Tuesday, May 31, 2011

PERNIKAHAN KERATON: Sultan HB X Dapat 'Sabay' Lampung

Ragam lampost : Selasa, 31 Mei 2011



YOGYAKARTA—Jodoh tidak memandang perbedaan latar belakang keluarga. Setelah Kerajaan Inggris mendapatkan menantu dari kalangan luar Istana. Sri Sultan Hamengkubuwono (HB) X kali ini akan mendapat sabay (bahasa Lampung: Besan) orang Lampung.

Pertengahan Oktober mendatang, Keraton Ngayogyakarto Hadiningrat akan menggelar hajat besar, pernikahan putri bungsu Gusti Raden Ajeng (GRAj) Nurastuti Wijareni. Jeng Reni, panggilan akrabnya, akan dipersunting Muhammad Ubaedillah yang berdarah Lampung. Acara lamaran sudah dilaksanakan keluarga Sultan dan calon besan beberapa bulan lalu.

Sebelum menikah, Jeng Reni yang juga finalis Miss Indonesia 2009 itu akan menerima gelar baru seperti kakak-kakaknya terdahulu dengan gelar Gusti Kanjeng Ratu (GKR). Sedangkan calon mantu, Ubaedillah, karena bukan keluarga keraton akan mendapat gelar Kanjeng Pangeran Haryo (KPH). Jeng Reni juga melangkahi kakaknya, GRAj Nurabra Juwita, yang belum bersedia menikah.

"Lamaran sudah dilaksanakan. Pemberian gelar baru akan dilakukan tanggal 3 Juli mendatang," kata adik Sultan, GBPH Joyokusumo, di rumahnya Ndalem Joyokusuman, Rotowijayan, Rabu (25-5).


Ajudan Gubernur Lampung

Ubai adalah putra bungsu dari enam bersaudara. Dia memang lahir dan besar di keluarga PNS. Ayahnya bekerja di Badan Pertanahan Nasional (BPN), sementara ibunya adalah pensiunan dari Kementerian Agama.

"Orang tua saya saja yang Lampung, saya lahir di Jakarta. Karena bapak dan ibu saya merantau. Jadi anak-anaknya enggak ada di Lampung," kata penggemar olahraga futsal dan bersepeda ini.

Lahir di Jakarta pada 26 Oktober 1981, Ubai saat ini bekerja sebagai pegawai negeri sipil (PNS) di Sekretariat Wakil Presiden (Setwapres). Sejak bulan Maret yang lalu, dia diangkat menjadi Kasubid Komunikasi Politik Bidang Media Cetak. "Saya mengurusi wartawan juga," kata Ubai saat ditemui pekan lalu.

Sebelum menduduki jabatan itu, pria lulusan S-2 Ilmu Pemerintahan Institut Ilmu Pemerintahan (IIP) itu adalah ajudan mantan Sekretaris Wapres, Tursandi Alwi. Ubai mengaku bekerja bersama Tursandi sejak 2003, saat baru meniti karier di Kementerian Dalam Negeri.

Mengetahui kalau keluarganya berasal dari Lampung, Tursandi, yang pada waktu itu menjabat sebagai Gubernur Lampung, menawari Ubai untuk menjadi ajudan. Tiga tahun kemudian, Ubai memutuskan untuk mengambil gelar master di IIP.

Setelah menamatkan kuliah, dia kembali bekerja dengan Tursandi, yang sudah berganti jabatan sebagai Seswapres. "Saya dekat sekali dengan Pak Tursandi, jadi saya anggap orang tua," kata Ubai. (DTC/U-3)

KONFLIK MASSA: Dua Desa di Lampura Bentrok, 3 Tewas


Gambar Ilustrasi

Lap. Utama Lampost : Rabu, 1 Juni 2011
MUARASUNGKAI (Lampost): Tiga nyawa melayang sia-sia dalam bentrok antardesa di Lampung Utara. Satu korban lagi mengalami luka berat.

Bentrok antara warga Desa Negeri Ujungkarang dan warga Desa Sumberagung, Kecamatan Muarasungkai, Lampura, itu terjadi pada Senin (30-5) malam. Tiga korban tewas, Anggun (26) dan Rodiwijaya (20), keduanya warga Negeri Ujungkarang, dan Saiful Anwar (26), warga Negara Tulangbawang, Bungamayang, Lampura. Sedangkan Suranto (18), warga Desa Karangsakti, Muarasungkai, Lampura, mengalami luka berat.

Bentrok bermula saat Anggun dan Rodiwijaya ditangkap warga Sumberagung karena diduga mencuri getah karet milik Sahroni (55), warga Sumberagung. Keduanya tewas setelah dihajar dan dibakar warga. "Sepeda motor milik kedua korban juga dibakar," kata Kapolres Lampura AKBP Frans Sentoe, Selasa (31-5).

Mengetahui Anggun dan Rodiwijaya tewas, warga Negeri Ujungkarang segara berkumpul dan menyerang warga Sumberagung yang masih desa tetangganya itu. Saat itulah, massa diduga menghabisi nyawa Saiful Anwar yang sedang berada di rumah Sahroni. Massa juga melukai Suranto.

Saiful Anwar tewas dengan luka bacok di perut kiri, bahu kanan, dan paha kanan. Sedangkan Suranto tiga luka bacok di punggung dan kepala.

Warga Negeri Ujungkarang merusak dan membakar rumah serta menjarah kendaraan milik warga Sumberagung. Tiga rumah dibakar, delapan dirusak, dan lima motor yang dijarah. "Termasuk rumah kepala desa, Subroto, juga ikut dibakar," ujar Kapolres.

Saat ini Polres mengumpulkan barang bukti dan meminta keterangan sejumlah saksi. "Kami masih menyelidiki kasus ini," katanya.

Pemantauan di lokasi hingga pukul 16.00 kemarin, suasana dua desa yang bertetangga itu masih mencekam. Aparat Brimob Polda Lampung dan Polres Lampura berjaga-jaga. Tak satu pun warga Sumberagung berada di rumahnya. Sedangkan di Negeri Ujungkarang, sejumlah warga masih berjaga-jaga sambil membawa senjata tajam.

Kapolda Lampung Brigjen Sulistyo Ishak langsung meninjau lokasi bentrok. Ia berdialog dengan warga dua desa itu. Secara terpisah, Wakil Bupati Lampura Rohimat Aslan berjanji berkoordinasi lintas sektoral untuk mencari solusi atas konflik tersebut. "Saya sangat menyesalkan kejadian ini," ujarnya. (HAR/U-1)

Monday, May 23, 2011

Gajah Terus Merangsek Desa


Ruwa Jurai Lampung : Minggu, 22 Mei 2011

BRAJASELEBAH (Lampost): Gajah liar yang berasal dari kawasan Taman Nasional Way Kambas (TNWK) kini semakin sering memasuki areal perkebunan dan desa-desa di Kabupaten Lampung Timur.


Kemarin, Sabtu (21-5), sekitar 15 ekor mamalia berbelalai itu masuk areal persawahan di Desa Brajacaka, Kecamatan Way Jepara. Masuknya hewan bertubuh besar itu cukup mengejutkan warga. Pasalnya, jarak antara Desa Brajacaka dengan kawasan TNWK cukup jauh, yakni lebih dari 10 km. Untuk menuju desa tersebut, kawanan gajah itu juga mesti melewati beberapa jalan desa.


Suriyanto (40), warga setempat, mengatakan masuknya kawanan gajah itu telah merusak tanaman pertanian di desa-desa yang dilaluinya. "Gajah-gajah liar itu semakin berani. Sawah-sawah di desa yang dilaluinya rusak. Tanaman padi dan singkong di Desa Brajaindah juga kena injak," kata Suriyanto.


Dia menduga kawanan gajah liar tersebut semakin berani masuk ke perkampungan penduduk karena ketiadaan bahan makanan gajah di kawasan TNWK. "kemungkinan hutan TNWK sudah gundul dan tidak ada lagi pakan gajah. Jadi wajar jika gajah-gajah tersebut mencari makan di desa-desa," ujar dia.

Sebelumnya, Senin (2-5), sekawanan gajah juga merangsek ke jalan raya di Kecamatan Purbolinggo, Lampung Timur. Puluhan ekor gajah liar itu bahkan sempat membuat arus lalu lintas jalan lintas timur (jalintim).


Kepala Desa Tegalyoso, Kecamatan Purbolinggo, Prayetno mengatakan hewan bertubuh tambun itu mulai keluar dari hutan pada Minggu (1-4), sekitar pukul 21.00. Biasanya gajah-gajah liar itu kembali memasuki hutan pukul 02.00. "Tapi yang terjadi kemarin gajah-gajah liar itu tetap berada di persawahan hingga siang hari, bahkan nekat menyeberang jalan raya," ujar Prayetno.

Ratusan warga Desa Tegalyoso enggan membantu untuk mengusir gajah-gajah liar itu. Mereka justru berusaha mempertahankan gajah liar tetap berada di areal persawahan yang letaknya di pinggiran jalan raya Purbolinggo.


Pada peristiwa itu satu ekor gajah yang diberi julukan Si Buntung tewas setelah kaki kanannya ditembak Polisi Kehutanan yang mengusirnya.

Kepedulian DPRD

Sementara itu, Ketua LSM Serikat Tani Indonesia (Sertani) Kabupaten Lampung Timur Yos Sudarso mengatakan anggota DPRD setempat kurang berperan dalam membela petani.

Menurut Yos, saat konflik gajah dengan masyarakat terjadi, para anggota DPRD, terutama yang di Komisi B, tidak pernah memberi perhatian.

"Minimal kasihlah bantuan untuk mengusir gajah seperti senter besar. Tetapi ini sama sekali enggak pernah ada bantuan. Cuma hearing-hearing saja tanpa ada solusinya," kata Yos.

Selain itu, Yos juga mengatakan ketidakpedulian DPRD Lampung Timur juga bisa dilihat dari penanganan kasus pupuk palsu di Kecamatan Sekampung. "Pupuk susah, ada yang dipalsukan. Tetapi Dewan tetap diam. Jadi tidak ada pembelaan untuk petani," ujar dia. (GUS/U-2)

Presiden SBY: Jaga Kerukunan Lampung

Utama Lampost : Sabtu, 21 Mei 2011



JAKARTA (Lampost): Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengingatkan warga Lampung agar tetap menjaga kerukunan di tengah kemajemukan. Berbagai perbedaan justru menjadi modal dasar untuk mencapai kemajuan.

Presiden SBY secara khusus menyampaikan pesan tersebut saat bersama Ibu Ani Yudhoyono diwawancarai reporter cilik Lampung Post di Istana Negara, Rabu (18-5) lalu. "Lampung daerah yang sangat dinamis dan masyarakatnya majemuk. Hampir seluruh suku dan agama ada di Lampung. Suku Lampung, Jawa, Bali, dan lainnya hidup berdampingan secara rukun. Mereka punya tujuan yang sama untuk membangun Lampung," ujarnya.

Jika sejak masa kecil dibiasakan hidup toleran seperti di Lampung, kata SBY, niscaya tidak akan terjadi benturan seperti yang terjadi di daerah lain. "Agama berbeda, suku berbeda, kultur juga berbeda. Hiduplah yang rukun satu sama lain. Lampung kaya dengan adat istiadat dan budaya. Tradisi ini tolong dijaga," kata mantan Pangdam II Sriwijaya (1996—1997) itu.

Untuk anak-anak Lampung, SBY berpesan agar di tengah zaman yang terus berubah tetap berusaha menggapai cita-cita di berbagai bidang. "Gantungkanlah cita-cita setinggi langit untuk membangun negeri ini. Cita-cita itu harus diraih. Pada saatnya nanti kalian akan menjadi putra-putri terbaik bangsa," kata dia.

Kebangkitan Nasional

Terkait peringatan Hari Pendidikan Nasional dan Hari Kebangkitan Nasional, Presiden SBY mengatakan pembangunan pendidikan tidak hanya diarahkan kepada kecerdasan ilmu pengetahuan, tetapi juga budi pekerti dan kepribadian yang tangguh. Dengan demikian, 20 tahun ke depan diharapkan bakal muncul manusia-manusia yang unggul dan membawa Indonesia menjadi negara maju.

"Tapi untuk menjadi negara maju tidaklah datang dari langit. Tidak semudah membalikkan telapak tangan," ujar Presiden dalam acara peringatan Hari Pendidikan Nasional dan Hari Kebangkitan Nasional di area Pekan Raya Jakarta, Kemayoran, Jakarta, Jumat (20-5).

Presiden menyebutkan tiga syarat agar Indonesia menjadi negara maju. Pertama, tingginya kemandirian bangsa. Kedua, tingginya daya saing bangsa, dan ketiga membangun peradaban yang unggul dan mulia. "Itu semua dapat diperoleh apabila pendidikan di Indonesia dapat maju dan berkualitas."

Masih dalam suasana Hari Kebangkitan Nasional, Gubernur Lampung Sjachroedin Z.P. mengajak kaum muda mempelajari dan merenungi sejarah lahirnya gerakan kebangkitan nasional. Belajar dari sejarah, kata Gubernur, sesungguhnya kemerdekaan bukan karena inspirasi sporadis para pemuda, melainkan sebuah gagasan dari para pemikir kita, seperti Dr. Wahidin Soedirohusodo dan Soewardi Soerjaningrat. "Dari gagasan merekalah muncul kesadaran bahwa sebagai bangsa kita harus mandiri dan merdeka dari penjajahan bangsa lain," kata Gubernur.

Dari gagasan itu pula muncul perjuangan yang meminta banyak korban hingga Indonesia akhirnya mencapai kemerdekaan. "Mengapa saya mengajak melihat historis, karena faktanya kita ini mulai tercerai berai, bahkan dipermainkan pihak asing. Karena itulah kita mesti bersatu," ujarnya.

Kepada kaum muda, Gubernur meminta agar saling membangun kekompakan dan bahu-membahu menyelesaikan berbagai persoalan, khususnya di Lampung. "Di tangan generasi muda inilah nasib masa depan bangsa, termasuk Lampung ini dipertaruhkan. Jangan saling menjegal atau saling menjatuhkan karena itu tidak produktif," kata Gubernur. (MG2/HES/U-1)

Saturday, May 21, 2011

LEGISLASI: Dewan Rekomendasikan Peta Konflik Tanah



Bandar Lampung : Jum'at, 20 Mei 2011

BANDAR LAMPUNG (Lampost): DPRD Lampung merekomendasikan penyusunan database mengenai peta kerawanan dan potensi konflik pertanahan. Rekomendasi itu disampaikan kepada Biro Tata Pemerintahan Umum Setda Provinsi Lampung dan instansi terkait lain.

Anggota Komisi I DPRD Lampung Watoni Nurdin, Kamis (19-5), mengatakan pemetaan tersebut dipandang perlu untuk memudahkan penyelesaian sengketa pertanahan. Hal ini berkaitan dengan tugas Komisi I.

Oleh karena itu, Komisi I memberikan masukan kepada Pansus Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPj.) 2010 agar penyusunan peta konflik pertanahan menjadi salah satu rekomendasi. "Kalau sudah ada pemetaan, penyelesaiannya menjadi lebih mudah," kata dia.

Anggota Komisi I DPRD Lampung Farouk Danial mengatakan peta konflik pertanahan yang dimaksud menyangkut pihak-pihak yang berkonflik, misalnya antara pemerintah dan masyarakat, perusahaan dan masyarakat, pemerintah dan perusahaan, antarperusahaan, atau antarkelompok masyarakat.




Wilayah yang banyak terjadi konflik adalah wilayah utara dan timur Lampung, meliputi Kabupaten Lampung Timur, Lampung Tengah, Metro, Mesuji, Tulangbawang Barat, Tulangbawang, Way Kanan, dan Lampung Utara. Sedangkan wilayah barat dan selatan Lampung dinilai tidak terlalu rawan konflik pertanahan.

"Pemetaan itu menyangkut pihak yang bersengketa. Kalau wilayah bisa di mana saja, tetapi kalau saat ini utara dan timur Lampung yang kelihatannya banyak masalah," ujar Farouk. Menurut dia, Komisi I belum merekap jumlah laporan persoalan tanah yang masuk di Komisi I sejak 2010 sampai sekarang. Namun, Farouk mengakui Komisi I sudah menangani banyak persoalan.

Berdasarkan catatan Lampung Post, Komisi I telah menerima dan menangani laporan terkait dengan sengketa tanah di wilayah Tulangbawang dari keluarga Suhaili, dan persoalan tanah menyangkut HGU PT Garuda Panca Artha di Tulangbawang. Selain itu, juga konflik tanah register, taman nasional, dan hutan lindung di Tulangbawang Barat, Mesuji, dan Lampung Timur. (WAH/D-2)
Cetak Berita

Thursday, May 19, 2011

KERIBUTAN: Tiga Pemuda Jadi Korban Pembacokan


Ruwa Jurai Lampost : Jum'at, 20 Mei 2011


PUBIAN (Lampost): Berniat ingin menangkap basah pasangan mesum, tiga pemuda justru menjadi korban pembacokan oleh sekelompok pemuda kampung. Korban masing-masing, Wil (40) yang menderita luka di dahi dan pinggul, Gok (47) mengalami luka di kepala, dan Hur (20) juga mengalami luka di kepala. Ketiganya warga Dusun Masjid, Kampung Gununghaji, Kecamatan Pubian, Lampung Tengah.

"Keributan terjadi di sebuah rumah kosong di Dusun Umbulgedek, Kampung Gununghaji, Kecamatan Pubian, Rabu (18-5) sekitar pukul 22.00," kata Kapolsek Padangratu AKP Handak, mendampingi Kapolres Lamteng AKBP Budi Wibowo, Kamis (19-5).

Peristiwa itu berawal dari kedatangan Ag (30), warga Kampung Gununghaji, dan Yu (33), janda asal Gedungdalem, Kecamatan Batanghari Nuban, Lampung Timur, ke sebuah rumah kosong di Dusun Umbul Gedek, Kampung Gununghaji.

Saat keduanya berada dalam rumah kosong itu, datanglah sejumlah warga yang didampingi aparat kampung. Mereka bermaksud mengusir keduanya yang diduga akan berbuat mesum, tapi Ag tidak terima dengan ulah sejumlah warga yang mendatanginya.

Tersulut emosi, Ag pulang ke rumahnya dan mengajak para pemuda kampungnya mendatangi tempat kejadian perkara (TKP). Kepada para pemuda kampung, Ag menceritakan ihwal kejadian yang baru saja menimpanya.

Mendengar penuturan Ag, sejumlah pemuda mendatangi lokasi penggerebekan dan menemui warga di sana. "Tidak tahu bagaimana ceritanya, kedatangan sejumlah pemuda itu ternyata malah menyulut keributan dan berujung aksi saling pukul," kata Handak. (HER/D-3)

Wednesday, May 18, 2011

ADAT ISTIADAT: Budaya Lampung Harus Pancarkan Kepribadian


Ruwa Jurai Lampost : Kamis, 19 Mei 2011


TERBANGGIBESAR (Lampost): Bupati Lampung Tengah A. Pairin mengharapkan kebudayaan Lampung, khususnya di Kabupaten Jurai Siwo mampu menembus dimensi ruang dan waktu pergaulan antarbangsa dengan memancarkan kepribadian yang agamis.

"Sebab, arus budaya global yang semula diharapkan mampu menjadi pendorong bagi kemajuan berbagai aspek kehidupan ternyata justru menjadi penghancur nilai-nilai luhur budaya yang ada," kata Pairin, Rabu (18-5).

Dia juga mengatakan tidak bisa dimungkiri muncul dan berkembangnya kecenderungan sekelompok manusia yang sengaja meninggalkan, bahkan lari dari budaya dan nilai-nilai luhur yang dibangun dan begitu diagungkan oleh para pendahulu.

"Karena itu, mari kita lestarikan budaya kita," ujar Bupati, ketika mengukuhkan pengurus organisasi budaya Bumi Meccak Batin Lamteng di Hotel Lee, Bandarjaya, Terbanggibesar.

Organisasi budaya itu dipimpin H.M.M. Herman Indrapati selaku ketua umum; Ibrahim Suttan Junjungan Suttan (sekretaris), dan Fathurrahman Sutan Dulu Pengiran (bendahara).

Organisasi itu juga diharapkan dapat membangun dan membangkitkan kembali seni dan adat istiadat Lampung. Selanjutnya, dapat menangkal dan menjadi filter atas kebudayaan dari luar, yang sangat berbeda dengan budaya sendiri dan nilainya lebih rendah.

Sementara itu, Herman mengatakan Bumi Mecak Batin adalah wadah tunggal bagi masyarakat Lamteng dalam mewujudkan keinginan dan perhatiannya terhadap kelangsungan adat Lampung. Organisasi itu merupakan wujud nyata kepedulian masyarakat dan Pemkab dalam memelihara adat dan budaya Lampung.

Hadirnya organisasi itu, kata dia, diharapkan bisa membakukan semua aspek adat istiadat Lampung. "Dengan begitu, bisa diperankan seluruh masyarakat Lampung, asli maupun pendatang, dalam mengatur lalu lintas masyarakat dan budaya," kata dia.

Jika hal itu berhasil diwujudkan, kata Herman, akan terdapat keseragaman dalam penyelenggaraaan adat dan budaya. Dengan demikian, kelak tidak muncul kerancuan di tingkat lokal maupun nasional. (NUD/D-3)

PEMBANGUNAN : Dua Kampung Merasa Tak Disentuh

Ruwa Jurai Lampost : Kamis, 19 Mei 2011



Nasib Tiyuh Toho.

GUNUNGKATUN (Lampost): Masyarakat Kampung Gunungkatun Tanjungan dan Kampung Gunungkatun Malai, Tulangbawang Udik, Tulangbawang Barat, meminta Pemkab setempat memprioritaskan pembangunan di wilayah tersebut.

"Kondisi sejumlah kampung tua saat ini jauh tertinggal dari kampung transmigrasi. Ini harus menjadi perhatian serius pemerintah. Seperti yang terjadi di kampung kami, hampir tidak tersentuh pembangunan," kata tokoh masyarakat Kampung Gunungkatun Tanjungan dan Kampung Gunungkatun Malai, A. Yusuf, saat memberikan sambutan dalam pengukuhan Persatuan Muda-Mudi Gunungkatun (Permuguka), Senin (18-5).

Pengukuhan Permuguka dilakukan Pj. Bupati Tulangbawang Barat Bachtiar Basri. Kegiatan itu dihadiri tokoh masyakat, Camat Tulangbawang Udik, serta kepala kampung kedua kampung tersebut. Permuguka itu dinakhodai tokoh pemuda di kampung setempat, Laili Wandanar.

Yusuf mengatakan saat masih bergabung dengan kabupaten induk Tulangbawang, pembangunan kedua kampung itu nyaris tak tersentuh pembangunan. Hal itu berbeda dengan pembangunan di sejumlah kampung lainnya yang hampir setiap tahun mendapatkan alokasi pembangunan melalui APBD.

"Pembangunan yang dirasakan masyarakat kedua kampung ini baru sebatas rehabilitasi jalan sepanjang empat kilometer. Itu pun baru dilakukan pada 2010 lalu, dan saat ini kondisi jalannya kembali rusak," ujar dia.

Menanggapi keluhan perwakilan tokoh masyarakat tersebut, Bachtiar Basri mengatakan Pemkab akan memprioritaskan pembangunan di dua kampung tersebut. Untuk pembangunan awal, Pemkab akan membangun jembatan gantung. Itu akan dianggarkan pada APBD 2011. "Untuk jalan akan dilakukan secara bertahap yang disesuaikan dengan kemampuan Pemkab," kata Bachtiar. (MER/D-3)

Monday, May 9, 2011

Skala Brak, Satu Pertahanan Peradaban Adat Lampung

Fokus Lampost : Minggu, 8 Mei 2011


Gedung Dalom sebagai pengganti Istana Skala Brak membuktikan peradaban Lampung masih bertahan dari terpaan zaman.

--------

BERDERET kawanan kabut tampak jelas terlihat pagi itu. Udara di Desa Pekonbalak, Kecamatan Batubrak, Kabupaten Lampung Barat, pun masih begitu dingin.

Di sudut deretan rumah-rumah tradisional yang rapi, beberapa nenek-nenek terlihat mulai beraktivitas. Ada yang menjemur biji-biji kopi, menyapu halaman rumah. Ada pula yang mulai mengenakan siger—topi adat khas setempat—sambil memotong rumput.

Sementara di sebuah pemandian sekitar 500 meter dari Gedung Dalom, beberapa lelaki sedang mandi. Riam dari perbukitan mengalir melewati tebing-tebing terjal. Begitu jernih dan sedikit mengusir kantuk.

Biasanya sehabis mandi mereka langsung menuju ke kebun kopi dan damar. Itulah kebiasaan masyarakat di sana setiap harinya.

Untuk mencapai Kecamatan Batubrak tidaklah mudah. Jarak tempuh dari ibu kota Lampung, Bandar Lampung, yaitu 241 kilometer, dan harus melalui jalan beraspal yang sudah berlubang-lubang, bisa memakan waktu 5—7 jam. Sebuah pelawatan yang melelahkan sekaligus mengasyikan di Bumi Ruwa Jurai, julukan Lampung.

Sebagai desa yang masih melestarikan nilai-nilai leluhur, Pekonbalak memiliki daya tarik tersendiri. Pasalnya, di sanalah berdiri Gedung Dalom. Bangunan bersejarah di atas lahan seluas 3.000 meter persegi itu merupakan pengganti Istana Skala Brak.

Berdasarkan sejarahnya, kolonial Belanda sempat membumihanguskan istana tersebut pada 1810 dan 1820. Sebagai pengganti, pada 1830 Gedung Dalom dibangun kembali sebagai tempat tinggal raja pada masa itu.

“Penghancuran kerajaan telah membuat penderitaan masyarakat. Untuk itu, dibangunlah kembali Gedung Dalom sebagai tempat kediaman raja,” ujar Gusti Raja Mangkunegara, Kerajaan Skala Brak, Ike Edwin.

Keberadaan istana yang masuk dalam paksi (kelompok adat) Buay Pernong itu masih tampak utuh. Selain Pernong, terdapat tiga paksi lainnya di Lampung Barat, meliputi Buay Belunguh, Buay Jalang Diway, dan Buay Ngerupa.

Awalnya, kerajaan ini berdiri sekitar abad ke-3 Masehi dengan pemimpinnya Raja Buay Tumi. Berdasarkan hasil riset William Marsden, 2008, nama Tumi sendiri diyakini sebagai pemimpin tertinggi suku Tumi. Tumi merupakan salah satu bangsa pertama yang mendiami tanah Lampung.

Kemudian, mereka membangun sebuah peradaban di Skala Brak.

Lokasi awal Kerajaan Skala Brak terletak di lereng Gunung Persagi, Belalau, di sebelah selatan Danau Ranau. Namun, karena invansi kolonial, dipindahkan ke Desa Pekonbalak.

“Peradaban masa lalu masih bisa ditemukan di desa ini. Ini terbukti dengan berbagai penelitian yang dilakukan para ilmuwan, baik dalam maupun luar negeri,” kata Ike serius.

Tidak Dihuni

Bangunan istana yang masih tampak megah itu memiliki keberagaman seni ukiran. Tak heran, unsur dekoratif jelas terlihat.

Selain itu, di depan istana, terdapat tiga buah meriam merek Aker buatan 1849. Dahulu berfungsi sebagai senjata untuk menghalang musuh. Namun, dengan pergantian waktu, kini hanya sebagai pajangan untuk menambah nilai historis kawasan kerajaan.

Berdasarkan bentuk bangunannya, Gedung Dalom merupakan simbol rumah tradisional Lampung. Ini bisa dilihat dari bentuk bangunan warga di sekitarnya. Memiliki dua tingkat, memyerupai rumah panggung.

