPUNG POST/AAN KRIDOLAKSONO


KALIANDA (Lampost.com): Kota Kalianda, Lampung Selatan (Lamsel) mencekam, Senin (2-7). Seluruh toko, pasar Inpres Kalianda, perumahan dan perkantoran di kota tersebut tutup, menyusul aksi kekerasan ratusan massa usai membubarkan diri dari mengikuti istiqosah menyambut bulan Ramadan di lapangan Sepakbola Raden Intan, Kalianda, sekitar pukul 11.30.

Kerusuhan ini meletus diduga warga tersinggung dengan perkataan bupati yang dinilai telah melecehkan mereka.

Padahal Bupati Lampung Selatan, Rycko Menoza SZP sudah menemui mereka dan meminta melupakan masa lalu untuk membangun Lamsel bersama-sama. Permintaan yang disampaikan di atas mimbar bersama lima tokoh adat marga Lamsel, penasehat hukum ormas Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND), dan Forum Rakyat Lampung Selatan Bersatu (Forlas Bersatu) itu malah disambut lemparan batu dan gelas air mineral.

Suasana menjadi kacau sesaat, Kapolres Lamsel AKBP Harri Muharram Firmansyah, lima tokoh adat marga Lamsel, koordinator lapangan (Korlap) LMND dan Forlas bersatu serta penasehatnya yang ada di mimbar membentengi bupati, untuk melanjutkan sambutannya.

Sejurus kemudian massa pun diminta untuk membubarkan diri, karena bupati telah berkenan menemui ribuan massa di lapangan Raden Intan tersebut.
Namun massa malah berbuat anarkis. Mereka yang rata-rata berusia pemuda tanggung memecahkan rambu-rambu lalulintas, melempari kantor Pos Polantas yang ada di seberang lapangan Raden Intan hingga seluruh kaca kantor pecah.

Tidak sampai di situ, aksi brutal mereka berlanjut ke jalan Raden Intan arah Pasar Inpres. Mereka melempari kaca kantor Bank Mandiri Syariah, kampus DCC Kalianda. Bahkan mereka juga merusak rumah Merik Havidz, ketua Forum Masyarakat Peduli Pembangunan Lampung Selatan (FMPPLS) untuk kedua kalinya.
Sebelumnya rumah Merik pernah diamuk massa saat aksi unjukrasa penolakan patung ZAP pada 27 Maret lalu.

Lalu massa yang mengendarai roda dua berkumpul di Pasar Inpres yang sudah sunyi di tinggal penghuninya. Lalu ratusan massa menuju lapangan Pemkab Lamsel, yang sudah dipadati pagar betis ratusan personel Polri, TNI-AD, Marinir dan Sat Pol PP. Mereka kembali berbuat ulah dengan membakar tenda bekas untuk Istiqozah di pagi harinya.

Aparat pun bertindak tegas dengan menembakkan gas airmata dan mobil watercannon menyemburkan air ke arah koraban api yang ada di tenda. Massa bubar dan terpecah.

Namun lagi-lagi massa yang sudah disusupi perusuh yang diduga dari wilayah Jabung, Lampung Timur itu melakukan swipping yang luput dari penjagaan aparat keamanan. Mereka merusak kaca jendela dan pintu di sejumlah perkantoran lingkungan Pemkab Lamsel, di antaranya kantor PKK Lamsel, Ketahanan Pangan, Penanaman Modal, Perizinan, dan Dinas Pekerjaan Umum (PU). Bahkan mereka menjarah kantor Pengadilan Agama (PA Kalianda dan menggasak 1 laptop, tiga unit komputer dan 2 CPU.

Kapolres Lamsel AKBP Harri Muharram Firmansyah bersama lima tokoh adat marga Lamsel, yakni Pangeran Marga Ratu, Pangeran Legun Tihang Marga, Pangeran Dantaran, Pangeran Rajabasa, dan Pangeran Ratu Marga Katibung serta penasehat hukum LMND, Forlas Bersatu dan lima tohoh adat meninjau kerusakan kantor PU.

