Sunday, November 28, 2010

BERMULA DARI PANGGUNG SABUNG AYAM

Fokus Lampost : Minggu, 28 November 2010

Secara geografis, Kecamatan Jabung terbentuk masa pemerintahan Kabupaten Lampung Tengah. Saat itu, Kecamatan Jabung mencakup Kecamatan Sekampungudik, Pasirsakti, Wawaykarya, dan Margasekampung. Ketika Kabupaten Lampung Timur terbentuk, Kecamatan Jabung dimekarkan jadi beberapa kecamatan yakni Sekampungudik, Pasirsakti, Wawaykarya, dan Pasirsakti.

Saat ini, Kecamatan Jabung yang berjarak sekitar 70 kilometer dari ibu kota kabupaten memiliki 15 desa yaitu Jabung, Betengsari, Mumbang Jaya, Adirejo, Mekarjaya, Adiluhur, Negarasaka, Pematang Tahalo, Gunungmekar, Negarabatin, Asahan, Gunungsugih Kecil,

Blimbingsari, Sambirejo, dan Tanjungsari. Luas wilayah kecamatan Jabung 157,53 kilometer persegi dan jumlah penduduk 49.456 jiwa atau 12.778 kepala keluarga (KK) dengan perincian laki-laki 25.030 jiwa dan perempuan 24.426 jiwa. Dari luas wilayah 157,53 kilometer persegi itu, hampir 80% merupakan kawasan perkebunan atau perladangan.

Kepada Lampung Post, Batin Rajo Liyu Husin (85), tokoh masyarakat Jabung, Kamis (25-11), menjelaskan sekitar 1940-an, nama Jabung dikenal banyak orang. Nama Jabung sendiri diambil dari istilah “menyabung”. Kala itu, para jawara daerah itu dan jawara asal luar kabupaten serta luar provinsi seperti Serang, Banten, berdatangan ke daerah itu menyabung ayam. Karena sebagian besar warga daerah itu juga menyukai hobi sabung ayam, kegiatan itu sendiri berlangsung sangat lama. Saking lamanya pergelaran sabung ayam di daerah itu, warga kemudian mengabadikan nama sabung ayam itu jadi “jabung” yang dikenal hingga saat ini.

"Karena waktu itu enggak ada hiburan, Saya hampir tiap hari menonton sabung ayam. Dan, nama Jabung itu sendiri diambil dari istilah sabung," ujar pria yang semua rambutnya telah memutih itu.

Menurut Batin Rajo Liyu Husin, pada 1940-an, Jabung merupakan kawasan hutan belantara yang hanya dihuni oleh beberapa kepala keluarga. Karena berupa hutan belantara, di dalamnya pun banyak dihuni hewan buas. Kemudian, warga yang jumlahnya masih terbatas itu membuka ladang dengan cara berpindah-pindah atau nomaden. Untuk menjaga diri dari serangan hewan buas seperti harimau, warga mendirikan bangunan berupa rumah panggung yang hingga kini masih dipertahankan kelestariannya. Lalu, tanaman utama penduduk masa itu berupa lada dan kopi. Karena lahan daerah itu sangat subur, pertumbuhan penduduk daerah itu pun sangat pesat.

"Meskipun waktu itu harga lada dan kopi masih murah, warga Jabung hidup makmur dan punya kebun sangat luas," ujar pria yang telah mempunyai beberapa cicit itu.

Sekitar tahun 1942, kata dia, Jepang masuk ke Jabung. Di daerah itu, pihak Jepang memaksa penduduk mengganti tanaman lada dan kopi jadi tanaman kapas. Di bawah tekanan penjajahan, warga pun membabat habis tanaman lada dan kopi mereka untuk diganti jadi tanaman kapas.

"Guna mendapatkan kapas, hampir semua tanaman lada dan kopi rakyat diganti tanaman kapas," kata Batin Rajo Liyu Husin.

Tiga tahun kemudian atau sekitar 1945, kata dia, Jepang pergi dari bumi Jabung. Kepergian tentara asal Negeri Matahari Terbit dari Jabung masa itu, tak hanya menyisakan penderitaan rakyat. Tak sedikit rakyat masa itu mati dibunuh atau mati kelaparan. Karena situasi telah aman, rakyat kembali membenahi peladangannya yakni membumihanguskan tanaman kapas sebagai warisan Jepang dan kembali ke tanaman semula yakni lada dan kopi.

"Setelah penjajahan Jepang berakhir, Jabung kembali mencapai puncak kemakmuran. Karena daerah ini sangat subur, tanaman lada dan kopi sangat cepat tumbuh," ujarnya.

Puncak kemakmuran masyarakat Jabung, ujar Batin Rajo Liyu Husin, masih bertahan hingga 1990-an. Tanaman lada dan kopi petani masih tumbuh dengan baik. Lalu, seiring munculnya perubahan iklim yang tak menentu dan munculnya beragam penyakit tanaman lada dan kopi, mengakibatkan tanaman andalan petani itu berkurang. Karena banyaknya tanaman lada yang mati, hasil panen menipis.

Sementara itu, tingkat kebutuhan warga kian kompleks dan mendesak. Diduga, akibat banyaknya kebutuhan mendesak dan tradisi begawi adat, penduduk daerah itu lalu menjual sebagian lahan mereka ke warga pendatang. Karena terus didera beragam kebutuhan, tradisi menjual tanah peladangan pun terus berlanjut. Lalu, lama kelamaan tanah peladangan milik sebagian besar penduduk asli akhirnya berpindah tangan. Diduga, akibat kian sempitnya lahan pertanian ditambah akibat pergaulan dari luar serta banyaknya lintasan sepi penduduk, awal tahun 2000-an, aksi kejahatan terutama begal sepeda motor di wilayah itu mulai terjadi. Apakah perlu ruwatan mengganti nama? (CHAIRUDDIN/M-1)

1 comment:

  1. Mampir yuk gan di Bolacasino88

    Pelayanan Yang Professional Dan Ramah
    Di Jamin 100% Tidak Adanya BOT Dan ADMIN.

    - Daftar GRATIS
    - Minimal Deposit 20.000
    - Minimal Withdraw 50.000

    Dapatkan Hot Promo Yang Kami Berikan :

    - Bonus Deposit 5000
    - Bonus Refferal Seumur Hidup
    - Bonus Sportsbook 100%
    - Cashback Sportbook 5% - 15%
    - Bonus Deposit Games 10%
    - Cashback Games 5%
    - Bonus Komisi Casino 0,8%

    NB : Syarat Dan Ketentuan Berlaku

    Nikmati 1 ID Untuk Semua Games Seperti :

    - Sports
    - Live Casino
    - Togel
    - Poker
    - Slot Games
    - Nomor
    - Financial
    - Sabung Ayam

    Untuk Informasi Lebih Lanjut Silahkan Hubungi CS Kami Di :

    - Live Chat 24 Jam Online
    - No Tlp ( +855962671826 )
    - BBM ( 2BF2F87E )
    - Yahoo ( cs_bolacasino88 )
    - Skype ( bola casino88 )
    - Facebook ( bolacasino88 Official )
    - WhatsApp ( +855962671826 )

    ReplyDelete