Terdapat dua pintu utama di gedung tersebut. Satunya sebagai tempat suntan (sultan) masuk, sedangkan satunya lagi sebagai pintu masuk para tamu. Terdapat tiga buah jendela di sisi depan. Begitu pula, sebuah tangga untuk naik ke ruangan utama.

Dahulu, atapnya terbuat dari ijuk, tapi karena pernah terbakar digantikan dengan seng. Hal ini membuat pengurus Gedung Dalam trauma sehingga menggunakan bahan yang tidak mudah terbakar.

Di dalam ruangan, terdapat beberapa kamar. Kamar utama merupakan milik anak tertua, sedangkan lainnya adalah anak kedua atau ketiga. Untuk jendelanya, terdapat empat di sisi kanan dan empat di sisi kiri.

Semua bahan terbuat dari kayu tenam. Umur kayu juga telah melewati ratusan tahun sehingga tampak antik. Namun, bangunan ini tidak lagi ditempati. Biasanya, pada saat perayaan hari raya keagamaan atau kunjungan keluarga Kerajaan Skala Brak, istana baru akan dibuka.

“Gedung Dalom ini tidak sembarang dibuka. Empat paksi harus berkumpul terlebih dahulu untuk melakukan doa sebelum masuk. Kalau keluarga kerajaan datang biasanya akan dibuka,” kata Firmansyah, tokoh masyarakat setempat.

Keberadaan Gedung Dalom sebagai simbol bekas Kerajaan Skala Brak menjadi penting. Pasalnya, di tanah itu diyakini sebagai asal-muasal orang Lampung. Hal ini yang membuat masyarakat setempat sangat menyakralkan gedung tersebut.

Bupati Lampung Barat Mukhlis Basri mengatakan Gedung Dalom telah menjadi salah satu bangunan penting. Apalagi, melalui peraturan pemerintah setempat, gedung itu telah menjadi bangunan cagar budaya. “Tidak ada alokasi dana tetap untuk gedung ini. Namun, ada dana berupa sumbangan sukarela,” ujarnya.

Sayangnya, keberadaan bangunan bersejarah itu tidak didukung dengan pusat informasi atau museum. Padahal, dengan adanya informasi mengenai situs-situs peninggalan kerajaan dapat menjadikan Kerajaan Skala Brak sebagai salah satu pusat kebudayaan nasional.

Mukhlis mengaku keberadaan pusat informasi masih perlu didirikan di sekitar Gedung Dalom. Apalagi di zaman kolonialisme, Desa Pekonbalak merupakan salah satu kawasan yang menjadi basis pertahanan warga.

“Belum ada rencana untuk membangun museum. Kami masih menganggarkan dana senilai Rp110 miliar untuk memperbaiki ruas jalan kabupaten. Akses perlu diperbaiki dahulu,” kata Bupati. (MI/M-1)

Gelar dalam Kepaksian Pernong

Fokus Lampost : Minggu, 8 Mei 2011


SUMBER lisan di Kepaksian Pernong dan juga keterangan tertulis serbaringkas mengenai gelar kebangsawanan dan gelar dalam fungsi adat telah diuraikan Sai Batin, pucuk pimpinan adat Paksi Pak Skala Brak.

Dalam adat Paksi Pak Buay Pernong, ada beberapa tingkatan gelar atau adok. Seluruh adok adalah mutlak anugerah dari Sai Batin. Anugerah diberikan atas dasar keturunan (nasab-silsilah) maupun karena jasa besarnya kepada Sai Batin atau Kepaksian Pernong.

Dalam adat Paksi Buay Pernong, gelar adat dalam berbagai tingkatan tidak “diperjualbelikan” melalui cara dan dengan alasan apa pun. Kalaupun ada gelar yang dianugerahkan, merupakan mutlak hak prerogatif Sai Batin.

Meskipun demikian, sebenarnya Sai Batin mengambil keputusan bukan tanpa dasar dan menutup diri dari aspirasi bawah. Para kepala Jukku berkewajiban menyusun akkat tindih (tingkatan) status anak buah yang akan diberi gelar. Akkat tindih itu kemudian dimusyawarahkan dengan raja-raja Kappung Batin. Pengusulan pakkal ni adok ini harus menimbang gelar dari ayahnya (lulus kawai); cakak adok (naik tingkatan gelar) dan adanya pemekaran Jukkuan.

Hasil musyawarah diserahkan kepada Sai Batin melalui Pemapah Dalom/Pemapah Paksi untuk dimintakan persetujuan.

Apa pun keputusan Sai Batin itulah yang harus diterima.

Dalam adat Kepaksian Pernong, gelar terdiri dari dua atau lebih suku kata yang berpedoman pada Pakkal Ni Adok dan pada Uccuk Ni Adok. Pakkal (pangkal) dari gelar merupakan kata inti dari gelar yang menunjukkan status atau tingkat kedudukan seseorang dalam Tatanan Adat Kepaksian Pernong.

Contohnya, gelar-gelar: Raja, Batin, Radin dan seterusnya. Sedangkan Uccuk (ujung) dari gelar menunjukkan identitas keturunan atau Jukkuan yang bersangkutan. Misalnya: Raja Batin II, artinya berasal dari Jukkuan Lamban Bandung.

Gelar Sultan hanya untuk Sai Batin. Melekat pula pada gelar Sultan adalah Pangeran dan Dalom. Permaisuri Sai Batin bergelar Ratu. Dalam stratifikasi gelar yang berkait dengan jabatan (struktur) adat dalam masyarakat berturut-turut: Sultan --> Raja --> Batin --> Radin --> Minak --> Kimas --> Mas.