Pangeran Dantaran mengaku prihatin atas tindakan brutal sekelompok massa itu. Padahal Bupati Lamsel sudah berjiwa besar, dengan meminta maaf kepada para tokoh atas ucapannya tempo lalu yang dinilai melecehkan masyarakat Lamsel. "Saya prihatin, aksi damai kami telah ditungggangi oleh sekelompok perusuh," ujarnya.

Sementara, Kapolres Lamsel menyatakan masih menyelidiki aksi brutal yang dilakukan oleh sekelompok massa tersebut. "Para tokoh adat, LMND, Forlas Bersatu dan penasihat hukum mereka sudah saling berpelukan dan berjabatan tangan dengan Bapak Bupati. Namun di sisi lain, ada oknum yang memancing kekeruhan dengan melakukan pengrusakan. Kasus iniu masih kami selidiki," ujar Kapolres usai meninjau kantor Dinas PU yang dirusak masa. (KRI/L-1)

Lampost Com 2 Juni 2012.

Sunday, July 1, 2012

Pluralisme Budaya dan Rekonsiliasi Sosial


A. FAUZIE NURDIN.



PENGAKUAN terhadap masyarakat adat sebagai bagian tidak terpisahkan dari masyarakat bangsa dalam negara merupakan hak setiap manusia berbudaya. Ini dapat dibuktikan secara historis, sosiologis maupun antropologis.

Pemahaman pluralisme budaya memerlukan pendekatan filosofis yang bersifat universal, komprehensif, dan integral melalui berbagai kajian ilmu. Jika pendekatan filsafat disepakati dan budaya lokal menjadi indikator, pluralisme dalam tataran ideal, praksis, politik maupun strategis ternyata bersifat manusiawi dan sangat sensitif.

Sebaliknya, pluralisme sangat jarang terdengar pada tataran operasional dan prosedural dalam masyarakat adat maupun birokrasi pemerintahan. Seperti ada "ruang antara" ketika terminologi pluralisme dipertanyakan, apakah ia berada pada tataran ideal, historis, sosiologis, antropologis, politis; atau "apakah pluralisme budaya dapat digunakan sebagai pendekatan penyelesaian permasalahan sosial dalam tataran praksis dan operasional?"

Pluralisme Budaya

Pemahaman pluralisme budaya diperlukan sejalan dengan dinamika masyarakat di era otonomi daerah. Di lain pihak, pluralisme budaya cenderung dianggap "kambing hitam", mengingat belum bagusnya implementasi otonomi daerah, maraknya anarkisme, dan konflik sosial.

Pada masa lalu, nilai-nilai pluralisme dirangkum dalam wawasan nusantara. Konsep wawasan nusantara mampu mengakomodasi pluralisme yang memaknai dinamika masyarakat beragam suku, kelompok sosial, dan adat istiadat. Refleksi operasionalnya ketika itu berlangsung antara lain dalam bentuk sosialisasi "Sumpah Pemuda"; setelah merdeka lebih dikenal dengan ideologi Pancasila.

Ketika itu, pluralisme budaya dalam konteks wawasan nusantara berkembang sebagai wahana dialog antara pluralisme masyarakat untuk saling menyadari dan memahami kultur masing-masing. Persoalan konkret muncul ketika keanekaragaman budaya menjadi kebutuhan membangun kepercayaan diri masing-masing masyarakat yang dianggap berbeda dan berkaitan dengan masalah-masalah yang muncul terkait pluralisme.

Sementara visi yang perlu dibangun adalah memelihara semangat hubungan yang harmonis dan sinergis antarkelompok masyarakat adat dalam hubungan internal maupun eksternal. Misalnya, dengan menyediakan ruang dialog antaretnis, antarkelompok sosial, dan keagamaan. Sehingga pluralisme bisa dipahami dan dapat memperpendek ruang dan jarak pemaknaan antarsuku bangsa, golongan atau elemen, dan kelompok keagamaan yang bersifat plural, termasuk juga dalam masyarakat majemuk di Lampung.

Pluralisme dan Rekonsiliasi Sosial

Pluralisme secara konseptual dapat dipahami sebagai nilai-nilai yang menghargai perbedaan dan mendorong kerja sama berdasar kesetaraan; terkandung makna "dialog" membangun hubungan antarunsur dengan latar belakang berbeda, termasuk kerja sama mencapai tujuan searah.

Pluralisme dalam perspektif filsafat sosial merupakan konsep kemanusiaan yang memuat kerangka interaksi dan menunjukkan sikap saling menghargai, saling menghormati, toleransi satu sama lain dan saling hadir bersama atas dasar persaudaraan dan kebersamaan; dilaksanakan secara produktif dan berlangsung tanpa konflik sehingga terjadi asimilasi dan akulturasi budaya.

Pluralitas tidak bisa dihindarkan apalagi ditolak meskipun manusia tertentu cenderung menolaknya karena pluralitas dianggap ancaman terhadap eksistensinya atau eksistensi komunitasnya.

Dalam konteks rekonsiliasi, secara terminologi, konsiliasi berasal dari kata concilicum (bahasa: Latin) yang berarti persatuan, pertemuan, sidang. Dari situ, rekonsiliasi diartikan pertemuan kembali antara punyimbang adat, tokoh masyarakat, pemuka agama, dan pejabat pemerintah untuk konsolidasi atau melakukan penguatan membahas berbagai masalah budaya (tradisi, adat-istiadat) Lampung.

Rekonsiliasi dapat ditujukan untuk menghasilkan keputusan baru yang mengikat dan didasarkan peraturan daerah (perda) Provinsi Lampung sehingga ada pengakuan terhadap masyarakat adat beserta segala hak-haknya dalam mengatur rumah tangga sendiri.

Dalam masyarakat dapat saja terjadi peristiwa ironi berupa konflik internal di dalam budaya (tradisi; adat-istiadat) tertentu. Jika mereka "mempertahankan" ironi tradisional, itu justru menjadi celah potensial bagi efektivitas dan produktivitas praktek dekonstruksi sosial.

Sekiranya rekonsiliasi dapat dilangsungkan, dekonstruksi takkan efektif dan produktif terlebih lagi jika bergerak di luar komunitas adat. Karena itu dekonstruksi tetap harus menggunakan konsep-konsep metafisika (tradisi berdasar moral dan etika).

Meski masyarakat berbudaya, tetap saja ada potensi kemenduaan dan konflik internal dalam masyarakat lokal, baik berupa tradisi "perdamaian dan pengampunan" maupun "islah" dalam kehidupan sosial. Implikasinya, komunitas itu tentu dapat menciptakan ruang dan peluang bagi perdamaian dan pengampunan untuk "bermain bebas" dan berubah-ubah sesuai dengan situasi relevansi kontekstual yang dihasilkan dari relasi antarkomunitas berdasar ajaran moral dan antarwacana budaya lokal, yang disilang-silangkan secara keatif.

Permainan kreatif teks ini dapat dilakukan di seputar masalah rekonsiliasi dalam kaitannya dengan permainan kekuasaan politik, hukum, dan ekonomi, yang sering dilakukan para pejabat pemerintah berdasar kekuasaan terhadap masyarakat adat yang lebih lemah, dengan mengatasnamakan negara.

Orang Lampung memiliki filsafat hidup berupa piil pesenggiri, nilai-nilai filosofis dalam budaya yang sangat luhur, berpakaian adat siger dan tapis. Orang Jawa juga memiliki tradisi berpakaian lengkap sorjan besikap, kain, dan selop; sehingga di antara mereka tidak boleh menganggap pakaian itu lebih tinggi secara hierarkis bahkan lebih baik dan lebih benar dari orang Papua yang masih memakai koteka.

Fenomena adanya gagasan "keadiluhungan" budaya bukan dengan cara merendahkan yang lain. Jika pandangan itu teraktualisasi akan membahayakan kerukunan dan keutuhan bangsa-negara. Terlebih lagi apabila masyarakat bangsa terjebak pada pandangan dan sikap formalisme. Sebab, kebenaran yang bersifat ahistoris dan wacana yang berbasis budaya lokal adalah kebenaran semu.

