Monday, January 31, 2011

Rencana Pembangunan Kota Baru di Lampung Terancam gagal

Bandar Lampung, Pelita

Rencana pembangunan kota baru yang digagas oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung terancam gagal, ini dibuktikan dengan adanya aksi demontrasi yang dilakukan ratusan petani yang tergabung dalam Gabungan Petani Lampung (GPL). Para petani tersebut kemarin mendatangi kantor DPRD Provinsi Lampung dengan berjalan kaki untuk menyampaikan keberatan mereka terhadap rencana pembangunan kota baru yang lokasinya berada di Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan.


Koordinator lapangan GPL Ali Akbar, menyerukan bahwa selain menolak pembangunan kota baru, GPL juga menolak Hutan Tanaman Rakyat (HTR) dan berikan sertifikat hak milik tanah rakyat.


Ali menilai kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada kaum tani itu sangat merugikan warga yang tinggal di delapan desa yang ada di kecamatan tersebut. Dengan dalih untuk membangun kota baru, 1.500 hektar tanah garapan petani yang merupakan satu-satunya penopang kehidupan 5.000-an petani miskin, sebentar lagi akan berganti rupa menjadi bangunan dan gedung sebagai pusat pemerintahan kota baru Lampung.


Tanah eks.LIPI dahulunya adalah tanah yang dikelola PT Mitsgoro yaitu seluas 7.000 hektar pasca tutupnya PT Mitsgoro (pailit) pada tahun 1982, lembaga ilmu pengetahuan Indonesia (LIPI) mengambil alih kepemilikan tanah tersebut seluas 1.500 hektar untuk ditanami kayu lamtorogung, ujarnya. Kota baru membuat resah, belum lagi rakyat tahu kapan kota baru akan mulai dibangun, rakyat/petani sudah mengalami banyak kerugian, seperti pemasangan patok-patok besi yang dilakukan entah oleh siapa di tanah-tanah eks LIPI dan kini rasa takut akan kehilangan tanah garapannya, sudah terbayang oleh petani dan keluarganya.


Keresahan petani semakin menjadi-jadi ketika oknum Pemda Lampung menyatakan bahwa pemerintah hanya akan mengganti rugi Rp2 juta/hektar kepada petani dan tidak hanya tanah eks LIPI saja yang akan diambil tapi seluruh register 40 seluas 43 ribu hektar yang akan dihutankan kembali (HTR). Bahkan masyarakat pun dilarang mendirikan bangunan baru disana, ujarnya.
Setelah berorasi setengah jam, akhirnya para petani diterima kedatangannya oleh Komisi I DPRD yang dijumpai Ketut Erawan, Sri Dahlianty, Faraouk Daniel dan Bastari. Hasilnya wakil DPRD ini akan merapatkan ini di forum dan akan ditindak lanjuti. (bdl)

1 comment: