Thursday, October 20, 2011

Calon Menantu Sultan: Keraton Yogya Demokratis & Kekeluargaan

Jakarta - Masuk menjadi bagian dari keluarga keraton tentu tidak mudah, terlebih bagi masyarakat biasa yang tidak punya embel-embel kebangsawanan. Namun, hal itu tidak berlaku bagi Achmad Ubaidillah, yang sebentar lagi menikahi putri Sri Sultan Hamengkubuwono X, Gusti Gusti Raden Ajeng (GRAj) Nurastuti Wijareni.

Memang, menurut pegawai Sekretriat Wakil Presiden (Setwapres) yang akrab disapa Ubai ini, dirinya sempat gugup ketika diperkenalkan Reni dengan keluarga keraton berikut adat-istiadat yang berlaku di dalam keraton. Apalagi, ia adalah satu-satunya calon menantu Sri Sultan yang berasal dari luar Jawa.

"Awalnya saya, waduh, yang saya lihat, kan, Jawa semua menantunya, Mas, sedangkan saya Sumatera. Tapi saya pikir, saya suka dengan Reni, saya cinta dengan Reni. Kalau kita sudah saling mencintai, semua itu bablas saja begitu, kan?" kata Ubai sambil tertawa saat berbincang-bicang dengan detikcom di Kantornya, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Jumat (27/5/2011) pekan lalu.

Menurut Ubai, semua ketakutannya hilang ketika mengetahui bahwa keluarga keraton ternyata sangat demokratis. Pemuda kelahiran Jakarta, 26 Oktober 1981, ini, memberi contoh, kedemokratisan keluarga Sri Sultan adalah ketika raja Jawa tersebut tidak memilih-milih latar belakang calon pendamping hidup bagi putri-putrinya.

"Kata Ngarso Dalem (Sri Sultan), 'Saya nggak memandang suku. Saya nggak memandang dari Papua, dari Kalimantan, terserah, asal anak saya senang, anak saya suka'. Nah, di situ saya merasa Sri Sultan bijaksana sekali," kata Ubai bercerita saat ia mengutarakan niat untuk melamar Reni pada tahun 2010 yang lalu di Kediaman Sultan, Jl Suwiryo, Menteng, Jakpus.

Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas pun, lanjut Ubai, juga mempunyai sikap yang sama dengan Sri Sultan pada waktu itu. Tanpa menanyakan macam-macam, GKR Hemas langsung menyetujui Reni dipinang oleh pemuda yang tidak mempunyai garis keturunan 'darah biru'.

"Pada waktu itu ada Kanjeng Ratu juga di Jakarta, saya bilang 'Saya sangat mencintai putrinya yang bungsu, Reni. Terus kanjeng ratu bilang 'Ya, sudah'. Kanjeng Ratu juga men-support malah. Maka ketemulah lamarannya kapan dan segala macem, yaitu bulan September 2010," tutur Ubai.

Selain demokratis, keramahan dan sifat kekeluargaan juga sangat kental di lingkungan keraton. Ubai mengaku banyak mendapat bantuan dari keluarga keraton untuk menyesuaikan dengan adat-istiadat yang berlaku di dalam keraton. Bahkan, di samping tentu saja Reni, GKR Hemas sendiri suka mengajarinya cara bertutur kata yang santun sesuai adat keraton.

"Kadang-kadang saya diajari Reni, kadang-kadang sama Kanjeng Ratu juga. Saya ngobrol kalau salah sama Kanjeng Ratu diperbaiki. Ya, apa ya, bagus lah buat pemula seperti saya," ungkap Ubai.

Sebagai orang dari luar keraton, Ubai merasa dirangkul oleh keluarga besar Sri Sultan. Hal itu membuatnya merasa nyaman menjalani hubungan dengan Reni selama 4 tahun ini. Ke depan, menjelang pesta penikahannya digelar, Ubai semakin tertantang untuk mendalami lebih jauh aturan-aturan keraton Yogyakarta.

"Itulah bagusnya keluarga keraton. Tidak pernah sombong, tidak pernah angkuh, dan merangkul sifatnya. Saya merasa nyaman, kekeluargaannya ada banget. Yang saya bayangkan itu sirna semua. Rasa takut ada, tapi setelah kita mendekat, sudah, cair suasananya," kata Ubai.

Pernikahan antara Reni dan Ubai akan digelar pada 16-19 Oktober 2011 mendatang di Keraton Yogyakarta. Sebelumnya, akan dilakukan upacara wisuda gelar calon pengantin pada 3 Juli di Bangsal Purworetno. Proses lamaran sendiri sudah dilangsungkan pada bulan September 2010 lalu. (Detik News)

No comments:

Post a Comment