Sunday, November 28, 2010

Utama Lampost : Minggu, 28 November 2010

MESUJI (Lampost): Ratusan korban amuk massa warga Kampung Wirabangun, Kecamatan Simpangpematang, Kabupaten Mesuji, memilih bertahan di pengungsian. Warga takut pulang karena pelaku masih berkeliaran dan tak satu pun yang ditangkap.

Pada hari kedua setelah peristiwa mengenaskan itu, situasi di Kampung Wirabangun mulai tampak menggeliat meski warga resah dan takut keluar rumah. Sebelumnya tidak satu pun warga berani tinggal di rumah. Mereka memilih mengungsi ke Kampung Harapanjaya, Jayasakti, Simpangpematang, dan Budiaji.

Kampung Wirabangun menjadi arena pembantaian, Kamis (25-11). Peristiwa ini menelan 4 korban tewas, 2 luka-luka, 3 rumah dibakar, dan puluhan rumah dirusak. Pemicu pembantaian diduga berawal dari sabung ayam yang dilakukan massa dari Kampung Pematangpanggang dan Sungaisodong, Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan.

Menurut data sekretariat Kampung Wirabangun, pengungsi yang belum pulang berjumlah 549 jiwa, sedangkan yang bertahan di rumah masing-masing 2.544 jiwa. "Bisa jadi ada yang pergi sebelum kejadian ke tempat saudara. Pengungsi yang belum pulang ini pergi ke luar Mesuji," kata Sekdes Kampung Wirabangun, Ngantianto.

Sebagian warga berani pulang atas bujukan aparat Brimob dan Dalmas Polres Tulangbawang yang menjemput di pengungsian. Dari pantauan Lampung Post setelah aksi pembantaian, banyak pintu rumah digembok. Puluhan kaca rumah yang pecah belum diganti dan dirapikan.

Menurut Suyatno, warga setempat, mereka takut keluar rumah karena trauma atas kejadian yang merenggut nyawa tetangganya itu. Bahkan, tatapan mata beberapa warga di halaman rumah terlihat tegang.

Upaya Damai

Proses perdamaian pihak yang bertikai, yakni Kampung Wirabangun dan Pematangpanggang, terus dilakukan. Pada pukul 10.00 kemarin unsur pimpinan Kecamatan Simpangpematang yang dipimpin Kepala Kantor Kesbanglinmas Murni, Camat Simpangpematang Indra Kusuma Wijaya, Kapolsek AKP Nelson F. Manik, Danramil Mesuji Kapten Inf. Sariaman, melakukan pertemuan dengan sepuluh perwakilan tokoh masyarakat Wirabangun.

Dalam pertemuan tersebut diajukan enam poin klausul perdamaian yang harus dipenuhi Kampung Pematangpanggang agar menjadi memori perdamaian kedua belah pihak. Syarat tersebut antara lain meminta warga OKI tidak mengadakan sabung ayam di Kampung Wirabangun, mengganti kerugian materi dan nonmaterial kepada Kampung Wirabangun.

Usai pertemuan, Kapolsek Simpangpematang AKP Nelson mengungkapkan syarat perdamaian yang diajukan warga akan diakomodasi dan disampaikan ke pihak Pematangpanggang. "Kami tidak bisa sebutkan semua. Semua ada enam poin, tetapi dilihat dulu dari pihak Pematangpanggang seperti apa," kata Kapolsek.

Dalam pertemuan tersebut, warga Kampung Wirabangun diminta mendata ulang warga yang ada di kampung. "Supaya jelas yang masih mengungsi berapa dan di mana," kata Ketua Tim Negosiasi Perdamaian dari pihak Mesuji, Murni.

Pihak Pematangpanggang juga mengajukan syarat perdamaian. Hingga pukul 18.00 kemarin masih dilakukan perundingan di Kantor Camat Mesuji OKI, Sumatera Selatan. Dari pihak OKI, perundingan dihadiri oleh camat setempat, kapolsek, Danramil, dan kepala kampung. Dari informasi yang diterima, perundingan cukup alot karena pihak Pematangpanggang belum menerima klausul yang disampaikan pihak Wirabangun. (UAN/R-3)

AMUK MASSA DI MESUJI LAMPUNG

Utama Lampost : Minggu, 28 November 2010

Sejarah Buruk itu Berulang di Wirabangun

MESUJI—Tidak satu pun dari 557 keluarga Wirabangun, Kecamatan Simpangpematang, Kabupaten Mesuji, mengharapkan peristiwa kelam Kamis (25-11) itu terjadi. Perkampungan transmigran seluas 1.791 hektare itu dipaksa dua kali mencatat sejarah buruk.

Peristiwa berdarah serupa pernah terjadi pada 2002. Saat itu sembilan nyawa melayang: empat warga Kampung Wirabangun dan lima warga Simpangpematang. Pemicunya pencurian seekor kambing yang tepergok warga. Emosi warga memuncak karena ternak sering hilang dan pencuri tewas seketika.

Aksi itu langsung mendapat balasan. Gerombolan massa dari Ogan Komering Ilir (OKI) Sumatera Selatan, merengsek ke Kampung Wirabangun melalui sungai belakang kampung, penanda batas wilayah Lampung dan Sumatera Selatan. Permukiman yang pertama ditemui menjadi sasaran membabi buta. Satu tewas dan satu rumah warga Wirabangun dibakar. Warga pun mengungsi.

Sayangnya peristiwa itu berlalu begitu saja. Tidak satu pun pelaku pembunuhan ditangkap dan diadili. "Memang sedih. Tapi mau bagaimana lagi. Setelah kejadian, ya habis begitu saja," kata Ngatenianto, sekretaris Kampung Wiralaga, Sabtu (27-11).

Ngatenianto yang pada 2002 menjabat sebagai carik harus menerima kenyataan: kampung halamannya kembali porak-poranda akibat amuk massa. Kamis (25-11) menjelang sore, Hasan (pelaku) yang membunuh Suliyanto, warga Wirabangun, tepergok mencuri ayam. Aksi itu menyulut kemarahan warga dan akhirnya menghabisi pelaku.

Emosi warga Kampung Simpangpematang tersulut. Ratusan warga mengamuk, membabi buta, menghunus senjata, membunuh siapa saja yang terlihat. Tragisnya, aksi itu dilakukan di depan aparat keamanan. Kini kampung yang semula damai dicekam ketakutan.

Kampung Wirabangun merupakan areal trasmigrasi lokal pada 1983. Awalnya Wirabangun hanya memiliki 557 kepala keluarga (KK) dengan jumlah penduduk 2.150 orang. Kini menjadi 632 KK dengan jumlah penduduk hampir 3.000 KK. Sebelumnya, Kampung Wirabangun mempunyai sembilan suku (dusun). Pada 2003 dimekarkan menjadi dua kampung, Bangunmulyo dan pada 2008 Kampung Rejobinangun.

Dari sejarahnya, pemberian nama Wirabangun bertujuan agar masyarakat yang berasal dari Kasui, Banjit, dan Wiralaga itu dapat menjadi makmur, tenteram, dan damai. Mayoritas penduduk bermata pencarian sebagai petani kebun sawit dan karet. Selain itu, terdapat juga petani padi dengan membuka lahan persawahan meskipun hanya 10 hektare. (JUAN SANTOSO/R-3)

BERMULA DARI PANGGUNG SABUNG AYAM

Fokus Lampost : Minggu, 28 November 2010

Secara geografis, Kecamatan Jabung terbentuk masa pemerintahan Kabupaten Lampung Tengah. Saat itu, Kecamatan Jabung mencakup Kecamatan Sekampungudik, Pasirsakti, Wawaykarya, dan Margasekampung. Ketika Kabupaten Lampung Timur terbentuk, Kecamatan Jabung dimekarkan jadi beberapa kecamatan yakni Sekampungudik, Pasirsakti, Wawaykarya, dan Pasirsakti.

Saat ini, Kecamatan Jabung yang berjarak sekitar 70 kilometer dari ibu kota kabupaten memiliki 15 desa yaitu Jabung, Betengsari, Mumbang Jaya, Adirejo, Mekarjaya, Adiluhur, Negarasaka, Pematang Tahalo, Gunungmekar, Negarabatin, Asahan, Gunungsugih Kecil,

Blimbingsari, Sambirejo, dan Tanjungsari. Luas wilayah kecamatan Jabung 157,53 kilometer persegi dan jumlah penduduk 49.456 jiwa atau 12.778 kepala keluarga (KK) dengan perincian laki-laki 25.030 jiwa dan perempuan 24.426 jiwa. Dari luas wilayah 157,53 kilometer persegi itu, hampir 80% merupakan kawasan perkebunan atau perladangan.

Kepada Lampung Post, Batin Rajo Liyu Husin (85), tokoh masyarakat Jabung, Kamis (25-11), menjelaskan sekitar 1940-an, nama Jabung dikenal banyak orang. Nama Jabung sendiri diambil dari istilah “menyabung”. Kala itu, para jawara daerah itu dan jawara asal luar kabupaten serta luar provinsi seperti Serang, Banten, berdatangan ke daerah itu menyabung ayam. Karena sebagian besar warga daerah itu juga menyukai hobi sabung ayam, kegiatan itu sendiri berlangsung sangat lama. Saking lamanya pergelaran sabung ayam di daerah itu, warga kemudian mengabadikan nama sabung ayam itu jadi “jabung” yang dikenal hingga saat ini.

"Karena waktu itu enggak ada hiburan, Saya hampir tiap hari menonton sabung ayam. Dan, nama Jabung itu sendiri diambil dari istilah sabung," ujar pria yang semua rambutnya telah memutih itu.

Menurut Batin Rajo Liyu Husin, pada 1940-an, Jabung merupakan kawasan hutan belantara yang hanya dihuni oleh beberapa kepala keluarga. Karena berupa hutan belantara, di dalamnya pun banyak dihuni hewan buas. Kemudian, warga yang jumlahnya masih terbatas itu membuka ladang dengan cara berpindah-pindah atau nomaden. Untuk menjaga diri dari serangan hewan buas seperti harimau, warga mendirikan bangunan berupa rumah panggung yang hingga kini masih dipertahankan kelestariannya. Lalu, tanaman utama penduduk masa itu berupa lada dan kopi. Karena lahan daerah itu sangat subur, pertumbuhan penduduk daerah itu pun sangat pesat.

"Meskipun waktu itu harga lada dan kopi masih murah, warga Jabung hidup makmur dan punya kebun sangat luas," ujar pria yang telah mempunyai beberapa cicit itu.

Sekitar tahun 1942, kata dia, Jepang masuk ke Jabung. Di daerah itu, pihak Jepang memaksa penduduk mengganti tanaman lada dan kopi jadi tanaman kapas. Di bawah tekanan penjajahan, warga pun membabat habis tanaman lada dan kopi mereka untuk diganti jadi tanaman kapas.

"Guna mendapatkan kapas, hampir semua tanaman lada dan kopi rakyat diganti tanaman kapas," kata Batin Rajo Liyu Husin.

Tiga tahun kemudian atau sekitar 1945, kata dia, Jepang pergi dari bumi Jabung. Kepergian tentara asal Negeri Matahari Terbit dari Jabung masa itu, tak hanya menyisakan penderitaan rakyat. Tak sedikit rakyat masa itu mati dibunuh atau mati kelaparan. Karena situasi telah aman, rakyat kembali membenahi peladangannya yakni membumihanguskan tanaman kapas sebagai warisan Jepang dan kembali ke tanaman semula yakni lada dan kopi.

"Setelah penjajahan Jepang berakhir, Jabung kembali mencapai puncak kemakmuran. Karena daerah ini sangat subur, tanaman lada dan kopi sangat cepat tumbuh," ujarnya.

Puncak kemakmuran masyarakat Jabung, ujar Batin Rajo Liyu Husin, masih bertahan hingga 1990-an. Tanaman lada dan kopi petani masih tumbuh dengan baik. Lalu, seiring munculnya perubahan iklim yang tak menentu dan munculnya beragam penyakit tanaman lada dan kopi, mengakibatkan tanaman andalan petani itu berkurang. Karena banyaknya tanaman lada yang mati, hasil panen menipis.

Sementara itu, tingkat kebutuhan warga kian kompleks dan mendesak. Diduga, akibat banyaknya kebutuhan mendesak dan tradisi begawi adat, penduduk daerah itu lalu menjual sebagian lahan mereka ke warga pendatang. Karena terus didera beragam kebutuhan, tradisi menjual tanah peladangan pun terus berlanjut. Lalu, lama kelamaan tanah peladangan milik sebagian besar penduduk asli akhirnya berpindah tangan. Diduga, akibat kian sempitnya lahan pertanian ditambah akibat pergaulan dari luar serta banyaknya lintasan sepi penduduk, awal tahun 2000-an, aksi kejahatan terutama begal sepeda motor di wilayah itu mulai terjadi. Apakah perlu ruwatan mengganti nama? (CHAIRUDDIN/M-1)

MENGURUT REPUTASI GELAP JABUNG


Fokus Lampost : Minggu, 28 November 2010

Reputasi nama Jabung di Kabupaten Lampung Timur berangsur pulih dari konotasi "markas begal". Namun, tragedi Asahan-Blimbingsari pekan lalu mementahkan perjuangan panjang warga dan aparat.

MINGGU (21-11) malam, keheningan bumi Kecamatan Jabung Lampung Timur tiba-tiba saja gegap gempita. Sekitar pukul 22.00, perang antarwarga Desa Asahan dan Desa Belimbingsari Kecamatan Jabung memecah kensenyapan. Bak menghadapi musuh masa penjajahan, ratusan warga dua desa yang masih terjalin tali persaudaraan dan hanya dipisahkan oleh areal persawahan sekitar tiga hektare itu, saling serang dengan tombak, parang, panah, molotov hingga senjata rakitan.

Desing peluru, bola api molotov, dan lemparan batu saling melesat ke arah dua belah pihak. Jerit histeris kaum ibu, anak-anak, dan orang tua malam itu kian memecah kesenyapan. Ratusan warga tak bersalah yang sedang tidur pulas, malam itu harus lari tunggang langgang menyelamatkan diri. Ada yang bersembunyi di kolong ranjang, di balik pintu, hingga mengungsi ke desa tetangga.

Akibat pertikaian itu, belasan warga dari dua belah pihak terkapar. Ada yang terkena peluru, terkena lemparan molotov, hingga kena lemparan batu.

Sekitar tiga jam "perang" itu berlangsung. Beruntung, aparat kepolisian dan TNI malam itu dengan cepat meredam konflik. Ratusan aparat termasuk sejumlah pasukan Brimob Polda Lampung dikerahkan. Mereka berjaga-jaga di perbatasan dan pintu masuk desa.

Dari lokasi konflik, aparat menyita sejumlah barang bukti molotov serta beberapa

peluru aktif. Sementara, warga yang terluka menjalani pengobatan di puskesmas dan rumah sakit. Keesokannya, pertikaian warga yang masih bersaudara itu berhasil didamaikan. Disaksikan sejumlah pejabat dan aparat keamanan serta tokoh masyarakat, kedua warga saling memaafkan dan akan mengobati warga mereka yang terluka. Selain itu, warga dua desa itu pun sanggup memperbaiki mobil patroli yang kena sasaran amuk warga.

Dilihat dari akar masalah, sebenarnya konflik warga dua desa itu hanya dipicu masalah sepele. Sebelum terjadi perang, sekitar pukul 17.00, aparat polsek setempat menciduk seorang warga Desa Asahan yang diduga mencuri motor milik warga Desa Blimbingsari. Tak terima warganya ditangkap petugas, warga Desa Asahan menyerbu desa tetangga mereka itu. Karena diserang, warga Desa Blimbingsari melawan. Pertikaian pun tak terelakkan.

Konflik warga pada kawasan dengan lahan pertanian yang subur itu sebenarnya bukan pertama kali terjadi. Sekitar tujuh tahun silam, warga membumihanguskan kantor polsek setempat. Meskipun peristiwa itu tak menimbulkan korban jiwa, kerugian materi mencapai ratusan juta.

Amuk warga yang berakhir dengan membakar kantor milik pemerintah itu pun kerap dipicu masalah sama. Yakni, tak terima polisi menangkap warga mereka yang diduga melakukan tindak kejahatan.

Dari sederetan konflik horizontal di Jabung, memunculkan sederet pertanyaan pada benak kita. Sudah seberapa parahkah aksi kejahatan di Jabung hingga warga tak lagi mampu membendung emosi? Lantas, apa faktor penyebab sehingga di Jabung selalu terjadi aksi kejahatan dan konflik antarwarga.

***

Jabung, nama wilayah ini memang tak asing bagi warga Sai Bumi Ruwa Jurai ini. Dan, bagi warga Lampung Timur, jika mendengar nama tersebut, tak jarang membuat bulu kuduk berdiri dan terkesan sangat menakutkan. Karena ketenarannya, nama salah satu desa dan ibu kota kecamatan di Kabupaten Lampung Timur itu juga dikenal warga asal luar provinsi, seperti Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.

Yang membuat prihatin, orang mengenal nama desa itu hanya pada sisi negatif. Hal itu tak dimungkiri, pascareformasi, tindak kriminalitas di wilayah hasil pemekaran Kabupaten Lampung Tengah itu memang lumayan tinggi. Kejahatan paling menonjol kala itu berupa begal atau perampasan sepeda motor. Aksi garang yang tak jarang merenggut nyawa korban itu banyak terjadi di wilayah hukum Kecamatan Jabung dan sekitarnya.

Pada aksi itu, pelaku yang umumnya mengintai korban di jalan sepi, selalu dilengkapi senjata golok, kayu, hingga senjata api rakitan. Jika korban melawan karena mempertahankan kendaraan, akibatnyapun dapat ditebak. Pelaku tak segan-segan melukai atau menembak mati korbannya.

Jika dihitung sejak pascareformasi, tak sedikit korban kejahatan di wilayah hukum kecamatan itu meregang nyawa. Dan, akibat sederetan aksi kejahatan di wilayah itu, pengendara sepeda motor harus berpikir ulang jika akan melintasi wilayah tersebut. Apalagi, pada jalur tersebut,tak sedikit lintasan sepi penduduk yang memungkinkan pelaku beraksi.

Tak hanya itu, akibat maraknya aksi kejahatan di wilayah Kecamatan Jabung dan kecamatan tetangga waktu itu, tak sedikit calon investor mengurungkan niat menanamkan modal mereka. Maraknya aksi kejahatan terutama begal sepeda motor di wilayah hukum Jabung, membuat Pemkab Lampung Timur dan aparat kepolisian gerah. Guna menekan aksi kejahatan itu, aparat kepolisian bukan berarti tak bertindak. Bahkan, tak sedikit pelaku kejahatan ditangkap atau ditembak mati karena melawan petugas.

Kendati demikian, hal itu tak menyurutkan nyali pelaku. Malah, aksi kejahatan di wilayah itu kian menjadi. Lebih parah lagi, di kecamatan itu beredar isu peredaran dan perakitan senjata api rakitan sangat marak.

Terkait tingginya angka kriminalitas yang tak jarang melibatkan warga Jabung beberapa tahun terakhir, Hermansyah, tokoh pemuda setempat mengaku hal itu tak dimungkiri. Pasca reformasi, angka kriminalitas yang banyak melibatkan warga atau pelaku asal Jabung memang kerap menghiasi sejumlah media cetak dan elektronik. Pelaku asal daerah itu tak hanya beraksi di wilayah hukum setempat. Tapi, mereka juga ada yang melakukan aksi kejahatan di luar Lampung. Dan, akibat tindak kejahatan itu, tak sedikit dari mereka dibekuk aparat. Tak hanya itu, aparat kepolisian juga kerap membawa peti mati berisi mayat pelaku kejahatan asal daerah itu. "Pascareformasi, memang ada warga asal Jabung terlibat aksi kejahatan. Tapi, nggak semua orang Jabung itu penjahat. Saya pikir, semua daerah sama. Ada yang baik dan ada juga yang jadi penjahat," ujar pengurus karang taruna itu.

Menurut Hermansyah, dari serangkaian kejahatan yang pernah terjadi di wilayah Jabung beberapa tahun terakhir, memang berdampak cukup luas. Dampak dimaksud seperti, warga asal luar Jabung jadi enggan jika akan melintasi atau ke wilayah itu. Dampak lain adalah investor enggan berinvestasi pada kawasan yang masih subur itu. "Akibat pernah terjadi sejumlah aksi kejahatan, Kecamatan Jabung mungkin langsung mendapat julukan kawasan hitam atau wilayah yang menakutkan," kata dia.

Karena dewasa ini Jabung merupakan kawasan yang telah aman, ujar Herman, warga luar daerah hendaknya tak ragu jika ingin ke Jabung. Termasuk para penanam modal hendaknya dapat berinvestasi di wilayah itu. Sehingga hal itu dapat menekan tingkat pengangguran. "Jika warga atau pemuda banyak yang bekerja, saya yakin, kejahatan di Jabung dapat dikis habis," tegasnya.

Raden Jaya Mustari (53) tokoh masyarakat yang juga pamong desa menjelaskan, sejak beberapa tahun terakhir Jabung memang jadi catatan tersendiri bagi pemerintah terutama aparat kepolisian. Sorotan itu terjadi karena di wilayah itu kerap terjadi aksi kejahatan terutama begal sepeda motor. Mustari menduga, aksi itu terjadi karena beberapa faktor seperti banyaknya lintasan sepi penduduk yang memudahkan pelaku beraksi serta karena faktor ekonomi. Faktor lain diduga pelaku dengan mudah menjual barang hasil kejahatannya. "Jika disebut semua orang Jabung tukang begal, itu enggak benar. Sebab, pada masa nenek moyang kami kebiasaan buruk itu tak pernah terjadi," kata Mustari.

Oleh sebab itu, kata dia, bagi warga luar Jabung, hendaknya tak selalu memandang dari sudut menilai negatif atas kehidupan warga wilayah itu. Pasalnya, tak semua warga Jabung berhati jahat atau jadi penjahat. Lagipula, kejahatan yang terjadi dewasa ini tak hanya terjadi di wilayah Jabung, tapi, hampir tiap sudut Lampung Timur. Dan pelakunya pun banyak yang berasal dari luar Jabung.

"Kami selaku penduduk asli Jabung, hendaknya tak menilai orang Jabung negatif. Sebab, tak semua orang Jabung jahat. Dan, di daerah atau kecamatan lain pun banyak penjahat. Ini pernah terbukti ada pelaku kejahatan dari luar kecamatan, ditangkap di Jabung," ujarnya. (CHAIRUDIDDIN/M-1)

amuk massa di Mesuji : DUA PIHAK BERTIKAI SEPAKAT HUKUM DITEGAKKAN

Utama Lampost : Senin, 29 November 2010


MESUJI (Lampost): Perundingan perdamaian antara pihak Kampung Wirabangun, Kecamatan Simpangpematang, Kabupaten Mesuji, dengan Kampung Pematangpanggang, OKI, Sumsel, menyepakati tiga poin.

Intinya, tidak ada lagi tindakan kriminal dalam bentuk apa pun antara kedua belah pihak, tidak ada dendam, dan proses hukum harus ditegakkan.

Kesepakatan itu diperoleh pada pertemuan di kantor Kecamatan Mesuji, Kabupaten OKI, yang dimulai Sabtu (27-11), sekitar pukul 16.00 hingga pukul 21.00.

Dari Kabupaten Mesuji hadir Kepala Kesbanglinmas Murni beserta Camat Indra Kusuma Wijaya, Kapolsek AKP Nelson F. Manik, dan Danramil Mesuji Kapten Sariaman.

Menurut rencana, tiga kesepakatan itu akan ditandatangani kedua belah pihak dan disosialisasikan hari ini. "Besok (hari ini, red) ditandatangani kedua pihak," ujar Kepala Kantor Kesbanglinmas Murni kemarin.

Sementara itu, 549 warga Kampung Wirabangun yang mengungsi masih bertahan di rumah-rumah penduduk seperti di Simpangpematang, Budiaji, dan Harapanjaya. Aparat kepolisan pun masih disiagakan di kampung tersebut.