Gelar tersebut berkaitan dengan status dan kedudukan yang bersangkutan dalam strata kehidupan masyarakat adat Paksi Buay Pernong. Gelar dapat memperlihatkan kedudukannya dalam masyarakat adat di mana ia tinggal. Seorang bergelar Raja, dia mempunyai anak buah yang tertata dalam suatu kelompok masyarakat adat yang disebut Jukku. Raja membawahkan beberapa Batin, Radin, Minak, Kimas, Mas, dan seterusnya. Pada jalur perempuan, gelar itu setelah Ratu, adalah Batin-Radin-Minak-Mas-Itton.

Hanya, ada sedikit perbedaan gelar Raja dan gelar-gelar lain yang diberikan kepada keluarga Sai Batin yang tertata dalam Papateh Lamban Gedung, semacam “Sekretariat Negara”. Mereka ini memperoleh gelar karena adanya hubungan darah dengan Sai Batin. Karena itu, tidak membawahkan langsung gelar-gelar di bawahnya. Sultan dalam menjalankan fungsinya dibantu oleh Pemapah Dalom, semacam perdana menteri, yang biasanya diangkat dari salah seorang paman atau adik Sultan. Para Pemapah Dalom/Pemapah Paksi bergelar Raja.

Gelar Raja oleh Sai Batin juga dianugerahkan kepada kepala Jukku, putra kedua Sai Batin, dan menantu tertua laki-laki dari Sai Batin. Kepada menantu perempuan tertua memperoleh gelar Tidak Tudau atau Matudau (anak putri mengikuti suaminya).

Masyarakat adat terkelompok dalam struktur sebagai berikut: Jukku dipimpin kepala Jukku bergelar Raja Sumbai dipimpin kepala Sumbai bergelar Batin Kebu dipimpin kepala Kebu bergelar Radin Lamban (keluarga) dipimpin kepala keluarga atau Ghagah. (BUAYPERNONG.BLOGSPOT.COM/M-1)

Tradisi Skala Brak Mengabdi kepada Masyarakat

Fokus :ampost : Minggu, 8 Mei 2011

MENYUSURI Gedung Dalom sebagai bangunan bersejarah sedikit sulit. Sebab, tidak sembarangan dibuka untuk umum, kecuali pada saat acara upacara adat, termasuk hari besar (Islam).

Untunglah saat Media Indonesia (grup Lampung Post) berkunjung, akhir pekan lalu, Firmansyah, tokoh masyarakat setempat dengan lapang memberi kesempatan untuk memasuki istana bersejarah tersebut.

Sejumlah tombak, dulang emas, dan piring (porselin) asal China masih terpajang rapi di dalam lemari. Hal ini membuktikan Kerajaan Skala Brak telah menerima kebudayaan luar sejak berabad-abad silam.

Menelusuri secara lebih dalam sistem kemasyarakatan setempat, jenjang tertinggi dalam adat adalah saibatin suntan.

Tidak seperti sistem kedudukan pada raja-raja di Jawa yang oligarki, untuk dapat mencapai gelar, kedudukan dan pangkat dalam adat ditentukan berdasarkan banyaknya bawahan atau pengikut dari seseorang.

Kepaksian di Skala Brak memiliki hierarki adat, dari yang tertinggi sampai terendah, meliputi suntan, raja, batin, radin, minak, kemas, dan mas.

"Dalam garis dan peraturan adat tidak terdapat kemungkinan untuk membeli pangkat adat. Ini adalah warisan dari Kerajaan Paksi Skala Brak,” kata Firmansyah.

Ia menjelaskan untuk dapat menaikkan kedudukan seseorang di dalam lingkungan adat cukup sulit. Kepangkatan seseorang dalam adat tidak dapat dinilai dari materi dan kekuatan. Namun, bisa ditentukan oleh asal, akhlak, dan banyaknya pengikut seseorang dalam lingkungan adat.

“Saat syarat terpenuhi, kedudukan seseorang di dalam adat tidak perlu dibeli dengan harta benda. Biasanya dapat dianugerahkan karena seseorang memiliki andil dalam masyarakat.”

Kesempatan untuk menaikkan kedudukan seseorang di dalam adat biasanya dilaksanakan pada acara nayuh (pernikahan), sunatan, dan lainnya. Pengumuman untuk kenaikan pangkat ini dilaksanakan dengan upacara yang lazim menurut adat di antara khalayak dengan penuh khidmat.

Biasanya warga memainkan canang disertai bahasa perwatin, sebuah bahasa yang halus dan memiliki arti yang dalam.(IWA/MI/M-1)

Sunday, May 8, 2011

Menonton Lampung dari Tribune Utama


SITI NURBAYA
Sekjen Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia


Profil Lampost : Minggu, 8 Mei 2011
SITI NURBAYA
LAMPUNG sebagai daerah dengan potensi yang besar dan posisi strategis masih kurang maksimal menghela pembangunan agar lebih maju dari sekarang. Konflik dan berbagai intrik dalam tubuh politik dan pemerintahan membuat akselerasi tidak tercapai.

-----

Saat suatu permainan olahraga dimainkan, pihak yang paling banyak memberi komentar adalah penonton. Berbagai reaksi muncul dari penonton atas apa yang dimainkan oleh para atlet di lapangan. Ada pujian, ada yang menyayangkan, bahkan ada caci maki hingga ekspresi kekesalan dengan aksi merangsek ke lapangan.

Tak beda dengan olahraga, panggung politik dan pemerintahan juga punya penonton. Ekspresi para penonton yang notabene adalah rakyat umumnya hanya bisa mengumpat dan demonstrasi. Bagaimana dengan penyelenggaraan pemerintahan di Provinsi Lampung? Berikut bincang-bincang wartawan Lampung Post Sudarmono dan Sri Wahyuni dengan Sekjen DPD RI Siti Nurbaya di Kompleks Gedung DPR pekan lalu.




Putri Lampung ini memberikan pandangan soal Lampung dari kaca mata "penonton" di tribune utama dengan segenap kewenangan yang bisa dimainkan untuk ikut membangun Lampung, sekaligus sebagai mantan birokrat di Pemprov Lampung yang amat paham dengan kondisi daerah.

Sejak menjadi "orang Pusat", sepertinya Anda tidak peduli lagi dengan Lampung. Ada komentar?

Ow, apakah ada kesan seperti itu di Lampung tentang saya? Kalau ada, ya saya minta maaf.

Tetapi, yang sesungguhnya, saya ke pusat ini justru membawa misi-misi strategis yang bisa di-endorse untuk Lampung. Paling tidak, ketika ada orang yang berada di sini, teman-teman di Lampung bisa memanfaatkan akses yang lebih mudah untuk mendapatkan, setidaknya akses informasi.

Sampai saat ini, saya masih sangat intens berhubungan dan berbicang soal isu aktual Lampung dengan teman-teman birokrasi dan para pejabat Lampung. Namun, saya mengakui intensitasnya tidak sepenuh yang mungkin Anda bayangkan. Sebab, saya juga harus mengurusi daerah lain se-Indonesia. Intinya, saya masih terus mengikuti isu aktual dan kondisi terbaru di Lampung.

Kalau begitu, apa yang sudah disumbangkan untuk daerah Anda sendiri itu?

Saya tidak mau menyebut satu per satu. Sebab, bentuk sumbangan itu juga bukan sesuatu yang bulat utuh dan dapat dilihat dan buktikan.

Kita semua tahu, Lampung bertahun-tahun didera konflik politik yang mencuat menjadi isu nasional. Bahkan, banyak pengamat menyebut Lampung sebagai laboratorium politik nasional. Maka, sebagai orang pemerintahan yang punya interest terhadap dunia politik, saya selalu mencermati dan sedapat mungkin mengambil peran sesuai dengan kapasitas saya. Itulah, mengapa saya berani mengatakan bahwa saya cukup tahu dan ada andil-andil kecil dalam pemecahan kondisi-kondisi pelik pada kasus-kasus politik Lampung.

Anda bisa menyebut beberapa di antaranya?

(Siti Nurbaya menyebut contoh-contoh kasus yang terjadi dan dia memberi advis tetapi diabaikan sehingga suasana politik menjadi tidak menentu. Saat itu, ia menjabat sebagai Sekjen Depdagri. Namun, dia bilang pada bagian ini off the record).

Dengan pengetahuan itu, apa kesimpulan Anda?

Saya pikir, Lampung seharusnya bisa lebih maju dari sekarang. Sebab, banyak keunggulan-keunggulan daerah ini yang sebenarnya bisa dimainkan dan menjadi kebaikan bersama. Kita punya sumber daya alam yang baik, posisi strategis, dan orang-orang yang punya akses baik ke pusat kebijakan. Sayangnya, kita sering kurang bijak saat mengambil keputusan.

Lalu, apa yang akan Anda lakukan untuk membantu memperbaiki ini?

Di DPD, sebenarnya banyak sources yang bisa dimanfaatkan oleh Lampung. Itu juga berlaku sama dengan daerah lain. Saya punya beberapa model program semacam upaya-upaya penguatan pendidikan demokrasi. Di Makassar, saya buat semacam model pembelajaran dini bagi anak-anak untuk mengenal dan belajar berdemokrasi.

Saya pikir, ide reporter cilik yang digagas Lampung Post ini sangat brilian. Kita memang harus mengenalkan dan memberi pembelajaran tentang demokrasi itu sejak anak-anak. Sebab, kejadian demokrasi kita menjadi seperti sekarang ini kan karena kita tidak belajar secara sistematis tentang politik dan demokrasi. Kita belajar berdemokrasi sambil berjalan dan instan. Jadi, beginilah kejadiannya, haha...

Masih banyak lagi program di DPD yang bisa di-endorse oleh daerah. Tinggal, kita mau enggak memanfaatkan ini.

Soal DPD, bagaimana di Lampung?

Ya, DPD asal Lampung ada empat orang seperti juga daerah lain. Ada Pak Anang, Aryodhia, Ahmad Jajuli, dan Iswandi. Saya selalu berkoordinasi dengan beliau-beliau. Saya kira mereka sudah bekerja dengan cukup baik untuk konstituennya.

Untuk diketahui, DPD ini adalah salah satu lembaga tinggi negara yang sesungguhnya punya legitimasi sangat kuat, bahkan lebih kuat dari anggota DPR, tetapi hanya sedikit kewenangannya. Dan itu kebalikan dengan DPR.

Saya katakan legitimasinya sangat kuat karena setiap daerah hanya ada empat orang. Baik untuk daerah yang luas atau sempit, baik penduduknya banyak atau sedikit. Kita bisa bayangkan, jika Provinsi Jawa Barat dengan jumlah penduduk 30 juta, hanya diwakili oleh empat orang. Artinya, dukungan langsung rakyat kepada anggota DPD itu jauh lebih banyak. Umumnya, anggota DPD itu benar-benar tokoh.

Makanya, saya katakan wajar jika kiprah anggota DPD di daerah juga tidak terlalu mencolok atau terlihat. Sebab, mereka berempat bekerja untuk seluruh penduduk suatu provinsi.

Apa obsesi Anda untuk Lampung?

Ya, saya merasa gemas saja. Saya berkeinginan, nanti kalau ada program-program yang cocok untuk Lampung, saya akan beri perhatian khusus. n