Dalam konteks itu berarti etika multikulturalisme adalah konsep yang mampu mengartikulasikan dimensi aksiologis kebenaran budaya dengan tidak "membunuh" pluralitas budaya dalam arti yang luas dan universal. n

* A. Fauzie Nurdin, Pengamat Budaya Lampung, Dosen Pascasarjana IAIN Raden Intan Lampung

2014 Pemidahan Pemerintahan ke Kota Baru

Gambar Ilustrasi

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - DPRD Lampung menargetkan pemindahan pusat pemerintahan Lampung dari Bandar Lampung ke Kota Baru Lampung bisa dilaksanakan pada Maret 2014.

Ketua Badan Legislasi DPRD Lampung Farouk Danial mengatakan, penetapan target Maret 2014 karena masa jabatan Gubernur serta wakil Gubernur Lampung akan berakhir pada Juni 2014.

"Setidaknya sebelum masa jabatan habis, gubernur sudah bisa berkantor di Kota Baru Lampung. Karena, program ini dibuat pada masa jabatannya," ungkap Farouk kepada Tribunlampung.co.id, Jumat (29/6).(Rid)
Gambar Ilustrasi

TRIBUNLAMPUNG.co.id - Target penggunaan Kota Baru Lampung pada Maret 2014 memiliki kemungkinan untuk tidak terealisasi.

Ketua Banleg DPRD Lampung Farouk Danial menuturkan, pembangunan Kota Baru Lampung merupakan program multiyears (beberapa tahun). Sehingga, pelaksanaan setiap tahun membutuhkan rencana yang menyesuaikan dengan target akhir.

Untuk membuat target tersebut, DPRD tengah membahas rancangan peraturan daerah (raperda) tentang percepatan pembangunan Kota Baru Lampung sebagai kawasan pusat pemerintahan Pemprov Lampung. Raperda yang mulai dibahas pada April tersebut ditargetkan selesai pada Juni 2012.

"Alokasi anggaran yang dibutuhkan akan ditetapkan dalam peraturan gubernur (pergub) berdasarkan raperda tersebut. Perda itu akan menjadi landasan untuk mengeluarkan anggaran pembangunan," tutur Farouk kepada Tribunlampung.co.id, Jumat (29/6).(Rid)

Tribun Lampung : Jum'at 29 Juni 2012

Posyandu Iringmulyo Kota Metro Terbaik Nasional

TRIBUNLAMPUNG.co.id - Kota Metro meraih penghargaan Pakarti Utama I Posyandu dalam Lomba Kesrak PKK-KB Kesehatan Tingkat Nasional untuk kategori kota. Posyandu Sejahtera IX Kelurahan Iringmulyo Metro Timur meraih nilai tertinggi dalam lomba tersebut.

Penghargaan diberikan langsung oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi kepada Ketua TP-PKK Kota Metro Netty Lukman Hakim pada puncak acara Hari Keluarga Nasional (Harganas) di Mataram, Lombok NTB pada Sabtu (30/6/2012).

Posyandu Sejahtera IX Kelurahan Iringmulyo Metro Timur meraih nilai tertinggi dan ditetapkan menjadi pelaksana terbaik posyandu kategori Kota. Keberhasilan ini merupakan hasil kerja lintas sektoral yang melibatkan Tim Penggerak PKK Kota, BKKB-PP dan Dinas Kesehatan.

Pasalnya, posyandu merupakan wahana kegiatan mencakup lima program prioritas: KB, Gizi, KIA, Imunisasi dan penanggulangan diare.
Dalam perjalanannya, untuk kategori kota, Metro berhasil masuk dalam enam besar tingkat nasional bersama Surabaya, Jakarta Selatan, Palu, Magelang, dan Pagar Alam. (leo david)

Tribun Lampung, Minggu 1 Juli 2012