Hingga kemarin polisi juga belum menangkap seorang pun berkaitan dengan kasus tersebut. "Tetapi, tetap akan kami proses karena ada pelanggaran hukum," ujar Kasat Reskrim Polres Tulangbawang AKP Ferizal. "Kami akan melakukan penyelidikan dan tahapan-tahapannya," ujarnya.

Sementara itu, Lampung Police Watch (LPW) menilai kinerja kepolisian lambat dalam menyikapi kasus tersebut. "Masyarakat akan terus dicekam ketakutan karena polisi tidak segera bertindak yang dapat memberi efek jera," ujar Ketua LPW M.D. Rizani kemarin.

Rizani membandingkan dengan perusakan terhadap kantor polisi, pos polisi, atau penganiayaan terhadap polisi. "Biasanya dalam beberapa jam saja pelakunya bisa ditangkap. Tetapi, kalau masyarakat yang menjadi korban, selalu berlarut-larut," kata dia.

Kampung Wirabangun menjadi arena pembantaian pada Kamis (25-11). Sedikitnya 4 korban tewas, 2 luka-luka, 3 rumah dibakar, serta puluhan rumah dirusak.

Pemicunya diduga berawal dari pencurian ayam. Saat dipergoki, warga Pematangpanggang malah membunuh warga Wirabangun. Tindakan itu mendapat balasan sehingga seorang warga Pematangpanggang tewas. Buntutnya, warga Pematangpanggang menyerang ke Kampung Wirabangun. (UAN/MG11/R-2)

pembantaian di Mesuji : PENGUNGSI BARU DIBANTU NASI BUNGKUS

Nasional Lampost : Sabtu, 27 November 2010

SIMPANG PEMATANG (Lampost): Untuk meringankan beban para pengungsi, Pemkab Mesuji kemarin membagi-bagikan nasi bungkus dengan mendatangi tempat-tempat pengungsian.

Atas perintah Sekkab, pegawai Pemkab Mesuji membagikan 600 nasi bungkus kepada pengungsi. "Itu langkah darurat karena untuk membuat dapur umum, kami belum temukan tempat yang tepat. Terlebih, para pengungsi tidak mengelompok," ujar Hary Prasetyo.

Dinas Kesehatan juga membagi-bagikan nasi bungkus ke kampung-kampung yang terdapat pengungsi. "Selain pelayanan kesehatan, kami beri mereka nasi bungkus," ujar Agung dari Puskesmas Simpangpematang.

Kadiskes Mesuji Aninditho mengatakan pihaknya akan membangun posko kesehatan untuk membantu pengungsi yang sakit. "Kami juga mendapat bantuan dari Provinsi Lampung untuk pengungsi berupa bahan makanan dan obat-obatan," kata dia.

Kemarin (26-11) keempat jenazah dimakamkan. Tiga korban dimakamkan di TPU Kampung Simpang Pematang sekitar pukul 11.00, yakni Suliyanto (25), Suarno alias Ganong (37), dan Tumijan (48), ketiganya warga Wirabangun.

Pemakaman dihadiri Kapolda Lampung Brigjen Sulistiyo Ishak dan rombongan. Dari Pemkab Mesuji, hadir Sekkab Agus Salim dan Kabag Humas Hari Prasetyo. Sementara itu, Hasan, warga Rejowinangun, dimakamkan di Pematangpanggang pada pukul 12.30.

Sukinah (67), ibu mertua korban Suliyanto, mengatakan korban tidak pernah berjudi. "Menantu saya itu pendiam. Dia tidak pernah saya lihat berjudi atau neko-neko," ujarnya. Karena itu, ia mengatakan kasus itu bukan berawal dari sabung ayam.

Saat kejadian, ia dan ibu-ibu lainnya sedang membantu di tempat hajatan. "Tiba-tiba di depan rumah ramai bapak-bapak. Kami langsung berhenti rewang. Menantu saya ternyata sudah digotong-gotong," ujarnya. (UAN/R-2)

RIBUAN KORBAN AMUK BELUM BERANI PULANG



MENGUNGSI. Puluhan warga Kampung Wirabangun, Kecamatan Simpangpematang, mengungsi ke Pondok Pesantren Darul Falah Al-Amin dengan pengawalan polisi, Jumat (26-11). Warga belum berani pulang karena merasa tak ada jaminan keamanan bagi mereka.
(LAMPUNG POST/JUAN SANTOSO)

Utama Lampost : Sabtu, 27 November 2010

MESUJI (Lampost): Suasana Kampung Wirabangun, Kecamatan Simpangpematang, pascapembantaian masih mencekam. Wirabangun tak ubahnya seperti kampung mati karena sebagian besar warganya mengungsi.

Dari 3.000-an penduduk Kampung Wirabangun, 70% meninggalkan kampung tersebut. Gelombang pengungsi terjadi mulai Kamis malam hingga kemarin pagi.

Hingga menjelang magrib kemarin, belum tampak warga yang kembali ke rumah masing-masing. Padahal, dua kompi aparat kepolisian masih berjaga-jaga di tempat itu.

Di tiga kampung yang berada di Kecamatan Simpangpematang saja ada 1.095 pengungsi. Mereka tersebar di Kampung Simpangpematang 698 jiwa, Kampung Budiaji (149), dan Kampung Harapan Jaya (248).

"Jumlah tersebut hingga pukul 17.00," ujar Sekretaris Kampung Simpangpematang, Ansori, yang mengoordinasi data pengungsi untuk diserahkan ke pihak kecamatan.

Sementara itu, jumlah warga yang mengungsi ke tempat lain seperti Kecamatan Pancajaya, Mesuji Timur, dan Way Serdang belum tercatat. Di tempat pengungsian, seperti di Simpangpematang, para pengungsi tinggal di rumah-rumah penduduk.

Selain itu, beberapa warga tinggal di ruko yang belum terpakai di Simpangpematang. Kemarin ratusan anak sekolah dari kampung tersebut tidak bersekolah karena takut.

Tiga sekolah di Kampung Wirabangun yakni SDN 1 Wirabangun dengan murid 479 orang, SMP Setia Budi (150), dan MTs Satu Terapat (70). "Itu belum termasuk anak SMA dari sini (Wirabangun)," kata Sekretaris Kampung Ngatnianto.

Di Kampung Wirabangun, warga yang masih tinggal diungsikan ke Pondok Pesantren Darul Falah Al-Amin di RK 5 kampung tersebut dengan penjagaan 1 kompi Brimob Lampung.

Di ponpes tersebut ada 100-an pengungsi yang hampir semua ibu dan anak. Rowi (39), staf pengajar di ponpes tersebut, mengaku saat peristiwa tersebut ia sedang duduk di halaman ponpes.

"Waktu itu saya lagi nongkrong. Tiba-tiba di jalanan ribut. Saya lihat, saat itu saya dikejar oleh massa yang membawa golok. Saya langsung lari," ujarnya. Seorang pengungsi, Sutirah (60) hingga kemarin malah belum bertemu suaminya, Siam (70), sejak peristiwa tragis itu.

Sepakat Damai

Kemarin Kapolda Lampung Brigjen Pol. Sulistyo Ishak didampingi Kepala Biro Operasional Kombes Rahyono W.S. mendamaikan dua pihak yang bertikai.

Dari Kampung Wirabangun diwakili Sekretaris Kampung Ngatnianto dan tokoh masyarakat Hasan. Dari Pematangpanggang, hadir Camat Mesuji OKI-Sumsel A. Diham, Kepala Kampung Pematangpanggang Raden Isye, Danramil Pematangpanggang Kapten Usman, dan Kapolsek AKP Arkamil.

Sementara dari Pemkab Mesuji hadir Sekkab Agus Salim dan beberapa asisten. Inti pertemuan tersebut, kedua belah pihak sepakat berdamai.

Kapolda juga tak memberi jawaban tegas mengapa tidak ada pelaku yang ditangkap. "Kami sedang mencari bukti-bukti, saksi-saksi, terkait pembunuhan itu," ujarnya.

Sejumlah warga Wirabangun juga mendesak agar polisi mengusut kasus itu hingga tuntas. "Kalau pelaku tidak ditangkap, tentu akan semakin semena-mena. Lalu, apa gunanya juga ada polisi kalau kasus seperti ini dibiarkan," ujar seorang tokoh yang enggan disebut namanya dengan alasan demi keselamatan.

Menurut Kabid Humas Polda Lampung AKBP Fatmawati, keributan itu diduga bermula saat Hasan, warga Pematangpanggang, tepergok hendak mencuri ayam bersama rekannya, Kamis (25-11) sore. "Sebelum beraksi, mereka berpura-pura mengadu ayam," ujarnya, Jumat (26-11).

Karena terdesak massa, kata Fatmawati, Hasan beserta rekannya kabur dan sempat membacok Suliyanto, salah satu warga yang mengejarnya, hingga tewas. Tapi, Hasan tertangkap dan dikeroyok hingga tewas.

Rekan Hasan yang selamat mengadu ke warga di desanya, Pematangpanggang. Lalu, 200-an warga menuju Kampung Wirabangun. "Sampai di Kampung Wirabangun, massa menyerang warga yang ditemui," kata dia. Akibatnya, dua orang lagi tewas dan dua luka-luka yaitu Ag dan Sg. Selain itu, satu rumah dibakar, 10 rumah rusak ringan, dua motor dibakar, dan satu motor warga hilang. (UAN/MG13/R-2)

Friday, November 26, 2010

WIRABANGUN RUSUH 4 TEWAS


RUMAH DIBAKAR. Salah satu dari tiga rumah warga Kampung Wirabangun, Kecamatan Simpangpematang, Kabupaten Mesuji, dibakar massa, Kamis (25-11). Pemicu kejadian tersebut akibat tewasnya warga kampung Pematangpanggang yang diduga berjudi sabung ayam.
(LAMPUNG POST/JUAN SANTOSO)

Utama Lampost. Jum'at 26 November 2010
SIMPANGPEMATANG (Lampost): Kampung Wirabangun, Kecamatan Simpangpematang, Kabupaten Mesuji, kemarin sore, menjadi arena pembantaian. Sedikitnya empat orang tewas dan dua luka-luka.

Bukan itu saja, tiga rumah juga dibakar dan puluhan rumah lainnya dirusak. Ratusan warga yang ketakutan pun akhirnya mengungsi keluar kampung.

Pemicu pembantaian yang diduga dilakukan massa dari Kampung Pematangpanggang dan Sungaisodong, Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan, itu diduga berawal dari sabung ayam.

Sekitar pukul 14.00, Suliyanto (21) mengadu ayam dengan tiga warga Pematangpanggang—salah seorang di antaranya Hasan. Dalam sabung ayam yang berlangsung di dekat rumah Suliyanto di Kampung Wirabangun itu, ayam Suliyanto menang. "Orang yang kalah itu malah meminta ayamnya Suliyanto," ujar seorang warga Wirabangun. Suliyanto menolak. Tapi, ia malah dibacok hingga tewas.

Dekat tempat kejadian itu, kebetulan massa sedang berkumpul karena ada arena hajatan. Massa Wirabangun akhirnya menangkap seorang di antaranya dan menghakiminya hingga tewas.

Dua orang kabur dan mengadu kepada warga kampungnya. Sepeda motor dinas Honda Megapro milik kades Rejowinangun, A. Roni (ayah Hasan), ditinggalkan di lokasi.

Mendengar laporan dari dua orang itu, keluarga besar korban yang merupakan warga Kampung Pematangpanggang, OKI, marah. Ratusan orang dari Pematangpanggang dan Sungaisodong mendatangi Kampung Wirabangun dengan truk, mobil pribadi dan ratusan motor. Mereka membawa pistol, pedang, tombak, dan berbagai senjata tajam.

Sampai di Kampung Wirabangun, pukul 15.00. Massa yang bergerak beringas membantai siapa saja yang ditemukan di jalan. Salah satu yang ditemukan tewas, Suarno alias Ganong, warga RK 5 Kampung Wirabangun. Korban ditemukan aparat kepolisian di perkebunan dengan kondisi mengenaskan akibat banyak luka bacok.

Korban lainnya, Tumijan, ditemukan terkapar dengan usus terburai di depan rumah. Tumijan dibawa ke Puskesmas Simpangpematang. Tapi, ia pun mengembuskan napas dalam perjalanan menuju rumah sakit di Unit II Banjaragung. Sampai tadi malam, dua orang masih dirawat di Puskesmas Simpangpematang.

Sampai tadi malam masih dua orang yang dirawat di Puskesmas Simpangpematang, yaitu Agus (18) yang luka di bahu kanan dan lutut kanan serta Sugiman (45), yang kedua tangannya luka bacok. Sugiman dibacok saat mengendarai sepeda motor.

Selain membantai warga, massa juga membakari beberapa rumah. Dua unit sepeda motor yang parkir di depan rumah warga tidak luput dari amukan massa. Kaca-kaca rumah dipecahkan.

Wednesday, November 24, 2010

JABUNG KEMBALI NORMAL

Utama Lampost, Selasa, 23 November 2010

JABUNG (Lampost): Melalui perjanjian damai, pihak kepolisian tidak menahan seorang pun dalam kasus bentrokan warga dua desa di Kecamatan Jabung, Lampung Timur.

Bahkan, seseorang yang ditangkap karena dituduh terlibat pencurian sepeda motor dan akhirnya memicu bentrokan antara warga Desa Asahan dan Belimbingsari, juga dilepaskan.

Pertemuan membahas perdamaian berlangsung pada Senin (22-11) dini hari, dari pukul 01.00 hingga 04.00 di aula kantor Kecamatan Jabung usai bentrokan.

Pertemuan dihadiri Kapolres Lamtim AKBP Bambang Hariyanto, Kapolsek Jabung AKP Edi Saputra, Camat Jabung Amriadi, Kades Belimbingsari Sumardi, Kades Asahan Mukhsin, dan sejumlah tokoh masyarakat.

Dalam perjanjian damai yang ditandatangani tokoh masyarakat dari kedua desa itu, disepakati pengobatan mereka yang terluka menjadi tanggung jawab desa masing-masing. Perbaikan mobil patroli Polsek Jabung yang dirusak massa ditanggung kedua desa. "Pengobatan korban Abdulah, warga Jabung, juga menjadi tanggung jawab kedua desa," ujar Amriadi kemarin.

Tokoh masyarakat Asahan juga meminta Reno (17), warga Desa Asahan, yang dituduh sebagai pelaku pencurian sepeda motor, dikeluarkan dari tahanan. Penangkapan terhadap pelajar SMA di Jabung itu juga yang memicu bentrokan karena polisi menciduk Reno dengan dibantu warga Belimbingsari.

"Kami semua yang di sini tidak menyetujui perdamaian jika Reno tidak dikeluarkan dari tahanan Polsek Jabung," kata Masrur, salah satu tokoh warga Desa Asahan.

Kapolres AKBP Bambang Hariyanto menyetujui permintaan warga Asahan. "Tetapi, jika nanti dia (Reno, red) terlibat perbuatan yang melanggar hukum, kami akan menangkap kembali," kata Kapolres. Sekitar pukul 10.00 kemarin, Reno dikeluarkan dari tahanan Polsek Jabung.

12 Luka

Dalam bentrokan antarwarga, Minggu (21-11) malam, sedikitnya 12 orang luka akibat terkena peluru senjata rakitan, peluru senapan angin, bom molotov, dan panah.

Tiga warga Desa Belimbingsari, yaitu Agus, mengalami luka di paha akibat panah, Bambang (luka di kaki terkena peluru senapan angin), dan Tulo (luka di tangan terkena peluru senapan angin).

Sementara itu, warga Desa Asahan, Imam dan Mashur, mengalami luka bakar di kaki akibat bom molotov. Warga Desa Asahan lainnya terkena peluru senapan angin, yaitu Irawan (luka di bahu), Dul Iyas (paha), Sul (telinga), Gunawan (perut), Muksin (kepala bagian belakang), Mulyadi (tangan), dan Edi (luka di pinggang). Satu korban lagi, Abdullah, warga Desa Jabung, yang terkena peluru senjata rakitan, kini dirawat di rumahnya.

Kemarin enam aparat dari Brimob Polda dan Polsek Jabung masih berjaga-jaga di jembatan, perbatasan antara kedua desa. Sejumlah anggota Brimob juga tampak di rumah kedua kepala desa. "Kemungkinan kami di sini sampai besok," ujar seorang anggota Brimob di rumah Kades Belimbingsari, sekitar pukul 13.30.

Perang antarkampung yang melibatkan ratusan orang itu berlangsung Minggu (21-11), sejak pukul 22.00 hingga 00.30. Kapolsek Jabung AKP Edi Saputra mengatakan di lokasi bentrokan anggotanya menemukan lima selongsong peluru dan sebuah amunisi aktif jenis FN. Barang bukti itu lalu dibawa ke Polres Lampung Timur. (MG6/R-2)

WARGA DUA DESA DI JABUNG BENTROK

Utama Lampost, Senin, 22 November 2010

JABUNG (Lampost): Kerusuhan terjadi di Kecamatan Jabung, Lampung Timur, tadi malam (21-11). Warga dua desa bentrok hingga menyebabkan sejumlah korban terluka. Pemicunya diduga karena ada warga yang dituduh sebagai begal.

Sampai pukul 00.30 dini hari tadi, suara tembakan masih terdengar di perbatasan Desa Blimbingsari dengan Desa Asahan. Sementara itu, dua warga dirawat di Puskesmas Jabung karena luka tembak dan luka terkena panah. Belasan warga juga diperkirakan luka-luka karena lemparan batu.

Korban yang luka terkena panah di punggung adalah Agus (45), adik kepala desa, warga Blimbingsari. Sedangkan korban yang tertembak bahu depannya yakni Abdullah (35), warga Desa Jabung, Kecamatan Jabung.

"Sekarang, keduanya masih dirawat di Puskesmas Jabung," ujar Saleh, salah seorang tokoh masyarakat Desa Jabung, saat dihubungi via telepon tadi malam.

Menurut Saleh, Abdullah hanya melihat-lihat kerusuhan itu. Tiba-tiba terkena peluru nyasar.

Berdasar penelusuran Lampung Post, bentrok antarwarga itu dipicu penangkapan terhadap salah seorang warga Asahan atas tuduhan sering melakukan pembegalan.

Penangkapan dilakukan oleh anggota Polsek Jabung yang dibantu Kepala Desa Blimbingsari, Sumardi, sekitar pukul 17.00. Tak terima warganya dituduh sebagai begal, warga Desa Asahan berbondong-bondong menuju Desa Blimbingsari.

Namun, warga Blimbingsari pun tak tinggal diam. Kedua pihak akhirnya bertemu di perbatasan. Tembakan, panah, dan bebatuan pun berhamburan. Tidak jelas lagi siapa yang memulai penyerangan.

Sampai pukul 00.30, suara tembakan yang diduga dari senjata api rakitan masih terdengar. Kapolres Lampung Timur AKBP Bambang Haryanto dan sejumlah anggotanya masih berada di Mapolsek Jabung.

Menurut sejumlah petugas, setiap polsek dari 24 polsek yang ada di Lampung Timur mengirimkan lima anggotanya untuk membantu petugas Polsek Jabung dan jajaran Polres Lamtim. Selain itu, aparat dari Brimob Polda pun diturunkan ke lokasi.

Sebelumnya sempat beredar isu ada sejumlah korban meninggal dalam bentrokan tersebut. Akan tetapi, Kapolres AKBP Bambang Haryanto yang dihubungi tadi malam mengatakan kabar itu tidak benar.

"Soal ada yang tewas itu isu. Saya sedang di polsek. Ini lagi kami redakan biar tidak bentrok," kata Kapolres melalui pesan pendeknya tadi malam.

Sekitar pukul 01.30, keributan sudah berhenti. Menurut Kasat Reskrim AKP Ketut S., pihaknya sedang menyusuri ke sejumlah tempat untuk mencari warga yang diduga sebagai provokator. Kasat Reskrim juga menegaskan sampai dini hari belum ada informasi adanya korban tewas. (MG6/JUN/R-2)

Tuesday, November 9, 2010

SENI BUDAYA DI SMAN 2 KALIANDA

Bintang Pelajar Lampost, Selasa, 9 November 2010

Darmawan yang biasa disapa BW (Bang Wawan, adalah pembina Sanggar Lamban Budaya SMAN 2 Kalianda yang telah membimbing siswa-siswi di bidang seni budaya dan meraih banyak prestasi.

Ia memulai karier guru diawali dengan mengajar kegiatan ekstrakurikuler seni dalam rangka persiapan penyambutan Apipoh 1985. Saat itu, Darmawan masih mengajar di SPG. Dalam hidupnya, ia memiliki prinsip bermanfaat bagi orang lain dan akan selalu berkreasi, berinovasi dalam bidang seni untuk memajukan SMAN 2 Kalianda.

Sejauh ini ia telah ikut mengukir prestasi cukup membanggakan, di antaranya juara festival tingkat provinsi dan kabupaten. Mewakili Provinsi Lampung dalam ajang budaya di TMII. Ia memiliki alasan kuat untuk berinovasi dan berkreasi di bidang seni karena berangkat dari hobi dan studi yang berhubungan dangan seni budaya. (TIM REDAKSI/S-1)

seni budaya : MPAL LESTARIKAN BUDAYA LAMPUNG

Seni Budaya Lampost, Selasa, 9 November 2010


BANDAR LAMPUNG (Lampost): Majelis Penyimbang Adat Lampung (MPAL) Kota Bandar Lampung akan mendukung Pemerintah Kota (Pemkot) untuk melestarikan adat istiadat, kesenian, dan budaya Lampung.

"Kami sebagai organisasi masyarakat adat Kota Bandar Lampung berkomitmen untuk mendukung program pemerintah daerah agar Kota Bandar Lampung makin maju," kata Ketua MPAL Kota Bandar Lampung terpilih, Zaiful Hayat Karim Batin Gunawan, usai Musyawarah Daerah (Musda) I di Bandar Lampung kemarin (8-11).

Musda yang dibuka Wali Kota Bandar Lampung Herman H.N. dan diikuti ratusan tokoh masyarakat dan adat dari 25 kampung di Bandar Lampung.

Ia menjelaskan dukungan tersebut di antaranya menyosialisasikan program pemakaian ornamen Lampung pada bangunan kantor, gedung berbagai bangunan mulai dari kantor, pusat pembelanjaan, toko, gapura (tugu), dan lain-lain.

Hal ini sesuai dengan surat edaran wali kota dan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Lampung No. 2 Tahun 2008 tentang Pemeliharaan Kebudayaan Daerah.

"Penempatan ornamen khas Lampung baik berupa siger pada bagian atas dan jung kain kapal pada bagian dinding pada setiap gapura atau tugu berfungsi sebagai batas daerah atau wilayah baik kecamatan, kabupaten/kota atau provinsi. Seperti gapura atau tugu selamat datang yang akan dibangun oleh Pemkot di depan Rumah Makan Begadang di Tarahan," kata dia.

Selain ornamen Lampung, MPAL juga akan membantu Pemkot menyosialisasikan pemutaran lagu-lagu dan alat musik kulintang Lampung di hotel, restoran, ataupun berbagai acara di kelurahan atau kecamatan. "Jika di setiap keluarahan ataupun kecamatan telah memiliki alat musik tersebut, kesenian Lampung membudaya di lingkungan masyarakat," ujarnya.

Hal senada juga disampaikan oleh Ketua MPAL Lampung Kadarsyah Irsa. "MPAL akan terus-menerus berpartisipasi membantu program pemerintah daerah dengan kearifan lokal."

Tak hanya masalah hukum adat dan budaya, adat istiadat, tapi juga berbagai masalah krusial daerah, seperti penataan kota dan pedagang kaki lima.

Wali Kota Bandar Lampung Herman H.N. mendukung dengan terbentuknya MPAL di wilayah. Herman optimistis terbentuknya organisasi ini akan dapat memberikan kontribusi untuk membantu program-program pemerintah dan masyarakat Kota Bandar Lampung. (AST/K-1)